Part 26

844 40 5
                                    

Ketika satu hal kecil bersarang dalam benak, hal tersebut akan mengganggu dan berakibat pada turunnya mood seorang, dan percayalah mengembalikan mood tidak semudah membujuk Sinta, menyuapnya dengan sebuah apel merah.

Hal itu yang ada dipikiran Bisma saat ini, bukan detik ini saja, detik sebelumnya bahkan beberapa hari sebelum hari ini, namun kali ini puncaknya.

Dari semua dugaan, satu hal yang ia yakini, bersama tak membuatmu mengetahui sisi tersembunyi seseorang, itulah yang ia rasakan tentang Sinta. Tumbuh bersama selama belasan tahun tidak membuat ia lantas tahu rahasia terbesar apa yang sahabatnya pendam selama ini.

Kesal? Tentu, dan marah sekali. Pasalnya, ada orang asing lain yang jauh lebih perasa yang mampu melakukan hal yang selama ini ia ragukan, menghibur Sinta.

Sinta.. kenapa ia begitu naif? Ceria? apakah semua canda hanya topeng lukanya saja? Atau memang gadis itu lebih mempercayai Bintang?

Ponselnya berdering, dering khas yang dikhususkan ketika Sinta yang memanggil
.
"Halo." Suara Bisma terlampau datar daripada golakan emosi di hatinya.

"Kemana saja kamu huh? Kata Arga kamu gak masuk, kenapa? sakit? Aku jenguk ya, kebetulan Fiona disini-"

"Aku gak sakit." potongnya.

"Ah, begitu? Em ya, kenapa kau tidak datang sore itu? Aku menunggumu lama sekali. Bisma, kau harus menebusnya! Malam ini, datang ke lapang basket, dan jangan sampai telat-"

"Maaf Sinta, aku tidak bisa bermain denganmu. Aku sibuk."

"Oh.. yasud-"

Tut..tut.. panggilan terputus.

Bisma melempar ponsel ke atas nakas, meremas rambut dan memejamkan mata kuat-kuat.

Diseberang telepon, Sinta pasti sedang menggomel karena ia menghentikan panggilan begitu saja, ia yakin sekali.

Karena, apa yang tidak ia ketahui tentang Sinta? Ah, ada satu hal. Fakta bahwa Sinta bersandar pada Bintang untuk melepas kesedihannya, atau Bintang yang lebih berani melakukan hal yang seharusnya ia lakukan sebagai sahabat. Terlepas dari itu, kenapa harus Sinta yang mengalaminya? Kenapa sahabatnya?

"Dia gadis rendahan! Menolakku didepan semua orang! Dia tidak tahu siapa yang dihadapi-"Bugh!

"Jangan pernah panggil Sinta dengan sebutan itu, sekali lagi atau aku akan menghabisimu!"

"Apa urusannya denganmu?"

"Sinta sahabatku.. dan manusia rendahan itu.. kau!"

"Sahabat? Kau pikir semua orang buta melihat sikapmu padanya? siapa yang lebih rendahan dari pria pengecut yang bersembunyi dibalik status sahabat agar tak kehilangannya. Kenapa? kau marah-"

Bugh!

"Sinta sahabatku, dan aku sahabatnya. Kami selamanya tetap sahabat! Apapun yang terjadi."

Wajah Rayhan merah padam dengan luka disudut bibirnya tercetak jelas di memori Bintang. Pandangan mata meremehkan dibalik parasnya yang babak belur. Ia tidak pernah memupuk kekesalan dengan melampiaskannya dengan kekerasan. Entah karena Rayhan brengsek itu yang menghina Sinta, atau pria asing lain yang mencuri garis start dan mendapat perhatian Sinta sepenuhnya.

Meski semua prasangka dalam hatinya menyerang bertubi-tubi, ia sungguh tak tahu langkah apa yang harus ia tempuh.

Kenapa pria di dunia ini selalu bersikap terbalik dengan perasaannya? Berdamailah dengan hatimu, ikuti kata batinmu, maka hidupmu tenang, celetuk Sinta suatu ketika menggelitik hatinya.

Fate In You (COMPLETED)Where stories live. Discover now