Chapter 63 - Will You Survive For Me?

4K 362 41
                                    

You're on top, I put you on top
I claimed you so proud and openly, babe
And when times were rough, when times were rough
I made sure I held you close to me

Girl, call out my name, and I'll be on my way girl
I'll be on my

Soundtrack : Call Out My Name
By : The Weekend




Tristan

God damn it.

Berkali-kali aku mengumpat keras dalam batinku. Jika terjadi sesuatu dengannya, aku tidak memaafkan diriku. Seharusnya aku menaruh curiga dari pertama peringatan signal ponselnya hilang, ya. satu setengah jam lalu sebelum dia berangkat ke Amstredam.

Atau, setidaknya aku meretas sistem keamanan bandara Amsterdam saat pesawat yang membawanya mendarat, bukan beberapa menit setelahnya.

Berharap aku tidak terlambat menolongnya.

Berharap tidak ada sesuatu yang buruk menimpanya, walau itu kecil kemungkinannya, dia tidak akan menekan panic button jika tidak dalam keadaan bahaya.

D*mn.

Langkahku semakin cepat, semakin lama semakin cepat hingga berlari tidak lagi berjalan. Satu tempat yang aku tuju sekarang. Tempat parkir. Bukan mengambil mobilku, tentu saja bukan.

Dengan cepat aku mengulik ponselku saat memasuki area parkir. Satu mobil, dua mobil, tidak ada satupun mobil di area di dekatku yang terhubung dengan internet yang dapat aku retas, hampir semua mobil yang parkir di kendalikan dengan sistem manual.     

Tidak menyerah begitu saja, aku masih berjalan cepat dan mencari mobil yang bisa aku retas hingga aku melihatnya. Sport red car dengan retractable roof yang terbuka. Baru saja memasuki area parkir. Dengan cepat aku meretasnya hingga mobil itu berhenti tiba-tiba.

"Jangan bergerak. Jangan berteriak," ucapku pelan, tepat di telinganya dengan pistol yang aku arahkan di pinggangnya.

Brunnet hair, blue eyes, peach lips. Tanpa mengatakan apapun dia menuruti apa yang aku katakan. Dia masih menatapku, entah apa arti tatapannya. Dia masih mematung, tidak bergerak dengan wajahnya yang begitu dekat dengan wajahku. Satu yang pasti, tidak ada sorot ketakutan di matanya, seperti dia sudah terbiasa dengan kejadian seperti ini. Tatapannya tidak teralih sedikitpun dariku, dia terus dan terus menatapku.

Tidak ingin membuang waktu, dengan cepat aku membuka pintunya. Seperti tahu apa yang aku minta, dia segera turun dari kursi kemudi. Masih, dia masih menatapku dengan tatapan yang tidak aku mengerti.

Pistolku masih aku arahkan padanya. Kini dia berdiri, masih mematung di depanku. Masih mendongak menatapku tanpa bersuara apalagi berteriak.

Tidak peduli apa yang terjadi padanya, dengan cepat aku memasuki mobilnya dan menutup pintunya.

"Siapa kamu?"

WHAT?

Tidak, aku tidak menjawab pertanyaannya yang dia ucapkan dengan ringan juga pelan. Tidak ada nada ketakutan di dalamnya.

"Akan kukembalikan mobil ini nanti," ucapku datar juga dingin.

Mata jernih berwana biru terang itu membulat sempurna mendengar apa yang aku katakan. Aku tidak lagi menodongkan pistolku ke arahnya. Sekali lagi, dia tidak berteriak.

"Siapa kamu?"

Masih pertanyaan yang sama. Sekali lagi aku mengabaikannya. Dengan cepat aku menghidupkan mesin mobil ini dengan ponselku tanpa melihat layarnya. Pandanganku masih tertuju padanya.

The Enemy in My Bed - #hackerseries 2.0 [✅] 🔚Onde histórias criam vida. Descubra agora