Part 7 - You're My Sunshine

19.3K 1.8K 146
                                    


You are my sunshine, my only sunshine
You make me happy when skies are gray

(You are My Sunshine - Johnny Cash)


*****


Haru tidak pernah menyangka kalau memilih jurusan kuliah akan semenyulitkan ini. Kalau kedokteran, tidak. Haru sudah menyerah sejak lama. Perhotelan? Ugh, justru jurusan itu ada dalam daftar teratas jurusan yang telah Haru black list. Kenapa? Karena ayahnya pasti kegirangan lalu akhirnya memberikan Haru hotel untuk dikelola. Ya Tuhan, jangan sampai.

Pokoknya, jurusan Perhotelan dan Ekonomi harus Haru buang jauh-jauh dari hidupnya. Lagi pula memang akhir-akhir ini dia sering memikirkan bahagianya ia ketika mendapatkan roti beruang buatan Sharen—ibunya ketika mereka menghabiskan waktu bersama dulu.

Haru selalu iri dengan Jino yang selalu dibuatkan roti berbentuk beruang oleh Ibunya sementara Haru—ia kan tidak punya ibu yang akan membuatkannya roti itu. Tapi Sharen dengan hangat memberikannya roti sederhana yang justru malah terasa begitu membahagiakan.

Jadi misinya adalah; membuat orang lain bahagia dengan roti buatannya. Itu saja.

Bahkan belum apa-apa, Haru sudah membayangkan akan berkeliling panti asuhan dan membagikan roti-roti buatannya. Ugh, manis sekali bukan?

Dibayangkan saja rasanya sudah semembahagiakan ini. Bagaimana kalau direalisasikan. Betul tidak?

"Kenapa senyam-senyum begitu?" tanya Jino tiba-tiba.

Haru menggeleng, "Enggak, hehe. Eh Ji, Jadi sekarang kamu tinggal sendiri dong?" tanyanya.

Haru duduk di hadapan Jino yang sejak tadi sibuk dengan buku-buku di hadapannya. Sesuai tawaran yang ayahnya berikan, kalau Jino berhasil mendapatkan beasiswa di Bandung, Jino diperbolehkan untuk tinggal di sini. Keluarganya sudah pindah, makanya hanya Jino saja yang ada di rumah ini.

Sedih juga sebenarnya, Jino yang asalnya akan pergi... tetap di sini. Sementara Haru yang berada di sini, malah akan pergi. Tapi bagaimana lagi, Jino juga kan punya kampus incarannya. Keberadaan dia di sini untuk bertahan tinggal di Bandung juga kan bukan semata-mata karena Haru. Begitu kan?

"Iya, sendiri. Kecuali kalau kamu mau tinggal di sini sama aku Haruku," sahutnya.

Haru menggelengkan kepala, "Mana bisa, diamuk Papa nanti kalau aku tinggal sama kamu. Kita kan udah gede, nggak bisa nginep-nginepan bareng."

Jino tersenyum senang seraya menggelengkan kepala. Maksud dia kan bukan begitu. maksudnya itu, Jino menggombali Haru, mengajak tinggal bersama, ya begitulah maksudnya. Kalau laki-laki dan perempuan tinggal bersama untuk apa memangnya? Tidak mungkin nginep-nginepan seperti kata Haru tadi kan?

"Tunggu berapa tahun lagi ya, supaya nginep-nginepan barengnya bisa diijinin? Selamanya pula," kekeh Jino.

"Maksudnya apa coba?" tanya Haru dengan geli.

Jino terkekeh. Ia tidak mau menjawab. Lebih memilih untuk menatap Haru dengan ekspresi polosnya dan mengangkat kedua bahunya.


****


"Agni, lagi apa?"

Mata Agni sudah disetel secara otomatis sehingga ia akan melotot saat melihat anak laki-laki tengil yang menyebalkan datang menghampirinya dengan suara penuh rayuan yang terdengar sangat menggelikan.

Selamanya Bersamamu - Haru Jino StoryWhere stories live. Discover now