Part 17 - Pengalaman

2.2K 473 90
                                    

"Ni, sumpah aku nggak ngerti!"

Jino menjambak rambutnya dengan frustrasi. Setelah mengantar Haru pulang, Jino melihat ponselnya dan membaca isi pesan Agni yang meminta mereka untuk mampir ke rumah Omnya Agni—Mushkin karena Agni akan menginap di sana namun Jino juga sedang frustrasi karena Haru jadi ia memutuskan untuk pergi sendirian ke rumah Mushkin tanpa Haru dan mengeluarkan semua unek-unek yang sejak tadi berada di ujung tenggorokannya.

"Haru tiba-tiba nanya Ragela siapa, tiba-tiba cerita soal Ragela—temen kampus aku yang katanya curhat sama dia kalau selama ini aku cuekin dia. Kayak... apa urusannya sama Haru, Ni? Apa? Kalau Ragela aku cuekin, kenapa dia harus sepeduli itu sama Ragela? Dia mikirin perasaan Ragela tapi nggak mikirin perasaan aku?" tanyanya.

Agni menganggukkan kepalanya, ia mulai paham dengan keadaan sekarang. Mulai dari Ragela yang tiba-tiba datang pagi-pagi sekali, pertanyaan Haru pada Endra, dan terakhir kefrustrasian Jino karena ucapan Haru kepadanya.

"Masa dia tiba-tiba bilang kalau kita harus pilih jalan hidup masing-masing? Memangnya selama ini kita nggak pilih jalan hidup masing-masing? Aku jadi koas, Haru jadi instruktur yoga, aku bahkan ikutin saran dia yang bilang harus banyak komunikasi dan berteman sama orang. Satu kampus kenal aku, dan relasi aku juga cukup banyak. Kenapa dia malah bilang kalau selama ini kita nggak menjalani hidup masing-masing?!"

Semua kekesalan dalam dirinya tak bisa Jino tunjukkan pada Haru karena kalau Haru malah sakit hati atau bahkan marah kepadanya, hancur sudah! Maka Jino memilih untuk diam lebih dulu agar ia bisa melihat keadaan dan memikirkan langkah apa yang seharusnya ia ambil kali ini. Tapi sebelum berpikir untuk mengambil langkah, tidak salah juga untuk mengeluarkan kekesalannya.

"Tadi Haru nanyain Endra sih," kata Agni.

"Apa? Nanya apa? Khailendra sialan! Dia pasti ngomporin Haru kan?!" tuntut Jino.

"Enak aja lo bilang Khailendra sialan!" teriak Agni. Kesal karena ada orang lain yang menyebut Endra sialan. Kalau Agni sih boleh, ia kan haters Endra, tapi kalau orang lain tidak boleh! Orang lain harus menyukai Endra, kecuali Haru sih.

"Anjir lo ya! Bisa nggak netral dulu?" tuntut Jino.

Agni menghela napasnya. Ia membuka suara, "Tadi Haru nanya soal orang yang selalu ada dan bisa diandalkan sama orang yang jauh gitulah."

"Terus?"

"Ya, singkatnya Endra kasih analogi kalau kita di rumah sendirian dan sakit, yang nolongin kita pasti tetangga—yang terdekat, bukan keluarga yang jauh dan harus nempuh perjalanan panjang dulu."

"Damn," geram Jino tertahan.

"Pantes dia tiba-tiba nanya aku pernah kena tifus, pernah dipatok uler, pernah buat masalah di kampus apa enggak, yang memang iya pernah dan aku nggak bilang sama Haru, tapi aku nggak bilang juga karena timing nya nggak tepat Ni, dan kalau bilang sekarang... bukannya udah lewat ya?"

"Hmm, pikiran kayak gitu salah sih Jino."

Sebuah suara membuat Jino dan Agni menoleh dengan seketika. Mushkin di sana, muncul di balik tiang rumahnya dan berjalan dengan tangan di belakang punggungnya.

"Apa-apaan? Om Mus nguping obrolan aku sama Jino ya?" tuduh Agni padanya.

Mushkin terkekeh, "Bukan nguping, tadi lewat terus pas mau nyapa kalian eh Jino curhat, ya udah didengerin aja mana tahu bisa bantu."

"Bantu apaan!" gerutu Agni.

"Eh kamu nggak tahu aja, Papa sama Mamanya Haru bisa lengket sampe sekarang itu berkat siapa? ya berkat saran dan hardikan juga hujatan Om sebagai temennya si Reno lah," katanya dengan Bangga. Agni mendengus, sementara Jino malah menatap Mushkin dengan tatapan penuh permohonan untuk sebuah pertolongan yang mungkin saja bisa Mushkin berikan kepadanya.

Selamanya Bersamamu - Haru Jino StoryWhere stories live. Discover now