Part 23 - Kita

3.9K 596 132
                                    

"Emangnya kalau aku kenapa-kenapa gimana?"

Pertanyaan Haru memecah keheningan dari perjalanan mereka menuju ke basemen. Jino menghentikan langkahnya, ia berbalik dan menatap Haru lama, "Kamu masih nanya?" tanyanya.

Haru mengangguk dengan polos, membuat Jino mengusap wajahnya dengan kasar.

"Kamu terlalu banyak berpikiran positif sampe nggak peka, atau gimana sih?" tanya Jino.

Haru menghela napasnya, "Kamu juga nggak jelas, jadi aku juga bingung. Ya udah, aku ambil jalan tengah. Positif aja," katanya.

Saking positifnya, modus jahat Ragela saja tak terdeteksi olehnya.

"Memang semua yang terlalu berlebihan itu nggak baik," kata Jino.

Haru menatapnya, menantikan kata-kata Jino yang selanjutnya namun Jino memilih untuk melanjutkan perjalanannya.

"Tuh kan, nggak jadi lagi ngomongnya," kata Haru.

Jino menghentikan langkahnya dan berbalik lagi, "Kamu udah bisa protes lagi sama aku? Kok tumben? Kemarin-kemarin lihat aku aja nggak nyapa," sindirnya.

Haru mengerucutkan bibirnya, "Ngambek ya Ji?" tanyanya.

Jino membuang napasnya dengan keras, "Mau ngambek juga bingung. Malah aneh, berasa aku yang heboh ngambek sendiri sementara kamu tetep begitu-begitu aja."

Haru menundukkan kepalanya kemudian bergumam, "Kita banyak kehilangan momen."

"Nah," kata Jino.

Ia menarik tangan Haru untuk mengikutinya menuju tangga darurat, tempat dimana mereka bisa berbicara lebih leluasa—dibanding di basemen yang dilalui banyak orang.

"Bener. Kita kehilangan momen. Setiap aku mau confess, ada aja halangannya. Setiap aku mau modus kek, atau apa kek bahas soal kita, adaaa aja cobaannya. Heran. Susah banget buat bilang kalau aku nganggep kamu lebih dari orang yang menemani masa kecil aku," ucap Jino.

Ia sendiri frustrasi karena menyampaikan perasaan dan maksudnya pada Haru malah sedrama ini hingga membuatnya kebingungan harus memulai dari mana. Tapi barusan, Jino malah memberitahukan perasaannya dengan cara biasa. Membuatnya mendengus seraya menggelengkan kepala.

"Nah kan. Malah kayak ngobrol biasa," kata Jino.

Haru diam, tak menjawab apa-apa, tapi gadis itu menarik tangan Jino. Tangannya bergerak untuk memainkan jemari Jino.

"Jadi kalau kamu nganggep aku lebih dari orang yang menemani masa kecil kamu, kamu sebenernya anggep aku apa?" tanyanya.

Pertanyaan Haru mengundang dengusan dari Jino. Ia tak menyangka Haru akan menanyakannya pertanyaan seperti itu dengan cara menggoda seperti saat ini. Maksudnya, Haru tak mengerti kan dengan ucapan Jino, lalu kenapa meminta penjelasan dengan cara memegang-megang tangannya? Haru ini sengaja atau bagaimana? Kenapa sih isi kepalanya tak bisa Jino mengerti? Kenapa?

Jino melepaskan tangannya yang berada dalam genggaman Haru. Ia mundur dan memiringkan posisi duduknya agar bisa menatap Haru dengan jelas.

"Haru..." panggilnya.

Jantung Haru berdebar tak karuan. Ini pertama kalinya Jino memanggil namanya dengan cara seperti ini. Jauh berbeda dengan panggilan Jino semalam yang membuat Haru mencelos karena merasa kehilangan. Hari ini Jino memanggil namanya dengan cara yang membuat Haru menahan dirinya sekeras mungkin.

"A—apa?" tanya Haru.

"Aku menganggap kamu lebih penting dari semua tujuan yang pengen aku kejar di dunia ini."

Selamanya Bersamamu - Haru Jino StoryWhere stories live. Discover now