17.Sebuah Kabar

2.1K 93 0
                                    

"Kamu nggak makan?" tanya Asyhilla kepada Malik.

"Nanti, Syhill, "

"Makan dong, ntar keburu dingin. "

Malik mengangguk, dan mengambil kotak bekal Asyhilla di atas lemari kecil disamping ranjangnya. Asyhilla pun menghampiri Malik, ia mengambilkan kotak bekal tersebut. Ia membuka kotak bekalnya, lalu meminta Avi untuk membantu Malik duduk.

"Vi, bantuin, "

"Sini bro, gue bantuin, "

"Makasih ya, udah mau jengukin saya. "

Sepulangnya, dari rumah sakit, Asyhilla langsung mandi dan memakai piyama tidurnya. Ia turun keruang tamu dan berkumpul bersama keluarganya, akhir-akhir ini keluarganya lebih sering berkumpul dirumah salah satu anggota keluarganya bergantian dan saling bersilahturahmi.

Asyhilla melihat Avi yang nampaknya mulai jenuh dengan keadaan rumah yang tak ramai. Keluarga mereka kini sedang kerumah sakit menjenguk Oma nya. Asyhilla menuju dapur, ia membuat teh hangat untuk Avi dan dirinya.

"Sini non, biar bibi aja, " ujar Bi' Nin yang duduk di kursi sembari menonton tv di dapur.

"Nggak apa-apa bi, Syhilla bisa kok, " senyum Syhilla.

"Non, tadi sama siapa? Kok kayaknya den Bian?"

"Oo, yang tadi siang itu emang Bian kok Bi, " ujar Asyhilla yang mengaduk gula dalam larutan teh.

"Bibi seneng, non sekarang udah dewasa buktinya, temenan sama mantan pacar heheh, "

"Ih bibi bisa aja, Syhilla kedepan yah bi, " Syhilla membawa dua gelas mug dengan karakter mickey.

Ponsel Avi berdering,

Dering telponku membuatku tersenyum di pagi hariiii

"Iya? Hallo Assalamu'alaikum?"

"Innalillahi wa innaillahirojiun, " Avi kaget mendengar kabar dari telpon yang ia terima.

Asyhilla menghampiri Avi, dan melihat Avi dengan wajah kagetnya. Asyhilla meletakkan mug yang berisikan teh hangat diatas meja, dan mug miliknya ia pegang.

"Syhill, buruan gantian baju. " ujar Avi.

"Loh, mau kemana? ini teh nya udah aku buatin, "

"Ganti baju sekarang, Syhill! kita kerumah sakit sekarang!" nada suara Avi mulai meninggi.

Asyhilla bergegas menaiki tangga mengambil jaketnya dan tetap memakai piyama tidurnya. Avi yang sudah menghidupkan mobilnya menunggu Asyhilla turun dan saat Asyhilla menghampiri mobil, Avi melaju dengan kecepatan yang tinggi.

Asyhilla berdzikir disepanjang perjalanan, takut terjadi apa-apa dengan keadaan Avi yang cemas entah karena apa, karena yang ia tau Oma sudah pulih dan besok pulang ke rumah.

Mereka sampai di parkiran rumah sakit, Avi bergegas masuk ia mencari kamar Malik. Dan yang ia dapati adalah teman-temannya yang sudah menunggu didepan kamar, Asyhilla kaget sejenak jantungnya berdetak "Malik?" batinnya berkata bahwa ada hal yang terjadi. Wajah-wajah yang penuh dengan suasana murung dan berkabung kini seolah-olah menyambut kedatangan Asyhilla. Avi yang sudah masuk ke kamar Malik, disusul Asyhilla yang bingung melihat keadaan teman-temannya yang menatap Asyhilla dengan kesedihan.

"Assalamu'alaikum, " Asyhilla perlahan membuka pintu kamar yang setengah terbuka itu, dan yang ia dapati hanyalah Avi, Ibu dan kakak Malik yang kini tengah melihat Malik terbaring dengan Al-Quran dipelukannya.

Air mata menetes di pipi Asyhilla, entah kenapa ia merasakan kepergian seseorang dan benar kini Malik yang ia lihat terbaring telah menghembuskan nafas terakhirnya.

"Ini buat kamu, Syhill?" ujar Avi yang duduk di lantai dengan tangan kanan yang menempel di ranjang sembari menahan air mata.

Avi memberikan sepucuk surat berwarna hijau, yang bertuliskan untuk Asyhilla. Asyhilla yang menerima surat tersebut melihat ibu Malik terus meneteskan air matanya, tubuhnya lemas dan ia terjatuh dengan surat ditangannya.

Beberapa hari sebelumnya, Malik sengaja menuliskan surat yang ia tujukan kepada Asyhilla, untuk menyatakan perasaannya yang telah lama ia pendam. Sakit yang ia derita hanyalah ia tahan dengan keteguhan dan dalam tawakal kepada Sang Pencipta, ia tau jika Sang kuasa ingin mengambil nyawanya bisa kapanpun dan dimanapun, tapi satu pintanya dalam setiap sepertiga malamnya.

Ya Rabb, hamba masih ingin melihat dia tersenyum. Sehatkanlah hamba agar ibunda tercinta dan saudari hamba senang dan tersenyum kembali. Dan jika memang sudah waktunya, hamba harap berikan hamba waktu untuk menyatakan rasa yang terpendam ini. Aamiin.

Bertahun-tahun ia berjuang melawan sakit yang selalu ia pasrahkan kepada Sang Pencipta. Tapi ia selalu taat beribadah walau dalam kondisi yang tak memungkinkan untuk berdiri, terkadang kakinya tak sanggup berdiri dan barulah ia duduk.Ia mencintai Asyhilla tak tau kapan rasa itu datang, tanpa ia minta rasa itu singgah ke relung hatinya, namun Malik sadar bahwa cinta yang diakui hanyalah kepada Sang Penciptanya dan jika teruntuk hambanya, hanya akan menjadi cinta dalam diamnya.

Asyhilla terbangun di sebuah ruangan bernuansa putih, dengan Asti dan Wulan sahabatnya serta Luis sepupunya.

"As, Lan, " Panggil Asyhilla.

"Malik?" Air mata membendung di kedua mata indahnya.

Asti dan Wulan memeluk erat Asyhilla, dan Asyhilla berjalan turun dari ranjang menuju kamar Malik, kini mata Asyhilla tertuju pada Avi yang duduk dengan sebuah surat di tangannya, Asyhilla melepas rangkulan tangan kedua sahabatnya yang menompang tubuh lemasnya dan berjalan menghampiri Avi.

"Aviiiii, " rengek Asyhilla.

Avi memeluk Asyhilla yang menangis dan membantunya untuk duduk, ia memberikan surat dari Malik dan menyuruh Asyhilla untuk membacanya. Disetiap kata dalam tulisan tersebut ada nafas yang perlahan berhenti berhembus, disetiap kalimat dalam surat itu ada jantung yang mulai melemah untuk berdetak, dan dalam rasa yang ia pendam ada keinginan untuk menyatakan namun sayang tak tersampaikan.

Relationship Goals [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang