EVENT RUMAH_Querencia

12 3 3
                                    

Screenwriter: pockytn  // Casts: Day6 YoungK (Brian) & Eren (OC)

***

Querencia (Spanish) ; A place where one feels safe, feels at home.

*

Eren masih tertegun di tempatnya sejak beberapa menit lalu. Berkali-kali Eren mengerjapkan mata, mencoba mencari kebenaran atas apa yang tengah ia lihat saat ini. Pandangannya tertuju pada sosok pemuda jangkung yang berdiri di seberang sana.

Eren mengeratkan cengkeraman pada tali tas ransel yang ada di pundaknya ketika pemuda itu memintanya untuk mendekat tanpa suara. Dengan langkah berat, Eren akhirnya memberanikan diri untuk mendekat.

Brian. Begitu orang-orang memanggilnya. Pemuda berparas tampan dengan pipi gembul, serta senyum menawan yang bisa menenangkan hati Eren ketika sedih, juga lengkungan kecil di pipi yang selalu mengiringi senyum manisnya. Perawakannya tinggi bagi Eren yang pendek. Wajahnya terpahat sempurna sehingga siapapun wanita yang melihatnya tidak akan berhenti memuja. Raut wajahnya memang terlihat menyebalkan, tapi ketika ia tersenyum penilaian tentang sosok Brian yang galak akan sirna seketika. Bahu lebar dan dada bidang yang Brian miliki memang terdengar biasa saja karena rata-rata pria di dunia ini memilikinya. Brian hampir tidak berubah. Ya, hampir. Semuanya tetap sama, kecuali satu. Brian sudah tidak sendiri lagi.

Fakta yang menyebalkan memang. Mau bagaimana lagi. Sudah seharusnya begitu, kan? Pangeran tampan seperti Brian memang ditakdirkan bersama seorang Putri Kerajaan yang cantik dan anggun seperti Ah Yeon.

Sebuah kurva manis di wajah Brian menyambut Eren ketika gadis itu berhasil menyambanginya. Bodoh, kenapa jantungnya masih saja berirama ketika menatap wajah berseri Brian. 'Tidak boleh begini. Kamu tidak boleh menaruh rasa penyesalan dalam hati kamu, Eren!'

"Hi, apa kabar?" sapa Brian masih dengan wajah berserinya.

"Baik," jawab Eren acuh. Brian tidak tahu saja kalau saat ini gadis bersurai kecokelatan itu sedang berusaha menyembunyikan kegembiraannya.

"Ayo naik!" ajak Brian yang sudah lebih dulu membukakan pintu mobil untuk Eren.

"Kenapa kamu bisa ada di sini?" Pertanyaan Eren membuat Brian refleks menutup kembali pintu mobil yang tadi dibukanya. "Akan aku ceritakan nanti. Sekarang naik saja dulu." Brian menyahut.

"Aku tidak mau naik kalau kamu tidak menyebutkan ke mana tujuannya." Kata Eren.

Brian tersenyum simpul. Sepasang jelaga itu menatap Eren dengan sorot mata yang tidak dapat disimpulkan. "Naiklah dulu, akan aku ceritakan semuanya nanti," tutur Brian.

Mobil yang dikendarai Brian melaju membelah jalanan kota Seoul. Hening. Tidak ada satu pun dari mereka yang bersuara. Keduanya masih bergelut dengan pikiran mereka masing-masing. Brian masih fokus menatap jalanan di depan sana, sementara Eren dengan hal lainnya. Hanya terdengar suara mesin yang samar-samar.

Brian berdeham. "Aku sudah tidak bersama Ah Yeon lagi. Kami memutuskan untuk berpisah." Pernyataan Brian yang tidak disangka itu berhasil membuat Eren membulatkan mata. Brian melirik sebentar, memastikan bagaimana reaksi Eren ketika mendengar berita berakhirnya hubungan Brian dengan tunangannya. Pemuda itu tersenyum kecil, "Jangan heran, Eren. Sejak awal aku memang tidak suka pada keputusan orang tua itu," tukasnya.

"Tapi walau bagaimanapun mereka adalah orangtuamu. Mereka hanya ingin kamu bahagia." Eren menimpali.

"Kamu salah, Eren. Mereka memang bahagia, tapi tidak denganku," tutur Brian. Nadanya terdengar sedih di telinga Eren.

Percakapan mereka berakhir saat mobil yang mereka tumpangi bertepi di sebuah lahan luas dekat sebuah bukit. Brian sudah lebih dulu turun, diikuti Eren. Pemuda itu terkikik melihat Eren yang tersengal-sengal.

"Kenapa harus ke sini, sih?!" seru Eren. Nadanya terdengar kesal.

"Karena ini rumah kenangan kita?" jawabnya dengan nada bertanya.

Eren memiringkan kepalnya, "Rumah?"

"Seperti nama kamu." Brian tersenyum menatap Eren yang terlihat kebingungan. Pemuda itu lagi-lagi tertawa kecil melihat reaksi gadis di depannya yang semakin kebingungan. "Iya, nama kamu ... Querencia. Tempat untukku kembali pulang."

Eren tertegun mendengar penuturan Brian. Ia tidak menyangka akan mendengar hal ini dari Brian ... terlebih di hari ini.

Brian mendekat, mempersempit jarak antara dirinya dan Eren. Dari jarak yang sedekat ini Eren bisa dengan jelas menatap wajah tampan milik Brian serta senyum malu-malu milik si pemuda. Dua pasang bola mata itu saling bertemu. Pada awalnya Brian nampak ragu untuk angkat suara. Pemuda itu berdeham lantas berkata, "Aku berharap kamu dan aku akan menjadi kita ... seperti dulu."

Eren masih memilih untuk menutup rapat mulutnya. Mencoba bersabar dan menunggu apa yang akan dikatakan Brian selanjutnya. "Bukan maksudku untuk menjadikan kamu pelarian. Tidak ... tidak akan pernah! Karena sejak awal aku cuma mencintai kamu," tutur Brian mantap. Netra Eren mengelana, mencoba mencari celah kebohongan di mata jelaga milik pemuda di hadapannya. Nihil. Eren tidak menemukan itu di sana. "Aku serius, Eren ..."

Eren tersenyum getir. Gadis itu mengulurkan salah satu tangannya, menyentuh wajah Brian yang sejujurnya sangat ia rindu. Perpisahannya dengan Brian setahun silam masih tergambar jelas dalam ingatannya. Kala itu Eren menangis sepanjang malam. Eren tidak tahu saja, Brian juga melakukan hal yang serupa.

Berpisah karena orang ketiga memang menyakitkan, tapi nyatanya berpisah karena orangtua lebih menyakitkan lagi. Secara sepihak ayah Brian memutuskan untuk menjodohkan pemuda Kang itu dengan putri dari sahabat karibnya.

Brian meraih dan menggenggam lengan Eren yang ada di pipinya. Hening. Hanya terdengar suara daun bergesekan saat diterpa oleh angin. Tidak ada satu orang pun yang bersuara. Keduanya hanya saling menatap lamat.

"Bri, aku ..."

Senyum hangat Brian kembali menyapa Eren. Kedua tangannya menggenggam milik Eren erat. "Aku tahu ini terlalu tiba-tiba. Maaf, Eren," lirih Brian.

Wajah berseri Eren menyambut Brian ketika pemuda itu menatapnya. Jantung pemuda itu berdetak hebat menunggu jawaban dari gadis pujaannya.

"Aku takut semuanya akan berujung sama. Aku tidak mau kembali teruka seperti dulu," tutur Eren dengan raut wajah sedih. Kalau ditanya apakah Eren masih mencintai Brian, jawabannya tentu saja masih. Hanya saja Eren takut ... takut jika semuanya akan berakhir seperti dulu lagi. Ia takut akan kembali menelan pahitnya kekecewaan.

Tanpa menimpali perkataan Eren, Brian malah merentangkan kedua tangnnya lebar. "Peluk aku jika kamu percaya padaku."

Eren tersenyum simpul. Meski ragu, pada akhirnya gadis itu berhambur ke dalam pelukan Brian. Pemuda Kang itu tersenyum penuh kemenangan. Ia langsung memeluk Eren erat seolah tidak mau melepaskannya lagi. "Terima kasih, My Querencia," lirihnya.

Eren tersenyum manis dalam pelukan Brian. Dalam hati ia berdoa agar semua kebahagian ini tidak cepat berakhir.

"Tapi Bri, kamu bilang tempat ini seperti namaku. Maksudnya apa?" tanya Eren.

"Rumahku ... tempat aku kembali pulang." Brian tersenyum lalu mengecup kening Eren penuh kasih sayang.

Seperti namanya, Querencia, yang berarti tempat di mana kamu merasa aman. Sebuah tempat di mana serasa seperti rumah bagimu. Begitulah arti Eren yang sesungguhnya bagi Brian.

ROOM 4Onde histórias criam vida. Descubra agora