Chap 39. Menyadari Perasaan

719K 52.6K 6.5K
                                    

Hai hai Teluk Alaska datang lagi, ada yang kangen?

Buat next chapter aku minta 1.500 komentar yaaa dan yang harus kalian tahu, next chapternya udah aku siapin hehe

Makasih yang udah nungguin, happy reading...

Keesokan harinya di sekolah, Ana merasa kehilangan. Pertama tidak ada cowok yang mengetuk jendela kamarnya, kedua, tidak ada cowok cerewet yang mengantarnya ke sekolah.

Ya, Ana harus terbiasa dengan ini semua, terbiasa dengan perasaannya yang kacau dan gelisah.

Namun saat ini, Ana harus melupakan masalah kemarin. Dia sedang bersama Bulan di depan kelas, banyak orang yang menyapanya, tidak seperti hari-hari biasanya, dan tentu saja Ana membalasnya dengan senyuman.

"Ayo ke ruang kepsek." Bulan memegang tangan Ana dengan yakin.

Tapi tiba-tiba saat Ana mau mengikutinya, Alister menahannya.

"Kalo mau laporin Tasya. Please... Laporin gue juga. Gue udah bnyak nyakitin lo, gue pantes dapet hukuman."

Tentu saja, Alister harus mendapatkan hukumannya. Bukan untuk menemani Tasya ataupun membela teman-temannya, melainkan ia merasa dirinya pantas mendapatkan itu.

Mendapatkan hukuman atas kesalahan yang sudah ia buat dulu, yaitu melukai Anastasia Mysha.

Tapi di balik itu, Ana tersenyum sipu sambil merapikan rambutnya. Mata indahnya dengan lancang menatap Alister penuh kelembutan.

"Aku ngelaporin mereka bukan karena buat balas dendam, atau pengen buat mereka menderita. Tapi aku cuma mau mereka berhenti."

Ana menarik napas sejenak lalu senyumannya seketika berubah. Senyuman itu begitu menyayat hati, senyuman itu penuh luka, senyumannya menyimpan jutaan rasa sakit yang terpendam.

"Berhenti gangguin aku, berhenti rendahin aku, berhenti ngehina aku. Aku manusia, bukan robot yang nggak punya perasaan."

Alister menggelengkan kepalanya, tentu saja dia juga menginginkan hal yang sama. Tapi dia juga pantas mendapatkan hukuman. Apapun itu, akan ia lakukan agar bisa menebus dosanya kala itu.

"Dan gue juga jadi salah satu orang yang sering nyakitin lo, ngehina lo, ngerendahin lo, dan..."

Ana langsung memotong perkataan Alister. "Kalo gitu aku punya hukuman buat kamu."

***

Ruangan saat ini begitu hening, hanya suara guru yang sedang menerangkan tentang sejarah kemerdekaan.

Ada yang diam-diam membuka ponselnya, ada yang sekuat tenaga menahan matanya agar tidak tertidur, ada juga yang mencorat coret buku dengan hal yang tidak karuan.

Berbeda dengan Alister yang sedang menopang dagu dan menatap Ana yang ada di depannya.

Demi apapun dia sangat penasaran hukuman apa yang akan diberikan oleh Ana padanya.

Bahkan setelah melapor ke ruangan Kepala Sekolah pun Ana masih bungkam, tidak mau memberitahu apa hukuman yang akan dia terima.

"Nyet, mata lo liatin Ana terus. Nggak pegel?" tanya Iqbal sambil cengengesan.

"Nggak!" balas Alister seperti orang yang enggan.

"Gue yakin seratus persen lo liatin BH nya yang ngejiplak, kan?!"

Alistet langsung melotot sambil menatap Iqbal dengan tatapan tidak suka.

"Itu... Warna pink loh."

Ingin sekali Alister menhajar Iqbal dan mencolok matanya yang sudah kurang ajar.

"Bangke lo, nggak punya bahan lain apa buat diliatin?"

TELUK ALASKA [SELESAI] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang