Chapter 58 - Do I Need To Shoot Him?

4.3K 337 15
                                    

Tristan

"RUN."

Teriakanku masih terdengar nyaring. Tanpa mengatakan apapun lagi, aku kembali berlari. Beberapa kali aku mengumpat dalam batinku.

Bukan hanya satu pintu yang ada dalam ruangan ini. Ya, ada satu pintu lagi, yang pasti itu pintu rahasia yang tidak terlihat di lay out bangunan ini yang aku retas.

Pintu rahasia di depanku yang aku tuju. Lariku semakin cepat saat kusadari pintu itu akan tertutup. D*mn, pintu rahasia ini memiliki batas waktu mungkin hanya beberapa menit, terlihat waktu sisa tiga puluh detik pada kotak digital di dekat pintu itu.

Aku yakin dibutuhkan sebuah kode rumit untuk meretasnya jika mereka bukan hacker handal. Sejenak aku berpikir, beberapa mafia yang keluar melalui tabung ventilasi hanya sebuah pengalihan. Buktinya Black Monkey juga beberapa bodyguard berhasil keluar melalui pintu rahasia ini. Sh*t.

"BAXTER, CEPAT."

Sepintas aku menoleh ke belakang, Baxter terlihat semakin dekat dengan posisiku. Kami masih berlari begitu cepat. Pandanganku beralih ke kotak digital itu, d*mn, sepuluh detik lagi pintu akan tertutup.

"CEPAT."

Lagi, suaraku masih tinggi, hingga kami berhasil keluar dari pintu rahasia  dan dua detik kemudian pintu kembali tertutup rapat.

DOR DOR DOR

Sh*t.

Serangan peluru tanpa henti ke arah kami. Luckily, kami berhasil menghindar, bersembunyi di sudut dinding. Ini bukan lorong yang sama, yang kami lewati sebelumnya. Oh, God, ini lorong yang berbeda walau aku yakin pintu keluar akan sama untuk menuju lift.

Lorong ini sedikit melingkar. Sepintas aku melihat Black Monkey di antara beberapa mafia yang berlari begitu cepat, berusaha melindunginya, yang tidak jauh posisinya di depan kami.

DOR DOR DOR

Tembakan kami mengenai beberapa bodyguard hingga mereka jatuh tidak bernyawa lagi. Baxter masih menembakkan pelurunya. Berapapun peluru yang dia tembakkan, mafia yang mati akan sama jumlahnya, tentu saja tidak ada satu pun peluru yang meleset, begitu juga dengan diriku. Kini, lima mafia tersisa. Pandanganku beralih begitu cepat, salah seorang bodyguard terlihat melepaskan sebuah pematik.

Holly sh*t.

"GRANAT."

Teriakanku kembali terdengar. Dalam detik yang sama, aku mendorong Baxter, hingga kami terhindar ledakan granat dengan asap mengepul yang menghalangi pandanganku. Beberapa kali kami berguling hanya menghindari ledakan itu.

DOR DOR DOR

Itu bukan tembakanku, juga bukan tembakan yang diarahkan ke arahku.

Baxter, ya, Baxter, dia terlihat menembaki tiga mafia yang masih bernyawa. Saat mereka mendekati pintu lift. Baru kusadari posisiku dekat dengan mereka. Tanpa pikir panjang aku kembali berlari, begitu cepat.

DOR DOR

Itu tembakanku. Tepat mengenai dada juga perutnya. Tidak, aku tidak menembak kepalanya, tidak ingin dia mati seketika. Beberapa informasi aku butuhkan darinya. Well, dia Black Monkey, tergeletak tidak bertenaga lagi untuk bergerak.

Umpatan-umpatan kasar terdengar seperti nyanyian sumbang.  Tatapan mengintimidasinya terlihat begitu jelas walau dia tidak dapat bergerak sama sekali. See, tipikal pemimpin pantang menyerah.

The Enemy in My Bed - #hackerseries 2.0 [✅] 🔚Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ