Part 34

708 45 6
                                    

"Sinta fokus! Oper!"

Sinta mendriblle bola dan menghindari lawan mainnya dengan gesit. Detik sebelumnya bola masih dalam kuasanya, tapi sekarang ia tak memilikinya lagi. Lawannya sudah merebut dan melemparnya masuk ke dalam ring.

Tapi sebelum semua itu terjadi, Sinta sudah kembali mengambil alih bola dan melempar bola dari luar jarak three point. Bahkan lawan mainnya sampai terkejut karena Sinta hari ini bermain dengan sedikit keras.

Nice shot! Lemparannya masih jadi yang terbaik. Sinta menyeka peluh di dahi, dan menggigit bibir. Pinggangku sakit.

"Istirahat!" terdengar bunyi peluit Pak Irman, pelatihnya.

Sinta menghempaskan punggung di bangku, meraih botol air mineral. Ia nyaris menenggak habis isi botol, gerakan cepat sebuah tangan merebut airnya, dan meminumnya sampai setengah tersisa.

Sinta menghela, memandangi Bisma yang tersenyum tanpa dosa padanya. ia memilih bangun dan pergi.

Bisma menahan lengannya, "Kenapa? Kau masih marah?"

"Karena kau mengambil minumku? Tidak. Karena kau meragukanku? Iya." Sinta melepas tangan Bisma darinya. "Tenang saja, aku akan meyakinkanmu kembali. Aku sudah meyakinkan Pak Irman."

Sinta setengah berlari ke tengah lapangan basket dan mulai latihannya sendiri. Bisma sadar betul kenapa Sinta seperti itu, dan gadis itu tidak terlalu bodoh menyadari apa yang terjadi antara ia dan Bintang.

Dan, ia tahu sikap yang ia ambil salah. Tapi, melihat Sinta jauh lebih membutukan orang lain ketimbang dirinya, ia kesal sekali.

***

"Panas."

Sinta bergumam setelah turun dari bis dan duduk di halte. Ia merogoh tas dan meneguk air mineral yang selalu ia bawa di tas sekolahnya. Ia mengipasi wajahnya dan melirik jam di pergelangan tangan. Hari masih siang, dan ia belum ingin pulang ke rumah.

Setelah latihan basket tadi, ia langsung cepat-cepat berkemas, menghindari Bisma yang berniat mengajaknya pulang.

Untuk beberapa saat, ia benar-benar butuh waktu sendirian, tanpa satu orang pun bersamanya, entah Bisma, Fiona, bahkan Bintang.

Bintang ya.. Sejak hari itu, ia tak pernah lagi bertemu dengannya, pagi siang, apalagi malam, meski lampu kamarnya selalu menyala.

Sebetulnya, ia merasa tidak yakin setelah pertengkaran mereka, akankah ia berlebihan? Bagaimana pun Bintang melakukannya demi dia. Sinta sungguh bingung, yang pasti Bintang benar-benar menepati janjinya pada Bisma, pria itu sungguh-sungguh menjauhinya.

"Kau kesal karena Bintang melakukannya untukmu agar kau tetap bermain basket, atau karena Bintang yang menjauhimu?"

Sinta mengdengus kesal, ia lebih kesal karena tidak menemukan jawaban atas pertanyaan Fiona.

Sinta bangkit sambil menepuk-nepuk pipinya, dan melangkah gontai di trotoar yang cukup ramai.

Tiba-tiba langkahnya berhenti, banyak yang sudah ia temui di jalan khusus pejalan kaki ini, tapi ia benar-benar seperti baru melihat seseorang yang ia kenal. Sinta menoleh ke belakang, dan ajaibnya, orang itu juga membalikkan badannya.

"Kamu?" orang itu menautkan alisnya.

"Kau orang jahat itu kan?" terka Sinta spontanitas. Orang itu nampak tersinggung. "M-maksudku, kau.. Mantannya Bintang?"

"Aku punya nama." Katanya dingin.

Sinta menaikkan alisnya. "Baik, Indah."ujar Sinta malas. Mood nya sedang tidak baik, kenapa juga ia bertemu dengan orang ini? Mengacaukan hariku saja.

Fate In You (COMPLETED)Where stories live. Discover now