Chapter 99 - Stay Or Go? (Part 2)

6.8K 307 14
                                    

Tristan

Apa yang kamu lakukan, sayang?

Oh God.

Sebesar itukah kebenciannya padaku?

Ya, itu benar, aku baru mengetahui jika nomornya tidak lagi aktif. Aku bisa memaklumi itu. Yang menjadi pertanyaan besarnya adalah, aku menemukan posisi liontin itu. Liontin yang seharusnya mengalung sempurna di leher jenjangnya.

Tentu saja aku memutar ulang semua kamera di partemenku dan mengetahui apa yang dia lakukan di sana, semuanya. Dua kali dia mendatangi apartemenku itu. Oh God, bahkan aku tidak tega melihat rekaman dari kamera di semua titik di apartemenku. Lagi, dan lagi yang aku lihat hanyalah air matanya.

Damn you, Tristan.

Beberapa menit berlalu. 45 menit yang aku butuhkan untuk mencapai mansion ini yang sekarang terlihat jelas di depanku. Seperti biasa, aku sedikit merets sistemnya untuk bisa memasuki bangunan megah ini.

Itu bukan mansion yang dulu aku pernah datangi, mansion Malcolm yang ada di pusat kota di Switzerland. Mansion megah ini berada jauh dari perkotaan, tersembunyi dan hanya orang-orang tertentu yang menguasai lahan yang seluas itu. Dan aku tahu dengan pasti, masion ini milik Malcolm, dari data yang aku retas yang aku yakin sangatlah akurat.

Tanpa membuang waktu, dengan cepat aku keluar dari mobilku, oh no, red sport car milik kakakku lebih tepatnya.

One knock.

Two knock.

Aku mengetuk pintu besar itu. Bisa saja aku meretas sistem keamannya dan masuk dengan cepat, namun dia akan semakin marah padaku jika aku melakukannya. Bahkan sepertinya dia tidak ingin aku bertemu dengannya lagi dari tatapan penuh air mata yang dia berikan terakhir kali aku melihatnya, tiga hari yang lalu.

Three knock.

Belum sempat aku mengetuk untuk keempat kalinya, pintu besar itu terbuka. Bukan dia, bukan juga Malcolm. Aku yakin dia adalah salah satu staff yang bekerja di mansion ini.

"Apa ada yang bisa saya bantu, Tuan?" ucapnya dengan sopan saat melihatku.

"Apa Nona Mackenzie ada di rumah?"

Dalam detik yang sama, eksprsi kagetnya terlihat begitu jelas.

"Nona sedang keluar rumah," jawabnya cepat.

Okay, dia tidak pandai menyembunyikan ketidak jujurannya hingga terlihat jelas olehku.

"Tolong katakan padanya, aku menunggunya hingga dia keluar nanti," jawabku tanpa jeda.

"Dia tidak di rumah, Tuan."

Aku menatapnya datar, sesaat dia terlihat menunduk lalu menatapku lagi, entah apa yang terjadi dengannya, kini dia terlihat begitu gugup.

"Aku akan menunggunya," ucapku pelan.

Dia hanya mengangguk dan dengan cepat menutup kembali pintunya.

One hour.

Two hours.

Oh God, dia benar-benar marah sepertinya. Aku masih menunggunya di depan mansion besarnya ini.

4 PM sepintas aku melihat jam tanganku. Oh no, dua jam lagi aku harus kembali. Jika tidak, dia akan kecewa padaku, tentu saja karena aku tidak tidak bisa menepati janjiku padanya, kembali sebelum waktu dinner kami nanti.

Tidak sabar lagi. Jariku mulai mengulik ponselku. Satu yang aku lakukan, meretas sistem kemanan di mansion ini termasuk lay out dari bangunan besar ini. Dalam hitungan detik, semua yang aku ingin ketahui terlihat jelas di layar ponselku. Tanpa membuang waktu lagi, aku segera berlari menuju ruangannya, kamarnya lebih tepatnya.

The Enemy in My Bed - #hackerseries 2.0 [✅] 🔚Where stories live. Discover now