Part 4

1.9K 114 5
                                    

Rumahku istanaku.

Tak terhitung banyaknya orang yang mengatakan hal seperti itu di dunia ini.

Bagi orang yang menganggapnya begitu, rumah merupakan tempat terindah yang menciptakan kebahagiaan. Karena disana terdapat ketenangan juga kasih sayang dari anggota keluarga.

Prang!

Satu pecahan barang beling terdengar tak sampai lima menit Bintang sampai dirumah.

Dengan hanya memasuki rumah Bintang, semua orang akan tahu apa pandangan pria itu terhadap rumahnya. Sebuah tempat penuh kebencian, juga kepedihan. Seperti neraka.

Bintang memasuki kamarnya dengan santai, seolah suara tadi hanya berupa ilusi saja. Seperti sebuah kebutuhan pokok, Bintang tidak hanya melihat pertengkaran itu terjadi tiap hari, namun tiap saat. Seperti mandi dua kali sehari, dan makan tiga kali sehari.

Dari dalam kamar, suara itu masih sayup-sayup terdengar. Entah kapan awal mula semua perselisihan itu terjadi. Pertengkaran antar dua orang yang dulunya sempat mengikat janji suci di depan Tuhan, bersumpah akan hidup damai dan saling mencintai, menerima semua kekurangan dan perbedaan.

Bintang menghempaskan tubuhnya keatas kasur. Menatap langit-langit kamar yang nampak kosong. Tanpa persetujuannya, semua cacian itu masuk ke gendang telinganya. Diserap kedalam otaknya, dan tiba-tiba membuat hatinya perih.

Ia cepat-cepat menghilangkan perasaan itu, lantas mendekati meja mengambil beberapa tumpuk buku, dan mulai membaca halaman per halaman.

Orang pikir, Bintang adalah anak yang di penuhi berkah sejak kecil, lahir dari keluarga kaya raya, berparas tampan dan di karuniai otak jenius. Namun, hal tersebut didapat sebagai upaya pelampiasan terhadap peperangan orangtuanya. Bukan obat-obatan dan narkoba, dia meluapkan kekesalan dan hal yang terpendam di hati lewat belajar yang membawanya menjadi mahasiswa Sastra Korea terbaik di kampus.

Lantas, haruskah ia berterimakasih pada Ayah dan Ibunya?

Setelah dua buku ensiklopedi ia tuntaskan, ia mengalihkan pandang pada tembok didepan. Dinding putih penuh kenangan yang ia jaga baik-baik. Bintang menempelkan semua memori dengan Indah disana. Dimulai ketika pertama perkenalannya, sampai kencan terakhir mereka.

Tanpa aba-aba, Bintang mencopot semua foto psstcard penuh luka itu dan tak satupun yang disisakan. Ia buang semua perjalanan cintanya dengan Indah. Setelah dirasa cukup, Bintang kembali ke kursinya.

Ia meraih amplop berlogo rumah sakit dari dalam dompetnya. Sinta Dasha Sanjaya. Bintang kembali mengingatnya. Anehnya, setiap ia melihatnya, ia terus teringatkan pada Indah. Dan, semakin Bintang menatap jauh kedalam matanya, ada hal yang ia tak tahu, namun begitu membuatnya penasaran.

***

Matahari perlahan naik. Sinarnya memantul ke kaca jendela.

Kau pulang hari ini?Maaf tak bisa menemanimu. Aku tidak boleh meninggalkan ulangan Biologi. Sepulang sekolah, aku akan kerumahmu, oke!

Sinta menaruh ponsel di atas kasur mengabaikan pesan dari Fiona. Setelah dokter memeriksanya kembali pagi tadi, Sinta sudah diperbolehkan pulang. Ia hanya perlu ke rumah sakit tiga hari sekali untuk mengganti perban. Sekarang, ia sedang menunggu kedatangan Ibunya yang akan menjemput.

"Sinta Dasha." panggil seorang.

Seorang mendekat. Kali ini, Sinta lihat penampilannya jauh lebih rapi daripada sebelumnya. Jeans, kaos polo dan jaket kulitnya, dan rambut yang sampai ke kedua alisnya, tak jauh berbeda seperti anggota Boyband Korea Selatan.

Fate In You (COMPLETED)Where stories live. Discover now