Part 3

2.1K 127 13
                                    

"Sinta sadar lebih cepat dari yang kami perkirakan. Tapi, tetap harus beristirahat. Besok pagi, kita akan melakukan scan dan pemeriksaan lebih lanjut."

Sinta tidak begitu yakin apa yang menimpa dirinya, mengapa ia berbaring dibangsal rumah sakit,mengapa wajah Dr.Jo begitu berbinar melihatku bangun, dan orang asing yang pertama kali ia lihat. Yang terakhir diiingat Sinta hanyalah suara teriakan Fiona. Tetapi, begitu ia lihat ekspresi terharu pria asing itu, Sinta yakin ia mengenalnya.

Selama ini, ia berada disuatu ruang besar yang begitu asing. Sinta kebingungan, ia kalut dan nyaris merengek, namun kemunculan seorang pria yang tiba-tiba membuat hatinya tenang, dan selama itu pula pria itu selalu menemani-nya melewati satiap sudut mimpi tak masuk akal itu.

Dan orang itu, dia.

"Maafkan aku."

Bintang menunduk karena Sinta terus menatapnya dengan tatapan yang tak ia pahami. Mungkin saja, gadis ini langsung membencinya atas apa yang ia lakukan. Pasti.

"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" suara Sinta serak.

Bintang hening. Untuk beberapa saat keduanya hanya saling menatap satu sama lain, tanpa bicara, hanya terus memandang. Dengan selang yang masih melintang horizontal dibawah hidung Sinta, Bintang sungguh dibuat tak nyaman.

"Apa itu tatapan bencimu pada seseorang?" Bintang jengah.

"Apa maksudmu?"

"Aku.. aku orang yang membuatmu koma selama dua minggu ini, aku yang menabrakmu sore itu, kau harusnya membenciku."

Sinta tiba-tiba merasa kosong.

Dua minggu?

Suasana tiba-tiba berubah jadi lebih hening dari sebelumnya, sampai kemudian Sinta bertanya kembali, "Mamaku.. dimana?"

***

"Pemulihannya berjalan cepat. Karena kau adalah remaja yang aktif, otot-otot yang tak digunakan selama dua minggu mudah dilatih kembali. Tetapi mulai sekarang, kau harus benar-benar mengurangi kegiatan ekatrakurikuler basket-mu."

Basket. tiba-tiba Sinta rindu akan hobby-nya itu. Ia tak sabar untuk kembali dan bermain basket bersama Bisma dan seluruh tim-nya. Diawal semester akhir nanti, sekolah akan mengadakan turnamen, Sinta harus cepat sembuh dan mendribble bola kembali.

"Karena kecelakaan itu, kamu kehilangan ginjal kananmu. Jadi-"

"Apa!?" Sinta menegapkan punggung dengan mata membelalak kaget. Tiba-tiba perutnya terasa sakit.

"Maafkan kami. kecelakaan itu mengharuskan kami mengangkat ginjalmu, akan ada masalah besar jika kami tidak melakukannya. Untuk itu, Sinta harus mengurangi aktifitas, terutama basket."

Penjelasan dokter Jo melewati gendang telinganya begitu saja, tanpa satu suara pun yang dicerna otak. Tak ada masalah yang lebih besar daripada hidup dengan satu ginjal. Bagaimana ia akan bertahan menjadi tim inti basket jika hanya dengan satu ginjal saja? rasanya begitu menyakitkan.

Sinta keluar dari ruang dokter dengan air mata yang menggenang. Tangannya lemas dan bergetar.

"Apa kata dokter?"

Sinta mendongak menatap pria yang jauh lebih tinggi darinya. Pikirannya kalut dan penuh tanda tanya besar. Tentang.. Kenapa seorang yang menjaga dirinya di tempat aneh itu justru orang yang membuat ia menderita begini? Bagaimana dengan mimpi-nya sekarang?

"Ada apa dengan wajahmu?Apa yang dokter katakan-"

Bintang paham ekspresi wajah Sinta yang terlihat begitu terluka. Lalu, ia menyaksikan air mata Sinta jatuh, bermula setetes, detik berikutnya jadi beranak sungai.

Fate In You (COMPLETED)Where stories live. Discover now