Chap 42. Hukuman 2

660K 48.2K 1.5K
                                    

Terserah mau komentar mau engga juga wkwk yang pasti aku bakal update cepet😘

Tapi harus spam komentar biar tambah semangat✌

Kalo ada typo benerin, nulisnya rusuh

Happy reading...

"Udah deh, Pa. Nggak usah ikut campur. Ini masa depan Alister, nggak usah ambil pusing. Urusin dulu tuh masa depan kalian berdua, baru urusin anak!"

Cukup, Alister tidak ingin Ana menjadi sasaran kekerasan Ayahnya. Alister tidak ingin Ana merasakan apa yang dia rasakan.

Rasanya Alister ingin meledak mendengar ocehan Ayahnya yang tidak tahu tempat.

Merasa tersindir, mereka berdua saling bertatapan. Hutomo menatap Revalina sesaat, lalu saat itu juga tangannya mengepal penuh.

"Jadi begini, kita udah pernah bahas ini kan?" tanya Hutomo sambil menatap Alister dengan tajam.

"Family Rules! Pertama, orang tua selalu benar. Kedua, anak selalu salah. Ketiga, jika orangtua salah maka kembali ke poin nomor satu."

Alister menghela napas, dia sudah muak mendengar perkataan itu. Dan Family Rules itu semakin membuatnya ingin membangkang dan berbuat onar agar mereka puas.

"Pecaya sama Papa, Alister. Papa tahu yang terbaik buat kamu, Papa kaya gini karena Papa sayang sama kamu."

Ana semakin pusing mendengar perkataan Ayahnya, pantas saja Alister tidak mau mendengarkan mereka. Kedua orangtuanya sama sekali tidak mau mendengarkan Alisyer sedikitpun.

Apa ini yang disebut demi kebahagiaan anaknya?

"Anak bahagia karena kasih sayang orangtuanya, bukan karena harta, tahta atau jabatan yang tinggi," balas Ana yang sudah gatal ingin menghantam Ayahnya Alister yang keras kepala seperti batu.

"Dan anak juga bahagia ketika melihat kedua orangtuanya bahagia. Bila ingin melihat anak bahagia, orangtua terlebih dahulu yang harus bahagia, agar bisa membahagiakan anaknya dengan cinta, bukan dengan keegoisan!"

"DASAR ANAK KURANG AJAR!" Hutomo langsung menggebrak meja dengan emosi yang meluap-luap.

Semua orang yang berada di situ langsung kaget, termasuk Ana yang mengepalkan tangannya kuat-kuat.

"CUKUP!"

Alister mulai memperlihatlan tatapan matanya yang tajam. Bukan tatapan seorang anak pada Ayahnya, melainkan tatapan seseorang yang sedang melihat musuhnya.

"Jangan sakitin Ana, udah cukup, Pa. Udah cukup Alister yang Papa sakitin!"

Alister memegang tangan Ana sacara perlahan, dia dapat merasakan tangan Ana yang bergetar. Rasanya dia ingin memeluk Ana untuk sekedar meredakan rasa takutnya.

Tapi sayangnya tidak bisa.

"Jangan sakitin orang yang Alister sayang. Alister mohon...."

Suara lemah keluar dari mulutnya, tatapan sendu yang menyauat hati begitu terlihat di mata Alister. Dan itu berhasil membuat Revalina dan Hutomo tersentak kaget.

Apakah benar ini anaknya yang kasar? Apakah benar ini anaknya yang pemberontak?

Bagaimana mungkin dia terlihat selemah ini?

Saat mereka berdua masih keheranan, tak selang beberapa detik Ana langsung melepaskan tangan Alister dan pergi meninggalkan meja tersebut.

Memang benar sikapnya ini sangat keterlaluan, tapi melihat Alister ditekan sampai sesak, dihimpit sampai tak bisa bergerak. Sungguh, Ana bisa merasakan sakitnya.

Tangisnya kala itu begitu jelas, memperlihatkan betapa banyak keedihan yang ia pendam sendirian dari keluarganya sendiri.

Tapi... Kenapa Alister mengatakan itu? Kata-kata yang membuatnya senang sekaligus membuatnya sedih.

Ana berjalan dengan cepat, matanya entah kenapa terasa perih, seperti ada irisan bawang di dekat wajahnya. Dan Ana sudah tak kuasa lagi menahannya.

"Ana. Tunggu! Lo mau ke mana?" teriak Alister.

Ana menghiraukan teriakan tersebut, dia ingin pergi sejauh mungkin. Tapi sepertinya cuaca sedang tak mendukung.

Langit gelap dengan semilir angin yang kencang, juga hujan lebat sempat menghentikan langkah kakinya.

"Ana!"

Suara itu mumcul lagi, membuat Ana tak ragu sedikitpun untuk betlari menembus hujan. Rasanya sesak, saat ini baik awan gelap ataupun matanya sama sama menangis malam ini.

Ana terus berlari kencang di tengah hujan, tapi saat itu juga ada tangan kokoh yang menahannya erat.

"Lepas Alister!"

"Lo mau ke mana?" tanya Alister sambil berteriak, agar suaranya terdengar jelas meski hujan lebat sekalipun.

"Pergi."

Alister menyadarinya, dia sangat tahu kalau Ana sedang menangis saat ini. Dia langsung menarik tangan Ana dan memeluknya.

"Lo mau ninggalin gue? Di saat gue udah ngungkapin semuanya, lo mau pergi?"

Ana tersentak, tidak mungkin. Samai kapanpun dia tidak mungkin pergi meninggalkan Alister, tapi.... Kenyataan kali ini sangat tak berpihak kepadanya.

Ana menggelengkan kepalanya, deras hujan semakin kecang. Mungkinkah langit tahu apa yang tengah Ana rasakan?

Alister menggenggam kuat tangannya, tidak peduli dengan pakaiannya yang basah kuyup, yang dia pedulikan hanya Ana seorang.

"Terus lo mau ke mana? Biar gue yang anter."

Ana tidak menjawab, dia hanya menangis sekencang-kencangnya di balik hujan yang lebat.

Alister langsung menarik Ana dan memeluknya erat, seperti ini adalah hari terakhirnya untuk bertemu dengan Ana. Pelukannya sangat kuat, seperti dulu saat dia pergi jauh, dan dia tidak pernah melupakan kejadian itu sedikitpun.

"Alister...."

"Hmm?"

"Aku mau kasih kamu hukuman ke dua."

Alister mengratkan tangannya di bahu Ana, dia memejamkan matanya sesaat lalu menarik napasnya sejenak.

"Jangan," ucap Alister pelan.

"Aku mau-"

"Lo mau apapun bakal gue turutin! Asalkan lo jangan suruh gue buat lupain lo, jauhin lo, apa lagi buat tinggalin lo!"

Kali ini Alister yang tak sanggup menahan air matanya. Entah sejak kapan dia jadi cowok lembek yang dengan mudahnya mengeluarkan air mata.

Tapi dia sangat paham dengan apa yang akan Ana katakan. Rasanya sangat sakit, seperti di sayat secara perlahan, sakitnya sangat terasa sekali.

"Please, jangan kasih gue hukuman yang nggak bisa gue lewatin."

Love you readers...

Ada yang mau ditanyain?

Ig: ekaaryani01

Line: earyani01

Semoga besok bisa up lagi ya, kalo komentarnya banyak double up!!

Tahkyou💕

TELUK ALASKA [SELESAI] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang