03 - GADIS BERMATA BIRU

57 12 5
                                    

Buku tebal, jam meja, pensil, tempat pensil, bahkan air. Semuanya menggantung tanpa gantungan, melayang dan berputar-putar. Bagaimanapun, Joon terlalu banyak terkena serangan. Dia duduk bersandar pada kaki ranjang. Kakinya kejang, tangannya menekan jantung yang berontak ingin melompat keluar. Gadis itu tersenyum seram menurut penglihatan Joon.

‘Perkenalkan. Aku TF.704-BD.L2.’

Joon menelan napas yang tersisa. Dia masih belum bisa mengedipkan mata. “I-itu ... sebuah nama?” tanyanya, gagap.

L2 hanya tersenyum. Kedipan matanya tak alami. Ada yang aneh di sana, semacam rasa canggung. ‘Hanya itu permohonanmu? Kalau begitu, aku pergi.’

“Tu-tunggu!!”

Tiba-tiba Joon bisa berdiri. Entah dari mana datangnya kekuatan itu.
Joon menatap punggung L2 dan berkata, “Kau tidak bisa berkeliaran seperti itu.” Sesuatu menghambatnya bicara untuk sementara. Entah apa yang Joon bicarakan, penampilan atau keanehan. “Semua orang—akan melotot padamu,” lanjutnya. Bola mata Joon berputar mengikuti orbit benda-benda yang melayang di sekitar kepalanya. “Dan kau harus menurunkan semua ini dulu,” lanjutnya, cepat.

Dalam sekejap, L2 balik badan. Pertama, dia kembalikan buku tebal ke atas meja. Kedua, pensil dan tempatnya. Ketiga, jam meja. Keempat, dia kembalikan air ke dalam gelas. L2 pun menyadari betapa berantakannya kamar ini. Mulai dari laci meja yang terbuka, notebook yang tak dilipat, tas dan jaket yang berserakan, dua ranjang yang miring tak beraturan, begitu pula dengan bantal, guling, dan selimut di atasnya.
L2 akan merapikan semua. Laci meja ditutup. Notebook dilipat. Jaket diterbangkan ke gantungan. Tas dinaikan ke kursi dan kursinya dirapatkan ke meja. Satu per satu ranjang digeser hingga lurus. Dua bantal bertepuk di udara, kemudian guling. Sebelum selimut, ada satu benda yang melayang. Celana dalam!!

“Oh!” Joon buru-buru menangkapnya sebelum terbang lebih tinggi. Dia unjuk gigi sambil menyembunyikan benda itu di belakang tubuhnya. Diam-diam dia melemparnya ke keranjang cuci, kemudian menyilakan L2 untuk melanjutkan pekerjaan. Selimut pun dilipat dengan baik. Sekarang kamar ini terlihat jauh lebih rapi.

‘Itu bonus.’ L2 memiringkan kepalanya saat menyampaikan kalimat itu.

“Wah,” Joon bertepuk tangan dengan mulut terbuka, bahkan geleng kepala. Kemudian dia melipat kedua tangan di depan dada dan memasang wajah bijaksana. Kakinya berkeliling dan mendarat di samping L2. “Hebat!!” Joon mengacungkan dua jempol untuk L2.

L2 menoleh, menatap Joon dan berkedip dengan aneh. Dari dekat, Joon tahu apa yang aneh dari kedipannya. Kelopak matanya tak berkedip bersamaan. Kanan lebih dulu, baru kiri kemudian. Selain itu, saat kelopak mata menutup dan hendak terbuka, kelopaknya sedikit menempel ke bagian bawah mata. Joon melihatnya dan berkata, “Kau bukan manusia ya? Kau apa?”

‘Aku TF.704-BD.L2.’

“Bukan itu. Maksudku, kau itu dari jenis apa? Spesies apa?” Pertanyaan Joon jelas tidak mengarah pada hantu atau semacamnya. Dia mengira gadis ini masih dari jenis manusia atau hewan atau gabungan keduanya.

‘Aku TF.704-BD.L2.’

“Auh!!” Joon frustasi. “Tidak apa. Jujur saja padaku. Aku—tidak akan mengeksploitasimu atau semacamnya.”

Tak ada respon.

“Aku juga tidak akan melaporkanmu pada Asosiasi Hewan Langka atau Asosiasi Perlindungan Hewan. Jadi, kau itu apa?”

‘Aku TF.704-BD.L2.’

Jawaban yang sama. Raut muka yang datar. Bibir tak bergerak. Kedipan yang terlalu mendetail urutannya. Joon pun menyimpulkan, “Jadi, kau ini robot?” Joon kembali pada pemikiran gilanya yang pertama.

LOVE IN THE EARTHWhere stories live. Discover now