Janji

978 58 5
                                    

Kehidupannya pasca Koma yang sedang dijalani Yanti saat ini dirasakannya makin aneh saja. Namun, seperti orang linglung yang tidak tahu jalan, tidak ada yang bisa dilakukannya untuk menjelaskan semua keanehan itu. Amnesia yang dialaminya sungguh sudah melumpuhkannya. Usaha untuk mengembalikannya pun masih jauh dari harapan. Berharap bahwa dengan melihat keseluruhan rekaman akan membantunya mengingat kembali justru malah memberinya masalah baru yang lebih nyata dari masalah-masalah aneh yang sudah ada. Ya, lebih nyata. Gelang itu sudah membuatnya lebih nyata. Dia bahkan kini meyakini semua keanehan yang dialaminya dimulai sejak sebelum keberangkatannya di sekolah yang sialnya sejak itulah semua ingatannya menghilang.

Hanya dengan memikirkan semua keanehannya saja Yanti tahu itu sama sekali tidak membantu, namun saat ini memang hanya itu yang bisa dia lakukan, mengingat dan mengumpulkan kembali keanehan apa saja yang sudah dialaminya. Dimulai dari mimpi anehnya yang entah bagaimana bisa terasa begitu nyata seakan itu bukanlah sebuah mimpi, lalu gadis kecil yang pernah dilihatnya dalam mimpi yang mengaku bernama Tiara. Dilanjutkan dengan kemunculan gadis misterius di sekolahnya sejak hari pertamanya sekolah, gadis yang akhirnya dia tahu sebagai makhluk dari dunia lain. Mengejutkan sekaligus menakutkan memang, terlebih dengan fakta bahwa mereka pernah memakai gelang yang sama, gelang yang sudah cukup menjelaskan bahwa mereka memiliki hubungan. Siapa yang sudah memberikan gelang itu padanya? Itu juga masih tanda tanya besar. Sementara pertanyaan di mana gelang itu sekarang, Yanti hanya mendapatkan satu kemungkinan, mamanya.

Namun mamanya adalah masalah lain, menanyakan gelang itu pada mamanya sama saja mengakui jika dirinya masih melihat rekaman kecelakaan itu, satu hal yang sudah dia janjikan pada mamanya bahwa dia tidak akan melakukannya lagi. Membuat mamanya kecewa untuk kesekian kalinya sama sekali tidak masuk dalam resiko yang mungkin akan diambilnya, meski perasaan bersalah itu sudah dia rasakan sejak kedua temannya mencari alasan atau lebih tepatnya berbohong pada mamanya tadi pagi. Rasa bersalah itu kini terasa semakin besar menyadari bahwa orang yang sedang dipikirkannya kini sedang duduk menemaninya menonton TV.

Yanti sudah benar-benar lupa dengan pesan dokter dan mamanya bahwa dia masih tidak boleh terlalu lelah mengingat kondisinya masih belum pulih benar, namun ketika tiba-tiba kepalanya berdenyut nyeri dia segera ingat bahwa dia sudah terlalu keras berpikir. Rasa nyeri yang menjalar ke wajahnya membuat mamanya segera mengetahuinya.

"Kamu kenapa? Kepalanya sakit lagi?" tanya Mama cemas.

"Nggak apa-apa, Mah. Nggak terlalu kok," jawab Yanti.

"Kamu pasti kecapean tadi. Sebenarnya kamu dari pagi sampai sore tadi ke mana saja, sih?"

"Nggak ke mana-mana, kok, Mah. Cuma di rumah teman saja."

"Lain kali kalau keluar tidak usah sampe sore begitu kenapa, sih."

"Iya, Mah."

"Ya sudah, kamu istirahat saja sana. Jangan lupa selimutnya dibawa, dipakai."

"Masih sore, Mah. Mana bisa tidur." Yanti melirik jam dinding, pukul 20.26.

"Ya sudah, kamu tiduran di sini saja, nanti Mama bangunin."

Yanti menurut, dia memang butuh berbaring untuk meringankan rasa nyeri di kepalanya. Selimut batik yang sejak malam di mana terakhir dia bermimpi buruk di tempat yang sama di mana kini dia berbaring segera menutupi tubuhnya. Kain batik yang sejak saat itu juga bukan hanya menemaninya saat tidur di kamarnya, tapi juga saat dia duduk menonton TV. Mama yang memintanya begitu, satu dari sekian keanehan hidupnya. Ada apa dengan kain batik ini?

***

Harusnya dirinyalah yang parno, bukan kedua temannya. Tapi, begitulah kenyataannya. Di dalam kelas, di saat pelajaran sedang berlangsung, perhatian Rina dan Sati tidak pernah lepas lama dari Yanti. Begitu tatapan Yanti beralih ke jendela kelas yang ada di sampingnya, itu sudah seperti sebuah alarm bagi mereka berdua untuk segera tegang. Tanggapan Yanti masih sama, dia menggeleng. Ceritanya pada kedua temannya bahwa dia pernah dua kali melihat gadis misterius itu dari jendela kelas menjadi alasan kedua temannya itu tegang. Namun, kali ini Yanti memang tidak melihatnya.

AFTER  KOMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang