07. Mr. Manekin

9.5K 721 28
                                    

Sam tersenyum menyambutnya dan mengambil kertas itu. Dilihatnya satu persatu menu yang disediakan di restaurant.

Ada perilaku Sam yang aneh dimata Nancy yang jarang ditunjukkan atau mungkin tidak pernah dilihatnya selama mengenal Sam dan hal itu justru membuat Nancy terus memakinya dalam hati.

"Pesanlah," ujar Sam membuat semua lamunan Nancy buyar dan tentu Nancy kelabakan karena Sam mengagetkannya, apalagi ekspresi sinis yang ditampilkannya ke arah si pria. Cepat-cepat, Nancy pun langsung menetralkan mimik wajahnya.

"Eh? Samakan saja."

Sam menaikkan alis, namun dikesekian detik lagi ia mengangguk. "Ikan bakar dua porsi dan teh manis," celetuk Sam kepada si pelayan restaurant.

Mengangguk sarat akan mengerti, pelayan itu mencatat pesanan lalu segera melenggang pergi meninggalkan senyum ramahnya.

Nancy berdehem dan disambut tanda tanya oleh Sam dengan mengangkat alisnya.

"Um, sebenarnya ada beberapa pertanyaan yang ingin aku tanyakan. May i?" tanya Nancy, ragu.

Sam menghela napas, meski ia merasa feeling-nya tidak enak, tapi ia tidak mungkin mengabaikan Nancy yang jelas-jelas tengah duduk disampingnya dengan pandangan memelas.

"Tanyakanlah."

"Oke," ujar Nancy dengan bersemangat. "Tunggu sebentar." Nancy berdiri untuk pindah agar dapat menghadap Sam secara eksklusif dan tidak lupa membawa serta merta bantal duduknya.

Kelakuan konyol itu sontak membuat Sam menghela napas dan meredam api kekesalannya.

Setelah membenarkan posisi duduk dan menghadap ke arah Sam, Nancy membuka suara. "Mulai dari pertanyaan pertama. Tapi sebelumnya, boleh 'kan kalau aku memanggilmu tanpa embel-embel 'Sir', 'Mr', atau apapun itu."

Sam memutar bola matanya jengah kemudian kembali menatap si gadis dengan datar. Benar-benar abnormal. "Kau sudah melakukannya."

Nancy nyengir kuda mendengar jawaban itu. Ya, bagaimana bisa Nancy dengan bodohnya menanyakan hal yang jelas-jelas sudah ia lakukan bahkan tanpa seizin Sam.

"Lupakan, kembali ke pertanyaan pertama. Kenapa kau tidak membawa Nate kesini, bukankah dia sekretaris-mu? Sedangkan aku hanya seorang siswi yang hanya magang."

"Nate sedang aku tugaskan untuk hal lain. Dan alasanku membawamu cukup simple. Itu karena kau tidak memiliki pekerjaan yang penting dikantor."

Nancy menatap Sam dengan tatapan interogasi seraya memicingkan matanya. "Kau tidak sedang balas dendam, kan?"

Sam tersenyum menampilkan smirk khasnya. "Kau bercanda? Sungguh tidak ada gunanya jika aku melakukan hal itu."

Setelah mendengar jawaban dari Sam dan sesaat Nancy menatapnya untuk mencari kebohongan disana, Nancy kembali menetralkan wajahnya.

"Kau tidak percaya?" tanya Sam.

Nancy mengangkat bahunya sebagai jawaban. Ya, mau bagaimana lagi. Jika boleh jujur, sebenarnya Nancy berada dalam dilema antara percaya dan tidak percaya. Sebab apa? Sebab meski wajah dan ekspresi Sam terlihat meyakinkan sekalipun, Nancy ragu Sam berkata jujur. Karena biasanya pun, Sam memang selalu menampilkan ekspresi itu-itu saja.

"Baiklah, pertanyaan kedua. Kau memiliki orang tua yang tinggal disini?"

"Ya, ibuku asal sini. Sewaktu masih sekolah aku selalu berlibur ke Jakarta."

Nancy mengangguk paham. "Oke, selanjutnya,"

"Wait, apa pertanyaan tadi penting?" potong Sam ketika sadar dengan pertanyaan yang baru saja dilontarkan Nancy yang malah mengarah ke urusan pribadinya.

Sweet Psycho ✔Where stories live. Discover now