EVENT SINDROM_Midnight Talk

52 14 18
                                    

Screenwriter: spoudyoo // Casts: BTS Jimin & OC

***

'The worst thing about you, is that there's only one of you.' — Akanksha Gulia.

Mungkin, kalau aku sampai percaya dengan semua ungkapannya tentangku, bocah-bocah itu—Jung Jungkook dan Kim Taehyung—akan menertawakanku karena terlalu percaya diri.

Katanya, aku adalah yang terbaik karena paling sabar dalam menghadapinya.

Katanya, aku adalah yang terbaik karena paling mengerti dirinya.

Katanya, aku adalah yang terbaik karena paling bisa diandalkan olehnya.

Dan katanya ... aku adalah yang terbaik karena berhasil membuatnya jatuh hati padaku.

Oh ... terpujilah Lyra dengan segala ucapan manisnya.

Malam Natal selalu saja terasa sibuk. Dari pagi hingga malam tiba, semua orang akan memanfaatkan waktunya sebaik mungkin. Orang dewasa akan disibukkan dengan urusan dapur, menata rumah sedemikian rupa, ataupun menemani anak mereka menghias pohon natal.

Namun kesibukan seperti itu tak nyata atau hanya omongan belaka di kediamanku saat ini. Semua rencana yang telah kami susun bersama, berantakan karena hilangnya secara tiba-tiba atensi Lyra dari ruang tengah.

Lyra itu gadis manis. Sangat manis hingga aku tak rela untuk berbagi senyumannya kepada orang lain.

Lyra itu gadis yang cantik. Sangat cantik hingga aku berani untuk berkelahi dengan Min Yoon Gi Hyung demi menghapus foto Lyra dari ponselnya.

Lyra itu gadis yang menggemaskan. Sangat menggemaskan hingga aku memutuskan mengucapkan janji seumur hidup di hadapan pendeta untuk selalu menjaganya.

Lyra itu gadis yang berharga. Sangat berharga, hingga mungkin aku tak sanggup bernapas tanpanya.

Ya ... seperti itulah keberadaan Lyra di hidupku.

Aku hanya tidak menyangka karena kejadian siang tadi, aku tahu, itu bukan kesalahannya yang disengaja. Seperti itulah dirinya, sangat lemah hingga membuatnya selalu tertidur. Tanpa peduli tempat atau situasi yang dihadapinya. Sampai aku menjuluki kalau gadisku itu memiliki sindrom aneh, Sleeping Beauty Syndrom.

Benar, kalian pasti tahu kisah itu, 'kan? Kisah tentang si Putri yang selalu saja tidur menunggu pangeran membangunkannya.

Padahal aku masih sangat ingat dengan antusiasnya menyambut malam ini. Perayaan yang hanya terjadi sekali dalam setahun. Perayaan yang selalu ia nantikan. Aku hanya menyetujui apa pun yang dirinya rencanakan saat itu untuk kami lakukan hari ini. Mulai dari membersihkan halaman belakang dan menghiasinya dengan lampu kecil warna-warni kesukaanya. Kemudian rencanya berbelanja untuk membeli bahan makanan agar bisa berkumpul dengan teman—tapi sayangnya sangat menyebalkan—kami itu. Dan berbagai rencana lainnya.

Ya, kuakui semangatnya yang begitu tinggi. Sampai aku tercengang karena gadisku itu mampu menahan diri untuk tidak tidur dan bisa bangun pagi tanpa kubangunkan terlebih dahulu.

Aku hanya tersenyum menikmati semangatnya menyambut Natal pertama kami setelah hidup bersama.

Hingga ... sepuluh menit setelah kami berbelanja, Lyra izin untuk beristirahat sejenak di sofa ruang tengah. Meninggalkan diriku yang sedang membersihkan lauk juga sayuran yang kami beli di dapur.

Sampai sepuluh menit pertama, aku tak melihatnya di dapur.

Menyusulnya ke ruang tengah.

Dan aku kembali menyadari, bagaimanapun semangatnya Lyra, ia tetaplah si Putri Tidur.

Aku kembali tertawa mengingat wajahnya, sangat lucu.

Bahkan sampai malam ini, waktu menunjukkan pukul 23.32. Malam Natal hampir tiba, dan Lyra masih tertidur. Di tempat yang bersebelahan denganku, sambil memeluk guling yang menjadi pembatas kami berdua.

Lyra tertidur dengan tubuhnya yang menghadapku, matanya tertutup rapat seakan menolak gangguan yang memaksanya untuk terbuka.

Tanpa sadar, jemariku sudah berada di puncak kepalanya, mengelusnya pelan.

Sial, lagi-lagi jantungku berdegub lebih cepat hanya karena sentuhan kecil dengannya.

Tenang, yang harus aku pikirkan adalah apakah niatanku tepat untuk membangunkannya? Aku hanya mengingat ucapannya kemarin, Lyra-ku ingin kami berdoa bersama menyambut malam ini. Berharap agar tahun berikutnya kami bisa merasakannya kembali.

Dan oh ... hanya dengan mengingat ucapannya aku kembali merasakan debaran menyiksa tapi terasa sangat menyenangkan itu.

Gadisku yang manis.

Senyumanku digantikan kerutan dahi karena tiba-tiba Lyra menyingkirkan guling dalam pelukannya ke belakang, hingga terjatuh menyentuh lantai yang dingin. Kasihan.

Kuliat ia masih belum membuka matanya, tapi gadisku itu bergerak mendekat ke arahku. Mengikis jarak yang memisahkan dengan menggeser tubuhnya, menundukkan kepala, lalu memeluk lenganku, dan bersembunyi di sana.

"You're angry with me, right?"

Aku otomatis tertawa mendengar cicitannya, yang kemudian dibalasnya dengan memberikan pukulan kecil di dadaku.

Marah? Pada Lyra? Oh God ... bahkan memikirkannya saja aku tak mau.

Marah hanya akan membuang satu waktu kenangan indah antara kami berdua, dan aku tak ingin kehilangan itu.

Setiap waktu bersama Lyra, adalah berharga.

"No, I'm not," balasku sambil menarik kepalanya. Memaksanya untuk menatapku. Astaga, ada apa dengannya? Bahkan sampai menangis begini.

"Liar." Isakannya semakin terdengar di telingaku. "It's our first Christmas, and I'm ruining it," ucapnya lagi.

"It's okay, Babe," kataku menenangkan. Aku mengusap pipinya, menganggalkan jejak air matanya dari sana. "Kelelahan, lalu tidur bukanlah salahmu, dan aku mengerti itu. Kau terlalu bersemangat, kau tahu."

Aku tertawa kecil, lalu tersenyum menatapnya yang masih sesegukan. Tangannya masih memeluk sebelah lenganku, lalu dengan cepat mengarahkan kepalanya lagi di sana, membersihkan wajahnya di kaus lenganku tanpa melepas pelukannya di lenganku.

Astaga ... it's too cute.

Tanpa persetujuannya, aku menarik tangan kananku dari pelukkannya. Lalu menyelipkan kembali di bawah ceruk lehernya. Menarik tubuhnya semakin mendekat kepadaku, aku memeluknya.

"Dan malam natal belum tiba, Sayang. Kita masih punya waktu menyambutnya."

Aku mengecup puncak kepalanya, semakin membiarkan diriku dalam debaran menguasai tubuhku. Biar saja, aku tak masalah kalau sampai dirinya dengar, sekalian menyampaikan pesan tersirat itu padanya.

"Benar?" tanyanya dengan mata membulat sempurna. Aku mengangguk sambil tersenyum hangat.

Kemudian ia menoleh ke kiri, ke arah jam dinding putih yang menunjukkan waktu semakin mendekat menuju tengah malam. Kudengar Lyra memekik kecil, lalu dengan gerakan cepat melepaskan dirinya dari pelukanku, dan bergerak menjauhi tempat tidur. Aku terheran melihatnya.

Namun, di saat tangannya hampir membuka pintu kamar mandi milik kami, gadisku itu berjalan mendekat ke arahku lagi. Naik ke kasur, dan menatapku dengan senyuman manis.

Disikapnya sejenak rambutnya yang mengganggu ke belakang telinga sebelah kanannya dan berkata. "Kalau begitu tunggu aku membersihkan diri sebentar, lalu kita berdoa bersama ya, Suamiku."

Dan kalau benar kecupan kecil bisa membunuhku saat ini juga, mungkin aku sudah mati. 

ROOM 4Where stories live. Discover now