Rei terus saja tersenyum, padahal wajahnya masih kelihatan sedih. Gadis itu, entah mengapa, hanya sangat bahagia melihat Dafa, mendengar pernyataan itu.

Entah kenapa responnya tadi harus terlihat menyedihkan. Menangisi dan menolak Dafa. Yang membuat Dafa jadi makin bersalah terhadap Rei. Gadis itu salah, ya, Rei sangat salah karena bersikap demikian. Tapi...

Rei tetap masih belum siap.

Meski celah-celah menerima kehadiran Dafa itu mulai terbuka.

Di dalam hatinya, Rei juga masih berusaha.

Berusaha untuk mengalahkan traumanya.

Dan masa lalunya.

@

Selepas menemani Rei beribadah. Dafa membawa gadis itu pulang kerumahnya.

Langit menyeruak gulita malam ditemani bulan dan beberapa bintang yang hampir pudar dilihat dari sini.

Jalanan masih tetap ramai. Suara gesekan ban mobil yang mencium aspal hingga deru mesinnya yang berteriak kencang-kencangan.

Di luar ramai.

Tapi...

Ada hening tercipta di dalam mobil.

Dafa tak mengambil alih lagi percakapannya. Takut dirinya kembali mengusik perasaannya. Semakin diusik, Rei semakin terluka. Daripada begitu, pria itu lebih memilih fokus ke jalan.

Sementara Rei yang duduk di sebelahnya juga tergugu kaku. Ia tidak ingin Dafa jadi tidak berminat lagi padanya. Entah apa yang diharapkan Rei hingga berpikir begitu.

"Ehmm, Daf..." Rei berkata sangat pelan. Hampir tenggelam di antara kericuhan suara jalanan malam.

"Lo manggil gue, Rei?" tanya Dafa yang ternyata punya telinga tajam.

Rei mengangguk pelan.

"Ehm, besok..." Rei mengulur-ulur kata-katanya. Seolah ada rasa malu. Tak seperti dirinya yang selalu blak-blakan bicara.

"Besok..." Rei masih kurang PD.

"Besok kenapa?" tanya Dafa makin dibuat penasaran.

"Mobil gue masih di bengkel. Kalo gak keberatan sih..." Rei belum sampai menyelesaikan kalimat itu.

"Gue sedia kok untuk jemput lo," potong pria itu dengan sumringah."Gimana, mau sekalian diajak main lagi?" tawarnya.

Rei sedikit malu-malu.

Dafa menatapnya. Wajah gadis itu menahan senyum hingga kelihatan merah delima.

"Mentang-mentang habis nolak gue lagi, lo bisa canggung ya? Enggak, enggak. Gue gak mau dejavu lagi. Mending, kayak temen aja, tapi ntar, bolehlah dilebihin. Gak maksa sih, cuman berusaha," ungkap Dafa yang mulai terbiasa mengutarakan perasaannya.

Rei akhirnya mengibaskan senyumnya.

"Ini pertama kalinya, seorang cowok berhasil ngebuat gue salah tingkah,"

@

Seperti layaknya seorang mama pada umumnya. Melihat anak gadisnya kelayapan sampai malam begini, apalagi tanpa pemberitahuan pasti, sudah jelas membuat mamanya uring-uringan.

"Kamu itu ya Rei, kemana aja sih? Sama siapa?" tanya mamanya dengan wajah kesal.

Keduanya duduk di ruang tamu.

Tiga Belas [COMPLETED]Where stories live. Discover now