Keabadian 3

883 61 12
                                    

"Saya tidak tahu bagaimana kejadiannya. Odelia hanya bilang pada saya, Yanti dan ... kakaknya." Pak Dion agak ragu mengucapkan kata terakhirnya, dia menatap Yanti lalu Mama sabelum kata itu akhirnya terucap. "Seharusnya sudah dia miliki sejak dulu."

"Mah?!" Yanti tidak bisa lagi menahan kebingungannya. Suaranya terdengar lebih keras. Cukup keras untuk membuat mamanya tersentak dan spontan menoleh menatapnya.

"Maafkan Mama ... maafkan Mama ...." Mama menangis penuh sesal.

"Jadi, benar. Jadi, benar saya punya saudara kembar?"

"Kakak. Dulu kamu pernah punya seorang kakak."

"Kakak ... saya dulu pernah punya kakak ...." Yanti menangis, meraih tubuh mamanya, lalu memeluknya erat.

"Namanya Irma. Namanya ada di depan nama kamu," Mama berbisik dalam pelukan.

"Kak Irma," Yanti berbisik lirih.

Selanjutnya, suara lirih dari isak tangis Yanti dan mamanya menjadi satu-satunya suara yang terdengar. Semuanya terdiam, terharu dan sedih di saat yang sama. Rina dan Sati bahkan ikut menitikkan air mata. Perasaan kedua teman dekat Yanti ini sebenarnya tidak jauh beda seperti yang dirasakan Adam. Untungnya dia masih menyadari dirinya seorang lelaki. Andai tidak, dia pasti sudah ikut menangis seperti Sati dan Rina.

"Sebenarnya bagaimana rencana Anda?" Adam berkata, memulai kembali pembicaraan yang terputus.

"Sophia sudah keluar. Yanti sudah menuntunnya keluar. Kini tinggal mempertemukan mereka dengan perantara Yanti."

"Anda mau Yanti bertemu dengan Odelia?!" Mama terkejut.

"Begitu prosesnya."

"Tidak. Saya tidak akan mengizinkan anak saya bertemu dengan iblis itu. Pasti ada cara lain. Pasti ada cara lain untuk menyelamatkan anak Anda tanpa harus membahayakan anak saya."

"Saya sungguh sangat berharap cara itu ada." Pak Dion menghela napas pasrah.

"Apa itu harus? Yanti harus bertemu dengannya?" tanya Miss Voura.

"Sophia saat ini seperti orang buta yang tidak tahu arah. Yanti, sebagai yang menariknya keluar, hanya dia satu-satunya orang yang bisa menuntunnya."

"Setelah itu? Setelah itu Odelia akan pulih seperti sedia kala. Kamu tahu sekuat apa dia saat dia pulih. Kamu benar-benar bodoh."

"Tidak, itu tidak akan terjadi. Sebenarnya untuk memulihkan kondisi dia sepenuhnya, Odelia tidak hanya membutuhkan Yanti, tapi juga kakaknya. Jika hanya Yanti, maka dia hanya akan dapat setengah dari energi jiwa yang seharusnya dia butuhkan. Tapi, saya juga yakin itu tidak akan terjadi. Sophia tidak akan membiarkan itu terjadi."

"Kenapa?" tanya Adam.

"Ketika Sophia tewas dalam penyerbuan massa, sebenarnya Odelia dapat membangkitkannya kembali. Tapi, Odelia tidak melakukannya. Ditinggalkan dan diabaikan selama puluhan tahun, menurut kalian bagaimana perasaan Sophia?"

"Menurut kamu dia tidak menyadari itu?" Miss Voura mempertanyakan.

"Tentu saja Odelia menyadarinya, tapi dia tidak punya pilihan lain. Kondisinya saat ini sudah mencapai akhirnya. Bisa dibilang, keadaan Odelia saat ini, hidup tidak mati pun tidak.”

Pak Dion mengarahkan sesuatu di tangannya ke layar LED. Tayangan rekaman keadaan Tiara seketika berganti. Kini layar LED itu memperlihatkan sosok seorang nenek tua yang sedang berbaring di atas tempat tidur. Rambutnya sudah memutih seluruhnya, kulitnya sangat keriput. Dadanya bergerak naik turun dengan cepat, lebih dari cukup bagi semuanya menyadari bahwa sang nenek butuh usaha keras hanya untuk sekedar mengambil napas.

AFTER  KOMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang