Wajah Dari Masa Lalu

611 46 7
                                    

Kebiasaannya setiap malam masih belum berubah. Di meja yang tidak jauh dari Yanti berada, dia sibuk mengerjakan sisa pekerjaannya. Yang berbeda kali ini hanya kenyataan bahwa dia sudah tahu apa yang dilakukan anak gadisnya hampir setiap hari sepulang sekolah. Bukan hanya tentang anak muda yang selalu menjemputnya di sekolah, informasi itu sudah sejak awal dia dapatkan dari beberapa guru yang sudah dikenalnya dengan baik. Keberadaannya di rumah lebih awal dari seharusnya hari itu juga karena dia ingin melihat seperti apa anak muda yang membuat Yanti mau diboncengnya. Namanya ternyata Adam, kesan pertama yang didapatkannya lumayan baik. Namun, lebih dari semua alasan itu, Yanti sendirilah yang membuatnya tidak terlalu khawatir. Dia dan mendiang suaminya sudah mendidiknya dengan baik hingga dia yakin Yanti tahu batasannya dalam berhubungan dengan lawan jenisnya.

Memikirkan bahwa anak gadis semata wayangnya sudah memiliki ketertarikan dengan lawan jenisnya selalu membuatnya tersenyum sendiri, sekaligus juga mengingatkannya bahwa Yanti kini sudah beranjak dewasa. Pesan dari mendiang suaminya agar dia menjaga dan merawat Yanti hingga detik ini masih bisa dilakukannya dengan baik. Hanya saja, sebulan terakhir pesan itu terasa sangat berat. Semakin terasa berat karena dia terpaksa menanggungnya seorang diri. Ya, terpaksa. Mau tidak mau keputusan itu yang harus diambilnya. Masalah ini terlalu rumit dan membingungkan jika tidak ingin dikatakan aneh untuk dia ceritakan pada siapa pun, tidak terkecuali pada Yanti sendiri yang seharusnya adalah orang yang paling berhak tahu.

Sebagai seorang ibu sudah seharusnya dia tahu bagaimana karakter anaknya, dan dia memang tahu. Anak gadis semata wayangnya ini sejak kecil memang sudah keras kepala, sulit mengalihkan perhatiannya ketika dia sudah tertarik dengan sesuatu. Tidak ada alasan apa pun yang membuatnya memilih mengabaikan semua itu selain untuk melindunginya, setidaknya dengan cara yang dia yakini. Menjauhkannya dari semua hal aneh dan membingungkan agar dia bisa menjalani hidup selayaknya remaja yang beranjak dewasa. Kesedihannya yang sebenarnya juga bukan hanya sekedar akting cukup membuat anak gadisnya itu bisa menahan diri untuk tidak bertanya macam-macam tentang segala kejadian aneh itu sehingga wajar jika dia berpikir bahwa harapannya itu sudah berhasil.

Kini, semua berubah. Beberapa hari yang lalu semua itu bermula. Keyakinannya bahwa apa yang dia pikir berhasil ternyata berarti sebaliknya. Beberapa hari yang lalu dia melihat Yanti dan Adam di rumah sakit, sebuah kebetulan karena saat itu dia juga sedang berada di rumah sakit menjenguk rekan kerjanya yang sedang dirawat di sana. Rasa penasarannya membuatnya mengikuti kemana Yanti dan Adam pergi. Ada rasa bangga di hatinya bahwa anak gadisnya ternyata adalah seorang yang peduli kepada sesama ketika tahu ternyata Yanti menjenguk cucu Pak Mul, petugas kebersihan sekolah yang juga dikenalnya. Dia sudah hampir beranjak pergi ketika rasa penasarannya kembali muncul saat melihat ekspresi keseriusan dari ketiganya. Rasa penasaran yang akhirnya membuatnya menguping pembicaraan mereka. Tidak ada yang menarik ternyata, mereka hanya sedang membicarakan mantan murid sekolah dulu yang bernama Odelia, Lastri dan... dia mendengar Pak Mul juga tidak tahu nama satu anak lainnya.

Keputusan yang terlalu dini ternyata saat dia menyatakan tidak ada yang menarik dari pembicaraan mereka karena dua hari setelahnya―di suatu sore, dia menemukan tiga buah kertas hasil print dengan foto di masing-masing lembarnya dari dalam laci meja belajar Yanti. Hanya satu lembar dengan satu foto yang langsung membuat seakan hari mendadak malam. Pandangan matanya mendadak gelap, tubuhnya seketika terasa lunglai yang membuatnya hampir saja terjatuh andai tangannya tidak segera meraih kursi meja belajar di depannya. Tangannya yang memegang selembar kertas bergetar, matanya nanar menatap foto seorang gadis cantik dengan nama Odelia. Nama itu memang terdengar asing baginya, tapi tidak dengan wajahnya.

Dia terduduk lemas di tepian tempat tidur, matanya masih menatap selembar kertas di tangannya. Meski berulang kali dia meyakinkan dirinya bahwa gadis di foto itu bukanlah gadis yang pernah dikenalnya, namun ingatannya selalu membantahnya. Odelia memang gadis itu. Tapi, bagaimana bisa?

AFTER  KOMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang