Because of Him

107 25 6
                                    

Saeron mencebikkan bibirnya, saat semua orang membicarakan dirinya dan Mark. Setelah kabar dia pacaran dengan pria itu, kini kabar itu telah berubah menjadi Mark meninggalkan Saeron. Saeron tak heran, mungkin Haechan kemarin mendengar semuanya.

"Hai, Sae." sapa Haechan, saat Saeron masuk kedalam kelasnya.

Saeron memutar matanya, lalu berjalan melewati pria itu. Tapi tatapannya terhenti, saat melihat Mark tengah dikelilingi Nancy dan teman-temannya. Mereka tertawa bersama, tapi tawa itu terhenti saat mereka melihat Saeron.

Saeron menatap mereka datar, lalu berjalan menuju kursinya yang diduduki Xiyeon. "Minggir, aku mau duduk." ujarnya, dingin.

"Biasa aja kali, Sae. Gak usah gitu juga, kita bakal pindah kok nanti." ujar Nancy, membuat Saeron menatapnya tajam.

"Aku kan mau duduk, ini kursi milikku." ujar Saeron, mencoba tenang.

"Duduk sama Yeri aja sana, kan bisa. Toh sebentar lagi bel berbunyi, kita bakal pindah kok." ujar Arin, tersenyum sinis.

"Ya!..."

"Ada apa sih? Cuman kursi kok, apa ruginya? Kan ini juga punya sekolah, kenapa sih?" ujar Mark, mulai ikut campur.

Saeron menatap Mark yang ikut berdiri disampingnya, membuatnya lagi-lagi berhadapan dengan pria itu. Mark menatap Saeron yang tak gentar melihat tatapan tajamnya, Saeron tersenyum sinis. "Kenapa masalah buat kamu?"

"Kamu bikin rusuh dideket kursi milikku, aku terganggu." ujar Mark, tajam.

Saeron menatap para gadis itu, lalu kembali menatap Mark. "Kamu bilang ini kursi sekolah, terus tadi bilang kursi milikmu?"

Mark memutar matanya, kesal. "Kalo kamu mau protes soal kemarin, gak gini caranya."

Saeron menatap Mark, lalu tersenyum. "Kamu tuh lucu, tau gak?" ujar sambil mendorong Mark dengan telunjuknya, membuat Mark menatapnya tajam. "Apa? Kamu pikir, aku takut sama kamu? Hah?"

Mark memegang tangan Saeron, lalu menghempaskannya. "Kalo aja kamu bukan cewek, kamu udah aku hajar dari kemarin."

"Hajar aja, Mark. Nih aku kasih, hajar aja." tantang Saeron, membuat Yeri segera beranjak menghampirinya.

"Udah, Sae. Ikut yuk, ayo!!"

"Gak, Yeri. Cowok ini memang pengen menghajar aku,  ayo baku hantam."

"Sae, ayolah, Sae." ujar Yeri sambil menarik tangan Saeron keluar kelasnya, tapi Saeron berontak. "Chan, bantuin!!"

"Eoh, ok." ujar Haechan sambil menarik tangan Saeron yang tak bisa diam, menyeret Saeron keluar kelas.

Mark menghela nafas, lalu duduk kembali. Ia memegang wajahnya, ingin rasanya ia teriak sekarang juga.

"Mark, kamu gak papa kan?" tanya Nancy, tapi Mark tak menjawab. "Mark,..."

"Tolong pergi sekarang, saya lagi pengen sendiri." ujar Mark, pelan.

"Kenapa, Mark?" tanya Nancy, kaget.

"Bisa gak pergi sekarang?" ujar Mark, dingin.

"Oke, oke." ujar Nancy sambil beranjak dari tempat duduknya, pergi bersama teman-temannya.

***

"Kamu kenapa sih? Beberapa hari ini aku udah seneng, kamu gak kena masalah." ujar Yeri, saat mereka ada di kursi taman.

Saeron hanya diam, tatapannya tertuju pada sepatu yang ia pakai. Setidaknya sepatu itu lebih menarik dibanding omelan Yeri yang sedari tadi belum berhenti, juga Haechan yang menatapnya tak habis pikir.

"Ya! Jawab aku, kamu gak punya mulut?" ujar Yeri, kesal.

"Udahlah, Yeri. Dia mungkin butuh waktu berpikir, jangan ngomel terus." ujar Haechan, pelan.

"Gimana aku gak ngomel? Coba kalo Mark beneran mukul dia, gimana coba? Pake sok nantangin lagi, emang kamu punya apa? Bisa beladiri?"

Tes...

Yeri terdiam, saat melihat setetes air mata turun dari pipi Saeron. Haechan juga melihatnya, pria itu jongkok didepan Saeron.

"Kamu nangis, Sae?" tanya Haechan, kaget.

"Aku inget Appa, rasanya sama persis." ujar Saeron, pelan. "Dia ninggalin gw sama Eomma, tanpa kabar." ujarnya, membuat Haechan duduk disampingnya.

"Yeri, sahabat kamu nangis nih." ujar Haechan kesal, karna Yeri hanya menatap mereka.

Yeri menghela nafas, lalu duduk disamping Saeron. "Sae, maaf." ujarnya, pelan. "Aku keterlaluan, aku ngomel tanpa mikirin perasaan kamu."

Saeron terisak, membuat keduanya kaget. "Aku gak tau, apa yang terjadi sama aku? Aku juga gak tau, perasaan apa ini? Aku ngerasa gila sendirian, aku gak bisa berhenti mikirin dia. Meskipun dia udah gak peduli, meskipun dia udah sama orang lain, meskipun dia nolak terang-terangan, tapi aku masih pengen bertahan."

"Apa maksudnya?"

"Kayaknya aku suka sama Mark, aku gak bisa bohongin perasaanku sendiri." ujar Saeron, pelan.

Yeri memeluk Saeron, membuat Saeron menangis didadanya. Haechan menatap keduanya, diam-diam ia mengepalkan tangannya.

Tib-tiba Haechan berdiri dan berlari menuju kelasnya, lalu segera menghampiri Mark.

Bugh!!!

Hai, MakaRoni is ready, aku lemes bngt hari ini. Ehhh, gk jadi deng. Makasih yng udh mau nyempetin baca, maaf kalo cerita itu mulai jauh dari ekspektasi kalian. Hhe, maklumlah aku tuh amatiran, pertama kali bikin cerita fantasy thriller lagi, ehhh, pengennya sih gitu.

Makasih atas waktunya, maaf kalo gak bikin kalian puas.

Minji

PROMISE (ft. Sherly Diah) (END) Where stories live. Discover now