Part 11 - Hadiah Spesial

2.4K 521 59
                                    

Ada beberapa momen dalam hidup yang tidak akan pernah bisa kita lupakan. Pertama, ketika ulang tahun, kedua ketika berhasil mendapatkan sesuatu dan semua orang merayakannya. Untuk yang kedua, Jino selalu merayakan keberhasilannya sejak sekolah ketika ia menjadi juara umum, juara olimpiade, atau sekadar lomba-lomba kecil antar sekolah, dan kali ini adalah wisuda. Jino sudah kembali dari panggung setelah diberikan penghargaan atas pencapaian cumlaude nya dan ia tak bisa menahan tangisnya. Bagaimanapun juga Jino benar-benar berjuang dengan keras selama empat tahun terakhir. Hidup sendirian, jauh dari keluarga, ia benar-benar melewati masa sulit yang luar biasa. Dan sekarang semuanya sudah selesai. Setidaknya untuk kuliahnya, meskipun Jino masih harus menjadi Koas selama dua tahun kedepan. Yah, tidak apa-apa, toh memang itu langkah lanjutan dalam hidupnya.

"Mama bangga banget sama anak Mama."

Ibunya masih menangis, berkali-kali memeluk dan mencium Jino sementara ayahnya hanya bisa diam. Jujur, dia masih ingin Jino masuk ke militer, namun melihat keberhasilan anaknya seperti ini sedikit mencoreng egonya. Maka yang ia lakukan adalah menepuk pundak anaknya, mengucapkan kata selamat dengan caranya sendiri.

"Gini dong Ma, bangga. Anak Mama dari dulu berprestasi," ucap Jino.

Ibunya mengangguk, namun masih menangis karena haru.

"Ma, udah dong nangisnya," kata Jino pada akhirnya. Ibunya berdehem. Ia melihat cermin dan berkata, "Mama kan mau kirim foto kita ke grup Ibu-ibu Persit. Haduh, jadi sembab gini. Make up Mama berantakan nggak sih Pa?" tanyanya pada suaminya.

Tama—ayah Jino berdecak, "Lagi nangis juga sempet-sempetnya kepikiran hasil foto."

"Ya, itu penting tahu Pa, tadi pagi Ibu-ibu Persit udah minta foto Byan. Katanya mau lihat anak Mama yang ganteng."

Jino menggeleng, tak habis pikir dengan ibunya.

"Yah, karena Jino wisuda hari ini. Mama boleh jual Jino di grup manapun deh Ma."

"Jual. Kayak barang aja," gerutu Ibunya.

Jino memeluk ibunya dengan hangat, "Mama kan suka bangga-banggain Jino, tapi jatohnya malah kayak ngejual Jino," kekehnya. Ibunya mendengus, sementara ayahnya menepuk pundak Jino pelan seraya berdehem.

Jino menoleh, menatap ayahnya dengan penuh tanya.

"Nih. Hadiah dari Papa," ucap ayahnya seraya menyodorkan sebuah kotak kecil.

Jino memiringkan kepalanya. Jam tangan? Boleh juga! pikirnya.

Membuka kotaknya, mata Jino mengerjap. Ia menatap ayah dan ibunya bergantian kemudian menatap isi kotaknya sekali lagi. Jino meraihnya dengan gemetar sementara matanya berbinar-binar.

"Serius?" tanya Jino.

Tama berdehem, "Jadi Koas katanya berat, kadang harus anter-jemput pasien. Lebih baik anter jemput pake mobil supaya aman kalau musim hujan."

"Waaaa!" Jino berteriak dengan senang. Ia menatap ayahnya sekali lagi kemudian memeluknya, "Tunggu Pa! Jino buktiin kalau Jino bisa beresin Koas satu setengah tahun aja!" katanya.

Ayahnya tertawa, "Hati-hati sama ucapan kamu."


*****


"Byan selamat ya!"

"Wih! Gila bro! selamet-selamet!"

"Mantap! Dapet mobil pula!"

"Kak Byan selamat wisudaaaa! Semoga lancar nanti Koasnya!"

Semua ucapan selamat sudah Jino terima dari senior bahkan juniornya yang datang ke wisuda, bahkan juru parkir di kampusnya saja menyelamatinya di sela-sela pekerjaan. Hari ini Jino benar-benar diberkahi dengan ucapan selamat! Ya Tuhan, bahagianya.

Selamanya Bersamamu - Haru Jino StoryOnde as histórias ganham vida. Descobre agora