First Classmate

132 26 24
                                    

"Mark, kamu kenapa gak pernah gabung sama kita sih?" tanya Haechan sambil duduk disamping Mark, saat guru mereka lagi-lagi tak masuk karna sakit.

"Siapa juga yang mau gabung sama biang gosip kayak kamu?" ujar Mark, datar.

Haechan berdecak, pelan. "Sans aja kali, Mark. Aku kan ngambil gambar didepan kamu, kalian juga bisa jadi terkenal di seluruh sekolah gara-gara itu." ujarnya, membuat yang lain ikut berkumpul didepan kursi Mark.

"Saya gak butuh itu, sana pergi!!" ujar Mark, kasar.

"Sombong banget sih, Mark. Kita kan cuman pengen temenan, mentang-mentang pacaran sama preman sekolah." ujar Jisung sambil melirik Saeron yang menatapnya tajam, untung saja posisinya tak menghadap gadis itu.

"Ck, ganggu aja sih." ujar Mark sambil mengusir teman-temannya itu, membuat semua cowok itu menyingkir dengan hati gondok. "Ngapain masih disini?" tanyanya, saat Haechan masih asyik memperhatikannya.

"Aku tau, kamu butuh teman. Sekarang aku temanmu, jadi aku minta no ponsel kamu boleh?" tanya Haechan sambil menyerahkan ponselnya, membuat Mark memutar matanya.

Mark beranjak dari duduknya, lalu berjalan pergi. Haechan terdiam, lalu menatap ponselnya. Entah kenapa Haechan merasa Mark kesepian dan membutuhkan seorang teman sepertinya, tapi ia merasa kecewa juga karna diabaikan Mark.

Saeron menatap Haechan yang terlihat kecewa, gadis itu pun beranjak dari duduknya, menyusul Mark yang pergi entah kemana. "Mark, tunggu dulu!!" ujarnya sambil memegang lengan Mark, membuat Mark terdiam.

Mark menghela nafas, lalu menoleh kearah gadis itu. "Ada apa? Jangan sekarang, saya lagi gak mood."

"Kamu kenapa sih? Haechan kan dah baik mau ngajak kamu temenan, yang lain juga." ujar Saeron, kesal.

"Saya gak papa, saya risih aja sama mereka. Kenapa? Kamu mau ngajak saya temenan juga?" tanya Mark, membuat Saeron menatapnya horor.

"Gaklah, ngapain juga aku temenan sama cowok kayak kamu?" ujar Saeron, membuat Mark memutar matanya. "Tapi aku kasian sama Haechan, kamu harus mau temenan sama dia."

"Emang kenapa? Supaya dia makin gampang nyari bahan buat gosipnya?" ujar Mark, membuat Saeron terdiam. "Kamu gak sadar ya, semua ini berawal dari dia." ujarnya, membuat Saeron menunduk.

"Tetep aja, kamu jangan perlakuin dia kayak gitu. Dia orang yang tulus, buktinya dia masih mau jadi temen kamu, meski dia tau kamu kayak gitu." ujar Saeron, pelan.

Mark menatap Saeron, gadis itu tampak tulus mengatakan itu. Tapi Mark tak bisa, apalagi setelah dia kehilangan orang itu. Mark menghela nafas, tangannya terangkat untuk mengusap kepala Saeron, tapi diurungkannya. "Oke, saya bakal pikirin itu. Sekarang kamu masuk, sebelum bel berbunyi." ujarnya sambil berjalan, tapi dia menghentikan langkahnya. "Oh, satu lagi, saya gak mau kamu ketiduran lagi kali ini. Kalo kamu ketiduran lagi, saya bakal kasih kamu kejutan." ujarnya, membuat Saeron membeku. Pria itu tersenyum, lalu berjalan pergi.

Saeron berdecak, lalu menatap pria itu. Bagaimana pun caranya, Mark tetap akan jadi orang yang menyebalkan baginya. Saeron menghela nafas, lalu berjalan mengikuti langkah Mark yang sedang menuju kelasnya.

Mark masuk kedalam kelasnya lagi, lalu segera menghampiri Haechan yang sedang bergabung dengan yang lain. "Mana hape kamu?" tanyanya, membuat yang lain menatapnya. "Mana, sebelum saya berubah pikiran."

"Eoh, oke, sebentar." ujar Haechan sambil mengambil ponselnya, lalu segera menyerahkannya pada Mark. Mark mengetikkan no ponselnya, lalu menyerahkannya pada Haechan kembali. "Kalo kamu butuh apa-apa, hubungin saya." ujarnya, tapi ekspresinya datar.

"Eoh, oke."

Saeron melihat itu, lalu ia tersenyum. Ia segera menunduk, saat Mark menangkap basah dirinya. Dengan terburu-buru, gadis itu segera duduk di kursinya.

Mark berdehem pelan, lalu segera duduk di kursinya yang berada disamping Saeron.

Sosok dibelakang Saeron tersenyum melihat keduanya, ia senang melihat sikap mereka yang tak biasanya itu. Meskipun ia sudah nyaman dengan Saeron, ia sadar kalau mereka berbeda alam, mereka takkan mungkin bersatu. Tapi tetap saja, sosok itu tak menaruh simpati pada Mark. Dia masih mencurigai pria itu, karna rasa gelisah itu semakin membesar setiap kali melihat pria itu.

***

Seorang pria masuk kedalam sebuah ruangan, dia segera membungkukkan badannya pada orang yang tengah duduk dikursi kebesarannya itu. "Ini adalah data yang anda inginkan, Tuan." ujar orang itu sambil menaruh map itu didepan orang yang tak lain adalah ayah Mark, Mr. Lee.

Mr. Lee menatap map itu, lalu mengambil dan membuka map itu. "Siapa gadis ini?"

"Namanya Kim Saeron, dia sekelas dengan Tn. Mark. Mereka digosipkan pacaran, meskipun sering terlihat tak akur."

"Anak itu sudah besar rupanya." ujar Mr. Lee, tersenyum. Dia membaca data itu kembali, lalu membulatkan matanya. "Be-benarkah ini? Dia...?"

"Ya, saya telah mencari tau semuanya. Yang ada disana itu adalah kebenaran, termasuk data yang anda baca."

"Apa? Bagaimana mungkin dia...?" ucapan Mr. Lee terhenti, ia memegang kepalanya. "Siang ini bawa gadis itu, aku ingin lihat dia dengan mata kepalaku sendiri."

"Baiklah, Tuan."

"Kau boleh pergi sekarang." ujar Mr. Lee, pelan.

"Baiklah, saya undur diri." ujar pria itu sambil membungkukkan badannya, lalu berjalan pergi.

Permainan macam apa ini? Apa ini yang disebut takdir? Bagaimana anak macam ini berhasil masuk kedalam kehidupan anakku?

Maaf, aku hampir lupa sama projek ini gara-gara ngerjain projek lain. Hha, untung yang punya ngingetin. Maklumlah, semalam perasaanku juga kacau. Semoga projek ini jgha gk kacau yaaa, oke, enjoyyy, makasih atas dukungannya lho

Minji

PROMISE (ft. Sherly Diah) (END) Where stories live. Discover now