Worried

120 21 7
                                    

Youngmin ikut panik, saat Saeron tiba-tiba kesakitan saat pelajaran tengah berlangsung. Ia ikut membawa Saeron ke rumah sakit, entah kenapa ia malah teringat pada saudaranya di saat-saat seperti ini. Tapi Youngmin tak bisa lama di samping Saeron, karna ada yang pekerjaan yang harus ia kerjakan. Dia segera kembali ke sekolah, setelah mempercayakan Saeron pada Mark.

Sesaat setelah pekerjaannya selesai, Youngmin segera menuju ke rumah sakit. Tapi pemandangan di ruangan Saeron, membuatnya membeku. Disana ada SinB dan pria yang tempo hari ia lihat mencium gadis itu, tatapannya terpaku pada tangan pria itu yang tiba-tiba menggenggam tangan gadis cantik itu.

"Ehhh, Ssaem, kenapa hanya diam di sana?" tanya Saeron, membuat Youngmin menatapnya.

"Ah, sepertinya ada banyak orang yang mengunjungimu, aku hanya ingin memastikan keadaanmu." ujar Youngmin sambil berjalan masuk perlahan, sesekali ia melirik SinB yang menunduk.

Sohyun segera berdiri dari duduknya, saat Youngmin mendekat. Ia melihat Youngmin dan Kwangmin yang sebenarnya berdiri berdampingan, tapi Youngmin tak menyadarinya. "Benar-benar mirip, apa ini?" gumam gadis itu, pelan.

"Untuk apa kau kemari?" tanya Taeyong, sinis. "Setelah kau mengusir SinB, kau masih mau berkunjung kesini?"

Youngmin menatap Taeyong, tajam. "Kau tak berubah, Tae." ujarnya, datar.

"Iyalah, kau yang berubah." ujar Taeyong, tak kalah tajam.

"Hmmm, bisakah kalian tak saling melempar tatapan seperti itu?" tanya Saeron, suaranya memelan seiring waktu.

"Hm, aku pergi saja, toh kamu sudah sehat kan?" ujar Youngmin sambil menaruh buah di atas nakas, dengan bantuan Sohyun.

"Tapi tunggu dulu, bisakah kita bicara?" tanya SinB, pelan. "Ini..."

"Saya tak memiliki banyak waktu, jadi mungkin lain kali. Maaf..." ujar Youngmin sambil menatap sekilas genggaman Taeyong yang terlihat semakin erat, membuat SinB menyadarinya.

"Ini tidak..."

"Aku harus segera pergi, nanti aku berkunjung lagi." ujar Youngmin sambil berbalik, membuat Kwangmin menatapnya sedih.

Sohyun melihat itu, tapi ia tak bisa berbuat banyak. "Eonnie, kejar dia." ujarnya, membuat SinB menatapnya. "kumohon, Eonnie, kejar dia."

"Apa maksudmu?" tanya Taeyong, tak mengerti.

"Nanti kujelaskan, kejar dia dulu, Eonnie."

"Tidak, itu adalah pilihannya." ujar Eunbi sambil menunduk, pelan.

"Baiklah, aku yang akan mengejarnya." ujar Sohyun sambil berlari pergi, membuat Eunbi kaget.

"Apa?"

Eunbi ingin mengikuti Sohyun, tapi seorang dokter bersama Yeri masuk kedalam ruangan itu. Gadis itu pun mengurungkan niatnya, karna Sohyun sudah menjauh darinya. Tiba-tiba Taeyong berlari keluar, pria itu mengejar gadis tadi.

***

"Kau baik-baik saja, kan? Apa ada yang sakit?" tanya Taeyong, saat mereka tengah berdua di ruangan itu.

Saeron mendengus kesal mendengar betapa bawelnya pria itu, kalau mengkhawatirkannya. "Aku baik-baik saja, kan Oppa melihatnya sendiri." ujarnya, sebal.

"Ya, tetap saja aku khawatir." ujar Taeyong, pelan. Ia duduk disebuah kursi yang terletak disamping dipan Saeron, wajahnya ditekuk sedari tadi.

"Apa yang terjadi? Sepertinya aku tau, apa ini karna Eunbi Eonnie?" tanya Saeron, pelan.

"Ahhh..." ujar Taeyong sambil menaruh wajahnya di atas dipan Saeron, membuat Saeron menghela nafas. "Sepertinya aku akan menyerah saja, dia takkan menyukaiku." ujarnya, kesal.

Saeron menghela nafas, lalu menepuk punggung Taeyong. "Jangan terlalu dipikirkan, karna memang cinta pertama itu susah dihilangkan." ujarnya, pelan.

Taeyong menghela nafas, kasar. "Aku menyerah sajalah, apalagi sekarang ada pria cantik itu." ujarnya, sebal.

Saeron tersenyum geli melihat Taeyong kesal untuk kesekian kalinya, karna pria yang sama. "Kau masih bisa bersama yang lain, Oppa, pacarmu kan banyak."

"Mereka hanya teman, Sae, mereka yang menyukaiku." ujar Taeyong, tajam.

"Baiklah, apapun itu terserah padamu."

"Ehhh, iya juga sih, kan ada kamu, jadi aku bisa bersamamu, kan?"

Kwangmin yang sedari tadi memperhatikan interaksi mereka sudah mulai gemas, apalagi Taeyong mulai genit pada Saeron.

"Tidak."

***

"Selamat, anda sudah bisa keluar." ujar pria tampan itu tersenyum, membuat pria itu membuang muka.

"Jangan berbasa-basi, aku tak suka." ujar pria itu, acuh tak acuh.

"Wah, kau tak berubah ya." ujar pria berjas itu, tersenyum. "Jadi kau tau tugasmu, kan?"

Pria itu terdiam, lalu menatapnya. "Apa tugasku?"

"Wahh, kau tak sabaran sekali. Masuk dulu ke mobil, kita bicarakan ini sambil minum, itung-itung kita reunian."

Pria itu menghela nafas, lalu berjalan masuk kedalam mobil yang sudah terparkir didepan gerbang penjara itu.

"Jadi, maukah kamu menandatangani ini?" ujar pria berjas itu sambil menaruh map diatas pangkuan pria itu, setelah mobil mulai melaju.

"Apakah aku memiliki pilihan lain?" tanya pria itu, membuat pria berjas itu tergelak. Dia mengambil pena di saku jasnya, lalu menyerahkannya beserta mapnya. "Kalau kau benar-benar setuju, apapun yang terjadi padamu adalah tanggungjawab kami, kecuali kau melanggar perjanjiannya."

"Sebelum aku tanda tangan, apa aku bisa melihat gadis itu sekarang?" tanya pria itu, membuat pria berjas terdiam. "Kenapa? Apa permintaanku begitu berat?"

"Baiklah, kita ke sana. Tapi jangan mendekat, hanya dari jauh. Sekarang tanda tangan dan terima tugas pertamamu, ok?"

Pria itu menghela nafas, lalu mulai menandatangani surat itu.

Pria berjas itu tersenyum puas, saat pria itu menyerahkan map yang telah ditandatanganinya. "Selamat kau telah menjadi keluarga kami." ujarnya sambil menyodorkan tangannya, tapi pria itu tak mengindahkannya sama sekali. "Baiklah, kau tentu penasaran dengan tugasmu kan?"

"Tentu saja." ujar pria itu, acuh tak acuh.

"Tugas pertamamu adalah... membunuh Mark."

PROMISE (ft. Sherly Diah) (END) Where stories live. Discover now