1.2. Abnormal Girl

18K 1.2K 17
                                    

Cklekk

Sam mendongak kala pintu ruangannya dibuka. Berlagak seolah ia memang benar-benar disibukkan oleh pekerjaannya, Sam hanya menampilkan ekspresi datar seraya menyimpan kertas dokumen ke atas meja.

Andrew menghampirinya dan berdiri diseberang meja membuat Sam semakin mendumal di dalam hati. Keinginannya hari ini tidak besar, melainkan hanya ingin agar ayahnya ini cepat-cepat pergi meninggalkannya.

Sam menghela napas dan mencoba untuk mulai membuka perbincangan. Jika ia yang tidak memulai terlebih dulu, sudah dipastikan jika Andrew akan menatapnya seperti itu, tatapan datar namun menyebalkan bagi Sam.

"Tidak ada masalah," Sam membuka suara.

Andrew menunjukkan smirk khasnya yang sialnya hal itu membuat Sam ingin sekali berdecak dan mengumpat. Ayah macam apa ini? Tersenyum kepada anaknya saja seperti kepada seorang musuh.

Setelah Andrew menunjukkan senyum menyebalkannya, ia berbalik membelakangi Sam kemudian berjalan ke arah jendela kaca besar yang dimana menyajikan pemandangan langsung indahnya kota New York.

"Peraturan baru apa yang kau terapkan, Sam?" tanya Andrew tanpa menoleh dengan sibuknya memandangi dan menjelajah keindahan kota.

Sam tidak bodoh dan pura-pura tidak mengerti ketika ayahnya bertanya seperti itu. Ia jelas tahu apa yang dimaksud ayahnya. Ya, pasti mengenai penerimaan magang seorang mahasiswi diperusahaan ini. Walaupun tak bisa dipungkiri jika Sam tidak tahu mengenai siapa yang memberi informasi itu kepada ayahnya, tetap saja jika yang ada dibenaknya adalah ketidakpedulian.

"Itu bukan peraturan. Tapi permainan strategi," balas Sam dengan gamblang. Tidak peduli apa yang nanti dipikirkan ayahnya.

Andrew mengernyit dan dikesekian detik setelah mencerna kata-kata putranya itu, ia membalikkan tubuhnya lalu menghampiri Sam yang tampak sudah siap dengan cecaran yang akan ayahnya keluarkan.

Andrew masih tetap sama dan di wakilkan dengan satu kata yaitu, angkuh. Lihatlah cara dia berjalan dengan santai namun tidak mengurangi daya tariknya. "Katakan, permainan apa yang sedang kau buat?" tanya Andrew dengan dagu yang sedikit ia naikkan. "Mencoba menguntungkan perusahaan oleh para mahasiswa yang hanya akan merepotkan?" kali ini Andrew menaikkan alis ditambah tatapan yang mengibarkan bendera peperangan.

"Ayah tidak perlu tahu," singkat Sam. Sungguh, ia sudah tidak tahan lagi dengan sikap ayahnya ini. Hal yang sekarang dipilihnya adalah memutuskan kontak mata dan beralih membuka serta membolak-balikan lembaran kertas dimejanya. Walaupun sebenarnya Sam tidak berminat membacanya, setidaknya membuka lembaran kertas dengan asal lebih menyenangkan dibanding bersitatap dengan Andrew.

Baru saja Andrew membuka mulut untuk menegur kelakuan Sam, tapi hal itu harus ia urungkan ketika pintu ruangan dibuka dan menampilkan sosok gadis dengan wajah manis yang menampilkan gurat penyesalan.

"Ah, ma-maaf, saya datang diwaktu yang tidak tepat, ya?" ringis si gadis.

Andrew menatapnya heran, sedangkan Sam hanya mendongak kemudian kembali menjatuhkan pandangannya kepada selembaran kertas yang sekarang dipangkuan tangannya.

"Siapa namamu?"

Bukannya menjawab, gadis yang dimaksud malah menengok kanan kiri lalu ke belakang hanya untuk memastikan bahwa pria yang berdiri itu bertanya kepadanya.

Andrew menghela napas. "Tidak ada gadis lain diruangan ini, Nona."

Pertanyaan itu berhasil membuat pipi si gadis merona sarat akan merasa malu. "Nama saya Nancy, sir."

Andrew mengangguk paham. Setelah melirik putranya yang tampak tidak peduli, Andrew sangat yakin jika Sam menyembunyikan sesuatu. Ya, pasti gadis ini adalah salah satu mahasiswi yang magang disini.

Andrew kembali menatap gadis yang sedang keheranan itu dan bertanya, "Boleh tahu posisimu sebagai apa?"

Deg.

Itu adalah pertanyaan yang paling berbahaya. Sekarang Sam benar-benar menyadari jika didetik ini jantungnya terasa mencelus dengan apa yang baru saja dipertanyakan oleh ayahnya. Dengan cepat, Sam menaruh kertas dokumen yang dipegangnya ke atas meja hingga menimbulkan suara yang berhasil membuat dua orang yang melakukan sesi tanya jawab itu teralihkan padanya.

Sam tidak sempat melihat ekspresi ayahnya, yang ia tahu setelah hal yang baru saja dilakukannya, Sam langsung berdiri melewati ayahnya dan berjalan ke arah Nancy.

Sam menatap Nancy lamat-lamat dengan jarak kurang dari satu meter dengan posisi membelakangi ayahnya. "Seperti yang ayah tahu jika perusahaan kita kekurangan staf divisi. So, gadis inilah yang menjadi staf baru kita," ucap Sam seraya mengedipkan sebelah matanya kepada si gadis.

Nancy yang dibuat keheranan karena benar-benar tidak menyangka jika pria menyebalkan ini ternyata benar atasannya, hal itu membuat Nancy membatu bingung mau menjawab apa. Ditambah potongan kejadian ketika ia menumpahkan kopi ke baju pria ini masih terputar jelas diotaknya.

Sam menajamkan matanya. "Jangan berpura-pura bodoh," bisik Sam dengan pelan.

"Apa?" tanya Nancy semakin heran.

Jujur saja, Sam sudah tidak tahan lagi untuk mengumpat. Namun tentu saja hanya bisa ia lakukan didalam hati.

"Jangan mencoba mengajaknya berkompromi, Sam."

Sam memutar bola matanya kemudian kembali menghadap ke arah ayahnya dengan malas.

"Aku tahu jika dia adalah gadis yang magang. Jadi jangan mencoba membodohiku," jelas Andrew.

Seharusnya Sam sadar sejak awal jika ayahnya tidak bodoh. Apalagi dibodoh-bodohi oleh anaknya sendiri.

"Iya, sir. Memangnya ada masalah?" Sekarang Nancy yang menjawab membuat Sam mendelik kepadanya.

"Sam! Apa-apaan ini?"

"Bisakah ayah tidak mempermasalahkan hal ini? Aku tidak merubah peraturan apapun. Lagipula hanya gadis ini yang magang diperusahaan kita. Aku menjamin ini yang terakhir," jelas Sam.

Andrew mendekati putranya, menatapnya dengan dalam. "Malam ini pulanglah ke rumah, ada yang ingin aku bicarakan."

Setelah mengucapkan kata-kata itu, akhirnya Andrew pergi. Sebenarnya Sam tidak menyangka jika ayahnya akan pergi secepat dari yang biasanya. Dan tentu ini bukan pertanda baik.

"Hai! Berhenti melamun diruanganku dan kerjakan pekerjaanmu," bentak Sam dengan nada yang naik satu oktap.

Nancy terperanjat dan langsung tersadar dari lamunannya. "Aku tidak tahu jika perkataanmu pada saat dilobby benar-benar serius. Untuk itu aku sungguh minta maaf."

"Aku tidak butuh maaf," balas Sam datar.

"Baiklah. Jika begitu aku tarik kata-kataku kembali," ucap Nancy kesal.

Sam mengernyit mendengarnya. Seumur hidupnya ia baru mendengar seseorang yang meminta maaf lalu menarik kembali ucapannya.

"Satu hal lagi. Sebenarnya aku kesini untuk meminta tanda tanganmu. Jadi, lupakan permintaan maaf tadi."

Sam hanya menatap Nancy dengan datar seraya menandatangi dokumen yang dibawa si gadis. "Jangan membuatku menyesal karena memperkerjakan gadis abnormal yang tidak tahu sopan santun pada atasannya."

"Setelah apa yang baru saja kau katakan, aku sedikit enggan menghargaimu meski kau atasanku disini."

Gadis itu pergi dan kembali menutup pintu dari luar. Sam hanya mampu terdiam saking kesalnya melihat kepergian gadis itu tanpa rasa bersalah.


***

Sweet Psycho ✔Where stories live. Discover now