Part 62

587 39 10
                                    

Happy Reading teman-temaaan^^

***

Bintang Natha Humam, pria tinggi itu kaku duduk berdampingan dengan Bayu, ayah kandungnya sendiri. Selama tiga belas tahun, ia tidak pernah bicara lebih dari satu menit dengannya, tetapi kini, pria yang dipanggil Dad itu diam di sebelahnya, selama lima belas menit tanpa suara.

Sementara Bayu sendiri, ia terlalu kikuk untuk memulai pembicaraan darah dagingnya sendiri. Ia tidak menyangka akan dipertemukan dengan cara seperti ini.

Seharusnya, ia tak memanggil nama anaknya tadi. Sejak pagi, ia menelpon Sinta untuk menanyakan kabar Mary, sudah lebih dari seminggu ia kehilangan kontak dengan sahabatnya itu, bukan, lebih tepatnya Mary yang habis-habisan menjauhinya.

Ia datang petang tadi menunggu tepat didepan rumah Mary, berharap wanita itu keluar dan mau bicara padanya. Setelah menunggu tiga jam lamanya, bukan bertemu Mary, ia malah mendapati anak semata wayangnya tertawa lebar bersama Sinta. Ia tertegun, itu tawa pertama yang ia lihat dari Bintang setelah insiden pesta ulang tahun tiga belas tahun lalu.

"Dad, baik-baik saja?" tanya Bintang ragu-ragu.

Suara bass anaknya membuyarkan lamunan nya, "Hm, ya baik. Bagaimana denganmu? Dad kesini untuk—"

"Menemui tante Mary, kan?"

Bayu menangkap nada tak suka dari cara bicara Bintang, dan ia tahu alasannya.

"Ya, untuk meluruskan sesuatu."

"Cantik, anggun, penuh perhatian, mandiri dan penuh kasih sayang. Itu alasan Dad menyukai tante Mary kan? Hal yang tidak dimiliki mommy. Karena itu, setelah menemukannya setelah belasan tahun berlalu, Dad mengejar tante Mary lagi dan akhirnya meninggalkan Mommy kan?"

"Nak, bukan—"

"Aku tahu semuanya, Dad—setelah melihat album foto dirumah. Aku tahu kau menyukai tante Mary sejak kalian di universitas, tetapi kau tidak ingin merusak persahabatan antara Dad, tante Mary dan almarhum Om Panca."

Bayu tidak berusaha mengelak, ia mengakui kalau semua itu memang benar. Ia melirik anaknya yang sudah beranjak dewasa, bahkan tinggi mereka pun sama. Banyak hal yang ia lewatkan selama ini, ia terlalu sibuk membenci istrinya, dan melampiaskannya pada Bintang, anak malang yang tahu apa-apa.

"Maaf,nak." Kata Bayu kemudian menyentuh lengan anaknya. Namun, Bintang langsung menghempasnya, bukan tak ingin, tetapi tangan dadd-nya langsung mengenai luka dibalik jaketdemografinya. Bayu menghela, penolakan dari Luna memang sudah biasa, tapi ketika itu di terima dari anaknya, jauh lebih menyesakkan. Selama ini, ia terlampau tidak peduli, kehadiran Bintang dahulu benar-benar seperti bencana besar baginya, ia mencintai Mary, tapi ia tidak bisa jadi pengecut karena perbuatan bejat-nya pada Luna.

Dan, ketika anak polos ini mendengar semuanya saat umurnya masih sangat kecil, ia sadar ia telah gagal menjadi seorang ayah. Sejak itu, ia menuruti keinginan bintang, menjauhkan dirinya sendiri dari anaknya. Waktu pun membuatnya sempurna, tahun berganti dan celah yang ia buat sendiri bertransformasi menjadi tebing raksasa yang tak dapat di tembus kekuatan apapun. Tebing itu menghalanginya rasa kasih dan cinta antara ia dan anaknya sendiri.

"Daddy tahu, kalau kamu—"

"Apa? Apa yang Daddy tahu tentangku? Tidak satupun! Jadi berhentilah mencoba dekat denganku. Kau tidak pernah melakukannya sejak aku lahir."

"Pesanan datang!" seru Sinta tiba-tiba muncul diantara mereka.

Ia menghela lelah dengan kedua tangannya menjinjing kantung keresek berlogo ayam yang memakai topi tinggi layaknya seoarang chef. Bintang berderap dan membantu Sinta membawa kantung kereseknya.

Mereka bertiga membuat lingkaran kecil diatas dipan kayu berukuran 2m x 1,5 m yang tingginya tidak sampai 50cm. ditengah, tiga porsi ayam goreng melambai-lambai menggoda ingin segera disantap. Sinta menyadari kecanggungan yang terjadi diantara Bintang dan Om Bayu. Ia mulai menyantap bagian paha yang menantang itu, tapi mereka berdua masih enggan.

"Aku membelinya dengan uang jajanku dua hari. dan, hari ini aku belum makan siang." Ujar Sinta.

Mendengar itu, Bintang dan Bayu langsung mengambil potongan ayam yang lain dan menyantapnya dalam keheningan.

"Mama lagi gak ada, om, lagi ke luar kota, besok mungkin sampai." Kata Sinta lagi, berusaha memecah hening. Bayu mengangguk, "Pantas saja. Jadi selama mama-mu pergi, kau dirumah sendirian?"

"Ya, tapi itu sudah biasa kok. Lagipula Sinta punya tetangga-tetangga yang siaga, termasuk dia." Jawabnya merujuk ke Bintang dan Bisma. Sebelum pergi pun, ia mengabari Mang Ujang, sampai meminta satpam kompleks untuk berjaga lebih ketat di area rumahnya. Sinta menolak semua itu, berdalih ia sudah besar dan tidak perlu penjagaan ketat. "Akujuga tidak pernah lupa mengunci semua pintu dan jendela sebelum tidur."

"Syukurlah..Em, bagaimana dengan pengobatanmu?"

"Lusa Sinta akan cek up lagi." Balas Sinta.

"Mau om temani?" tawar Bayu.

"Sinta hanya akan pergi denganku." Sela Bintang. "Dad sibuk, bukannya anak perusahaan cabang Malang sedang krisis, kenapa Dad tidak keluar kota saja dan menyelesaikannya?"

Sinta menyenggol Bintang sambil memberinya tatapan menyeramkan. Tapi, Bintang tidak peduli. Tak di sangka, Bayu tersenyum tipis, "Kau ternyata tahu krisis perusahaanku juga, ya."

"Tentu saja aku tahu, tidak seperti seseorang yang ku kenal." Sindirnya.

Sinta mengambil potongan ayam ketiga-nya, dan memakannya dengan lahap. Ia perhatikan dua pria di hadapannya dan bertanya-tanya, apa hubungan ayah dan anak selalalu seperti ini? Ia sering dengar cerita Fiona yang juga seirng bertengkar dengan ayahnya. Tapi setidaknya mereka masih memiliki ayah, kan?

Tiba-tiba Sinta tersedak. Bintang langsung panik, dan mengambil air di dapur, dan kembali dengan kecepatan cahaya. Sinta menenggak airnya sampai habis, dan menyentuh tenggorokannya yang sakit. Bintang mengusap punggung Sinta, "Kau baik-baik saja? Sudah kubilang kan kalau makan hati-hati, kau sering sekali tersedak."

Bayu melihat hal menarik itu tak bisa menahan diri untuk bertanya, "Kalian pacaran?"

Wajah Bintang memerah, tetapi Sinta malah menyantap potongan ayam yang sempat ia jeda tadi, "Ngga, Bintfaang memfang febgitu.." jawab Sinta dengan mulut penuh.

Bintang mendelik, "Makan dulu, baru bicara."

Waktu berlalu, meski Sinta tidak berhasil membuat suasana ayah-anak itu menghangat, tapi setidaknya jauh lebih baik, ia membuat dua pria dengan ego tinggi itu berada di tempat dan waktu yang sama selama tiga jam. Ia mengusap perutnya yang penuh, dan waktu sudah malam dan dingin.

"Ini sudah larut. Kau tidak berniat pulang?" tanya Bintang dengan maksud lain.

Bayu melirik jam tangannya. Padahal baru jam 9.

"Yaa, berhubung ini sudah larut, dan kebetulan aku tidak membawa mobil, dan angkutan umum juga sudah tidak ada, gimana kalau om nginep dirumah kamu aja, Sinta?"

Mata Sinta berbinar. Ia baru saja hendak berseru setuju, Bintang terlanjur menyela marah, "Hei! Bagaimana kau bisa menginap saja berdua dengan Sinta? walau dia kecil, dia sudah dewasa!"

Sinta mencubit perut Bintang, "Kenapa kau gak sopan begitu pada ayahmu sendiri sih! Om, menginap saja di rumahku, ya! Mama juga pasti gak akan keberatan!"

Bintang melepas tangan Sinta darinya. "Kalau begitu, aku juga akan menginap!"

***

hai! selamat sore teman-teman!

terimkasih bagi para pembaca yang masih setia mengikuti cerita hasil imajinasiku ini^^

semoga bisa menghibur..

Tunggu next part nya yaa :)

Fate In You (COMPLETED)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu