25 : Jangan Tinggalkan Aku!

145K 8.8K 255
                                    

Mansion Russell

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mansion Russell

Rossie yang tengah menyeduh teh di ruang keluarga terganggu karena suara telepon yang tiba-tiba datang. Rossie melambaikan tangan ke bawah ketika anjing peliharaannya menyalak. Hanya dengan lambaikan kecil dan kerlingan sekilas anjing itu langsung duduk dan berhenti melolong.

Rossie perlahan bangkit berdiri, melewati Diego, anjing kesayangnya untuk menerima telepon. "Halo?" Rossie tampak seperti seorang duchess yang elegan. Dia mahir dalam menyebunyikan ekspresi. Bahkan saat Karin meneleponnya dengan suara tegang, menumpahkan segala masalah, Rossie masih mengarahkan percakapan dengan kemahiran. Bahkan dengan senyum sekilas cara bicaranya yang anggun, semua orang bisa tahu bahwa Rossie memiliki aura kekuatan dan martabat yang membanjiri siapapun yang mendengar.

Suara lolongan keras Diego tiba-tiba kembali menggema. Rossie memiringkan sedikit kepala, melihat dari arah jendela yang terbuka. Sebuah mobil melaju masuk melewati gerbang dan berhenti tepat di depan halaman.

"Nek, Apa Steve sudah tiba?" Rossie masih bisa mendengar suara Karin di seberang telepon, tetapi Rossie memilih untuk menutup panggilan. Rossie meletakkan lagi corong teleponnya dan mengambil daging segar kemerahan di samping seduhan teh untuk diberikannya kepada Diego.

"Anjing sepertimu selalu menyukai daging segar seperti ini kan, Dieogo. Sarah sangat cantik. Para pria hidung belang pasti sangat menyukainya." gumam Rossie memandangi anjing herder yang belum lama ini menjadi hewan peliharaan setianya. Beberapa saat kemudian pintu terbuka di saat yang tepat. Steve masuk dengan wajah tegang yang dingin.

"Kau sudah pulang, Steve?" sapa Rossie karena Steve tidak kunjung menyapanya.

Steve hanya memandang Rossie. Mata Steve nampak dingin saat menatapnya. Cukup lama membisu Steve akhirnya mengalihkan matanya lagi ke depan. Steve berniat meninggalkan Rossie.

“Satu langkah lagi kau melewati Nenekmu, itu berarti kau lebih memilih Sarah daripada keluargamu sendiri, Steve." ancam Rossie.

Steve tiba-tiba menghentikan langkah. Tangannya mengepal dengan bibir mengatup, membentuk garis tipis tajam.  "Seperti yang telah Nenek katakan kepadaku."

       "Mulai sekarang beban dan tanggung jawab atas kematian ayahmu ada di bahumu, Steve."

"Mulai sekarang aku akan menuntut balas atas kematian Ayah dengan caraku sendiri. Bukan dengan cara yang Nenek atau Karin telah lakukan kepada Sarah. Aku adalah suaminya dan hanya aku yang berhak membalaskan dendam itu kepadanya.” Termasuk mencari penyebab kematian Ayah. Kalimat terakhir hanya diucapkan Steve dalam hati.

Kedua mata itu saling menatap tajam. Tidak ada suara yang lolos dari mulut keduanya. Rossie lah yang kemudian mengembuskan napasnya dalam, lalu kembali menatap Diego, yang saat ini tengah mengendus kakinya.

Tears of Sarah [21+] / Repost Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang