Part 19 - Kebiasaan?

2.7K 520 124
                                    

Agni menatap Haru yang sedang sibuk dengan kuenya seraya menggigit kuku-kukunya dengan gemas. Kakinya bergerak-gerak tak karuan sementara kepalanya berulangkali menggeleng dan mengangguk lalu menggeleng lagi sampai akhirnya Agni memukul kepalanya sendiri agar berhenti menyulitkannya dan mulai berpikir tentang apa yang harus dilakukannya.

Sudah tiga hari berlalu sejak insiden Ragela-Jino-dan Haru di tempat ini dan selama tiga hari terakhir Agni frustrasi karena ia tidak mendapatkan kabar tentang perkembangan hubungan mereka baik dari sisi Jino maupun dari sisi Haru. Ya Tuhan! Bayangkan sefrustrasi apa Agni sekarang.

Setiap hari melihat Haru datang ke studio dengan lesu namun si gadis baik hati yang terlalu baik hati itu selalu memaksakan senyumnya agar terlihat baik-baik saja dan bahagia dan juga tentu saja bijaksana kemudian bersahaja di depan orang banyak. Dasar munafik! Haru memang sahabatnya, tapi kalau munafik ya munafik saja.

"BILA ENGKAU BERBICARA LAIN DI BIBIR LAIN DI HATI."

Agni berteriak, menyenandungkan sebait lagu yang selalu ia dengar dari Tantenya ketika berdebat dengan Omnya. Ia benar-benar menirunya dengan cara yang sama. Agni memperhatikan Haru yang jelas-jelas mendengarnya namun tak terusik oleh suaranya sama sekali.

"Ini kalau tiba-tiba ada truk tronton nabrak Café ini sampe bangunannya hancur, kamu pasti bakal bilang 'nggak apa-apa kok Pak', gitu ya Haru ke supir truknya?" cibir Agni.

Haru mengangkat kepalanya dan tersenyum, "Nggak bisa gitu juga Ni. Ini kan gedung punya kamu, masa iya aku bilang nggak apa-apa."

"Oh. Salah berarti," kata Agni. Ia mendekat pada Haru kemudian melanjutkan ucapannya, "Kamu pasti bakal bilang 'Ya ampun Pak. Ini gedung punya temen saya, tapi tenang aja. Nggak apa-apa kok. Bapak nggak usah khawatir. Gedungnya biar saya beli aja, saya punya hotel soalnya. Beli gedung kecil gini mah gampang.' Gitu nggak?"

Haru tergelak, "Kayaknya ada hal-hal yang bisa diatasi dengan pemakluman semacam kata nggak apa-apa, dan ada yang nggak bisa juga deh Ni," sahut Haru.

"NAH ITU! Hapal sendiri!" teriak Agni.

"Apa? Ini kamu mau ngomong apa sebenernya?" tanya Haru pada intinya.

Agni berdecak, "Yah. Apa lagi kalau bukan Ragela sama Jino hah?!" katanya.

Haru terdiam sejenak. Ah. Ragela dan Jino ya.

Setelah insiden tempo hari, Haru masih belum berhubungan dengan Jino lagi. Ia bahkan tidak tahu kabar Jino bagaimana. Tahu sih, tapi itu juga dari Ragela yang kebetulan datang untuk yoga setiap hari lalu menunjukkan padanya beberapa foto Jino yang sedang menangani pasien yang sama dengan pasiennya. Mereka bahkan makan siang bertiga dengan pasiennya selama tiga hari terakhir. Benar-benar.

"Memang Ragela sama Jino kenapa sih?" tanya Haru.

"ASTAGFIRULLAHALADZIM. YA ALLAH, BISAKAH KAU CABUT NYAWAKU SEKARANG YA ALLAH? AKU SUDAH TIDAK KUAT HIDUP DI DUNIA KALAU COBAANNYA HARUS MEMBUAT ANAK BAIK HATI BANGET JADI ANAK BAIK HATI AJA."

Pletak!

Satu jitakan meluncur ke kepala Agni. Bukan dari Haru, melainkan dari seseorang yang sekarang sudah berada di hadapannya seraya tersenyum tengil kepadanya.

"Berdo'a lo kayak gitu? Pantes nggak pernah dikabulin," ucap Endra.

Agni menatapnya dengan sengit, "Apaan sih lo! Ganggu momen aja. Ini gue udah mau meluap banget tahu nggak sih sama Haru!" protesnya.

Selamanya Bersamamu - Haru Jino StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang