Memori Suram

303 33 10
                                    


Tidak ada yang meragukan bahwa apa yang akan dilakukan Yanti nanti sangat berbahaya. Hidupnya adalah taruhannya. Namun, kecemasan bahkan ketakutan yang mereka bayangkan akan mereka lihat di diri Yanti tidak nampak. Sebaliknya, keadaan Yanti justru terlihat lebih baik dari sebelumnya. Kecemasan yang selalu menghiasi wajahnya selama ini, kini tidak lagi terlihat.

“Saya nggak tahu, Kak,” Yanti berkata, menjawab pertanyaan Indah yang mewakili keheranan teman-temannya. “Mengetahui kejelasan masalahnya memang sudah membuat saya lebih tenang. Setidaknya saya sekarang tahu apa yang harus saya lakukan. Dan saya merasa saya memang harus melakukannya. Kak Irma dan nenek sudah menjadi korbannya, akan jadi orang pengecut kalau saya sampai menghindarinya.”

“Kakak merasa ada kesan ... dendam?”

“Mungkin,” Jawab Yanti. Sudut bibirnya menyunggingkan senyum getir. “Sulit saya membayangkan bagaimana perasaan Mama selama ini. Kehilangan ibu dan anaknya di malam yang sama tanpa dia tahu kenapa itu bisa terjadi. Mama pasti sangat menderita selama ini. Terus menyalahkan dirinya atas kematian ibu dan anaknya. Siapa pun anaknya tidak akan mungkin bisa menerima melihat mamanya mengalami penderitaan sedalam itu.”

“Kalau sesuatu terjadi sama kamu, itu akan menambah penderitaannya,” ucap Adam.

“Itu nggak akan terjadi.” Yanti menatap Adam. “Aku nggak akan membiarkan itu terjadi. Aku nggak akan membiarkan Odelia atau siapa pun menyakitiku. Aku nggak mau melihat Mama terus menderita, apalagi sampai menambah penderitaannya.”

“Ketika kita akan melakukan sesuatu yang berisiko, keyakinan dan keteguhan hati memang sangat diperlukan. Kakak sangat bersyukur kamu sudah memilikinya.”

“Terima kasih, Kak.” Yanti tersenyum.

Semua ikut tersenyum. Melihat Yanti begitu yakin memang memberi mereka ketenangan, mengurangi rasa cemas mereka. Tidak terkecuali dengan Adam. Tapi, sungguhkah keyakinan Yanti bisa membuatnya tenang? Adam berusaha untuk itu, namun tetap saja akal sehatnya tidak bisa melakukannya.
Yanti hanyalah gadis biasa, dia tidak melihat sedikit pun yang bisa memberinya keyakinan bahwa Yanti akan bisa menghadapi bahaya yang mungkin terjadi di luar rencana yang sudah mereka siapkan. Dan bahaya itu hampir pasti ada. Tidak seorang pun bahkan Pak Dion sekalipun berani menjamin tidak akan ada kesalahan dengan rencana mereka. Mengetahui gadis yang dicintainya akan menghadapi risiko sebesar itu sendirian, tidak mungkin Adam akan bisa tenang.

Ini hari pertama setelah kemarin mereka semua bertemu dengan Pak Dion. Usai sekolah, mereka berkumpul di rumah Adam, tentunya minus mama Yanti dan Miss Voura yang harus bekerja. Rencana yang sudah disiapkan Pak Dion memang belum akan mereka lakukan, Pak Dion masih mencari waktu yang tepat untuk melakukannya. Dan menantikan datangnya waktu itu, bagi Adam seperti menantikan waktu eksekusi untuk dirinya sendiri. Sangat membuatnya tidak nyaman.

Indah bukannya tidak mengerti dengan keadaan adiknya, dia mengerti bahkan bisa ikut merasakan apa yang dirasakan adiknya. Tapi, apa yang bisa dilakukannya? Sama seperti Adam, dia juga tidak punya pengetahuan dan pengalaman apa pun menghadapi masalah semacam ini.

*****

Penampilan Miss Voura kali ini berbeda dengan penampilan kesehariannya yang tidak lepas dari dandanan ala gipsi. Kini dia berpenampilan tidak beda dengan ibu rumah tangga biasa, ditambah wig rambut pendek dan sebuah kaca mata bening. Wajahnya begitu dingin, berjalan tanpa memedulikan keadaan sekitarnya yang bagi orang normal jelas bukan sesuatu yang normal.

Miss Voura sedang berada di rumah sakit jiwa, rumah sakit di mana dulu dia pernah dirawat. Apa yang dia ingat dari tempat ini hanyalah pengalaman buruk yang tidak pernah ingin dia ingat-ingat kembali. Hanya ada satu alasan yang membuatnya mau kembali mendatangi rumah sakit jiwa ini. Alasan itu sedang dia datangi.

AFTER  KOMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang