Part 52

712 35 6
                                    

Bintang duduk di bangsal sembari luka-luka di pergelangan tangannya di bersihkan oleh dokter. Ia melirik dari balik gorden tipis, Sinta berbicara dengan dokter yang menanganinya—Dr. Willy.

Selagi Dokter Bhanu—residen tahun pertama fokus membersihkan luka Bintang dengan antiseptik, ia berusaha mengajak Bintang mengobrol.

“Ini pasti sakit, kau menahannya dengan baik.”

“Tapi bukannya ini tugas perawat?” tanya Bintang.

“Apa dokter hanya menangani luka besar dan operasi saja?” dokter tersbut beretorika.

“Beberapa luka yang terlalu dalam akan berbekas. Kau menahannya dengan baik.” lanjutnya.

“Jujur saja, lebih sakit saat dokter mengobatinya sekarang.” Bintang meringis kecil.

Dokter itu tersenyum tipis, “Setelah sekian lama, kau akhirnya memutuskan untuk mengobatinya ya?”

Bintang menatap dokter itu.

“Aku mendengarnya dari Dr. Willy.”

Dokter Bhanu menunjuk seseorang yang sedang berbicara dengan dengan Dr. Willy,  “Apa karena gadis itu? Gadis yang sedari tadi kau perhatikan. Dia pacarmu?”

“Aku sangat menyukainya, tapi aku ditolak lebih dari tiga kali. Apa aku mati saja ya?”

Dokter tersebut mendongak, “Asataga! Tapi kau masih hidup? Jika itu aku, aku pasti mati karena malu.” Serunya.

Bintang tersenyum, “tapi aku tidak akan menyerah.” Ia memandang Sinta yang masih berbicara dengan dokter Willy, gadis itu menoleh dan menatapnya nanar, Bintang melemparnya senyuman manis. "Dia pasti sedang khawatir sekarang dan berpikir aku bisa mati kapan saja karena ketergantungan itu. dan berpikir, ‘kalau tahu begini, harusnya aku terima saja dia kemarin’.”

Dokter melilit pergelangan tangan Bintang dengan perban. “Jadi kau senang sekarang?”

“Tidak. karena aku yang khawatir.” Bintang berujar pelan.

Dokter itu menatap Bintang yang masih memandang Sinta dari jauh. “Sudah selesai. Kembali kesini setiap tiga hari sekali untuk mengganti perbannya, akan kuberikan resep obat.”

“Boleh aku mengganti perbannya sendiri dirumah?”

“Tentu saja, nanti sekalian saya tuliskan bersama resepnya. Kau sepertinya kuat tapi usahakan tidak terkena air dulu agar lukanya cepat kering.”

Bintang mengangguk paham. Sinta membungkuk berterimakasih pada dokter Willy kemudian menghampiri Bintang.

Ketika gadis itu datang, Bintang langsung mengaduh kesakitan dan menyangga lengannya dengan lengan yang lain. Sinta bergegas dan panik, “Aduh, apa itu sangat sakit?”

Dokter Bhanu tersenyum melirik Bintang, “Tolong perhatikan Bintang dan jangan lupa mengingatkan pada obatnya. Saya permisi.”

Sinta membungkuk dan berterimakasih pada dokter, lalu memberikan seluruh perhatiannya untuk Bintang. Diam-diam, pria jangkung itu tersenyum lebar, melihat Sinta mengkhawatirkannya tidak buruk juga.

***

Bintang melirik Sinta berkali-kali, melihat gadis itu mengkhawatirkannya memang membuat ia senang, tapi bukan berarti membuat Sinta nampak murung sedari tadi.

Lihat, ia bahkan tak sadar dirinya sudah sampai di depan rumah.

Bintang menarik lengan Sinta, membuat mereka berhadapan. Matanya bersitatap dengan kornea coklat terang itu. Cukup lama, sampai Sinta membangunkan ia dari lamunan.

Fate In You (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang