11

19.9K 2.1K 85
                                    

"Cinta menukar jadwalnya dengan saya," terang Lita gugup.

"Kenapa dia nggak masuk?" kejar Rangga.

"Ada panggilan inpartu dari bidan extra, Cinta merasa sayang untuk melewatkannya. Kami memiliki target partus yang tidak bisa diabaikan, Dokter," jelas Lita dengan hati-hati.

Rangga memegangi dagunya. Jadi anak itu pergi karena lebih mementingkan target partus daripada magang di sini. Apa itu hanya alasan saja? Jangan-jangan Cinta melakukan hal itu sebagai dalih untuk menghindarinya? Entah kenapa, Rangga jadi nggak senang.

"Bukannya di sini ada lebih banyak partus? Kenapa dia malah memilih ke bidan extra? Lihat saja sekarang ada tiga partus yang sedang inpartu."

"Benar, Dokter, tetapi di sini ada banyak tenaga medis juga. Tidak ada jaminan partus akan diberikan pada kami mahasiswa magang."

Rangga termenung mendengar penuturan Lita. Jadi, anak itu memprioritaskan partus di bidan extranya karena alasan seperti itu? Rangga tidak menyangka Cinta ternyata mengejar pengalaman dengan baik. Anak itu ternyata lebih baik dari yang dia kira.

"Apakah kalian sudah melaporkan perubahan jadwal ini pada Bu Alfa dan Bu Diah?" tanya Rangga.

Wajah Lita seketika memucat. Melihat ekspresi cewek itu, Rangga tahu mereka tidak melaporkan perubahan jadwal pada pembimbing dan mengganti jadwal seenaknya. Sebenarnya hal seperti ini sama sekali bukan masalah. Bu Diah jika diberitahu juga pasti langsung setuju jika alasannya masuk akal. Bagi bidan senior itu yang penting VK tidak kosong saja sudah cukup. Tapi, tentu saja Rangga punya pemikiran lain. Kesalahan seperti ini bisa dimanfaatkan untuk mem-bully Cinta lagi, kan? Bagus sekali! Rangga menyeringai lebar.

"Jadi begitu! Kalian tidak menghargai pembimbing dan mengubah jadwal seenak hati?" ucap Rangga dengan nada tinggi.

Melihat badan Lita tampak gemetar, seringaian Rangga semakin lebar. Dia tidak pernah tahu kalau menganiaya mahasiswa itu ternyata menyenangkan juga. Kenapa dari dulu dia selalu cuek sama mahasiswa, sih? Dia jadi tahu pikiran residen yang dulu sering menganiaya dirinya semasa masih koas.

Rangga melihat papan jadwal dan menemukan nama Cinta kembali pada shift yang sama dengan dia besok. Itu artinya besok dia bisa memarahi anak itu habis-habisan. Rangga mengingat kembali Nurani yang malah menantang untuk menganiaya adiknya di balkon dua hari lalu.

"Kamu belum tahu siapa aku, Nurani," kekeh Rangga lirih.

***

"Terima kasih atas bimbingannya hari ini, Bu," ucap Cinta penuh hormat kepada bidan extranya, Bu Endang.

"Sama-sama, saya juga berterima kasih sudah dibantu. Jika ada inpartu lagi boleh saya hubungi kan, Dik?" Bu Endang yang hampir seusia dengan neneknya itu tersenyum lembut sembari bertanya.

"Tentu saja, Bu, saya akan menantikan panggilan dari

Ibu," angguk Cinta antusias.

Setelah bersalaman dan berpamitan dengan bidan extranya tersebut, Cinta pulang dengan mengendarai motor. Baru saja mau mengeluarkan motor dari tempat parkir klinik Bu Endang, ada telepon masuk dari Lita.

Cinta mengerutkan kening. Seharusnya shift Lita belum habis. Ada apa cewek itu kok menelepon. Ini pasti hal cukup penting. Cinta termenung. Apa jangan-jangan ada masalah dari Rangganteng lagi? Cowok itu pasti sengaja mencari gara-gara, kan! Jangan-jangan dia menganiaya Lita juga? Dasar dokter nggak waras!

"Ya, Lit, ada apa?" tanya Cinta.

"Cin, Dokter Rangga sepertinya marah besar." Suara Lita terdengar gugup.

Cinta berdecak. Sudah dia duga bakal begini jadinya.

"Kenapa dia begitu?" tanyanya.

"Karena kita mengganti jadwal seenaknya tanpa memberitahu Bu Diah."

Oh! Jadi dia mau menjadikan ini sebagai alasan supaya bisa mengamuk? Dasar kekanak-kanakan.

"Gimana ini, Cin? Aku takut," keluh Lita.

"Nggak usah takut. Shift kamu sudah mau selesai, kan? Aku yang meminta pergantian shift jadi aku yang akan bertanggung jawab. Besok aku akan menemuinya langsung."

Setelah mengakhiri pembicaraan di telepon Cinta meremas tangan. Dia tidak bisa tinggal diam terus dianiaya seperti ini! Dia harus melawan!

***

Di ruang bidan, saat shift malam hari itu, Cinta duduk

berhadapan dengan Rangga yang menatapnya tajam.

"Kamu tahu apa kesalahanmu, kan?" tegur Rangga dengan gaya seperti polisi yang mau menilang pelanggar lalu lintas.

"Tidak," jawab Cinta dengan berani.

Rangga berdecak-decak. "Jadi kamu nggak tahu? Kamu kemarin mengganti jadwal tanpa konfirmasi dengan pembim-bing," tegas Rangga.

"Saya mohon maaf, Dok, karena saya ada urusan mendesak. Namun hari ini saya sudah menyampaikan permoho-nan maaf pada Bu Diah dan beliau telah memberikan izin," ucap Cinta dengan senyuman manis.

Rangga terdiam. Ternyata anak ini lebih hebat dari yang dia kira. Rangga tidak bisa menekannya begitu saja. Apalagi ini bukan kesalahan yang serius. Jika Rangga melebih-lebihkan hal ini, malah dia yang bakal dianggap tidak dewasa oleh Bu Diah.

"Baiklah, kalau Bu Diah memang sudah memberi izin, tapi ke depannya kamu harus menyampaikan pada beliau ter-lebih dahulu jika mau mengganti jadwal." Rangga akhirnya menyerah.

Cinta pun tersenyum puas. Dia tidak akan membiarkan dirinya dinjak-injak oleh bedebah ini! Tidak akan!

***

Bidan extra adalah program bagi mahasiswa bidan untuk mengejar target menolong persalinan melalui bidan praktik mandiri secara on call.

Ketika Bidan extra memiliki pasien yang sedang dalam proses melahirkan (inpartu) bidan tersebut akan menelepon mahasiswa yang menjadi anak didiknya.

***

Mohon votes dan komennya ya Gaes.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Love And Heart [Republish]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang