Semarang, 12 September 2017

668 45 0
                                    

Tepat malam ini aku mendapatkan tugas untuk berjaga malam. Setelah kesibukanku di pagi hari sekitar pukul 06.00, yaitu kegiatan follow up pasien dengan ditemani residen dan senior yang bertugas di poli serta masih banyak lagi yang terjadi di sini. Bicara soal senior ada yang seru di balik itu tapi kau tahu jika ada seserorang yang tidur di depanku sekarang dengan menempelkan pipinya di meja dan matanya sejak tadi masih terpejam?

Baiklah aku akan memulai ceritaku saat aku datang ke rumah sakit pagi tadi. Ya, aku datang ke sini dengan sepeda motor kesayanganku karena aku takut terlambat maka dari itu aku mengabaikan janji Radit untuk mengantarkanku padahal sebelumnya aku dengan susah payah membangunkannya lewat telepon dan dia hanya mengangkatnya namun kembali tidur. Kau tahu dia baru bangun setelah urusanku dengan lima belas pasien selesai. Aku sendiri bingung padahal siklus tidurku dengannya lebih banyak dia dari pada aku dan kenapa dia yang lebih sering tidur? Tetapi tidak apa yang terpenting aku bisa datang kr rumah sakit tepat waktu.

Sambil menunggu waktu untuk bimbingan bersama dokter supervisi aku dan beberapa teman-temanku yang senasip pergi ke kantin untuk sarapan. Kau tahu ada senior pria yang umurnya lebih muda daripada Radit diam-diam memperhatikanku. Lagi-lagi bukan karena aku yang terlalu percaya diri melainkan itu yang temanku katakan saat kami sedang makam di kantin rumah sakit. Aku hanya bisa tersenyum saja aku karena aku sudah milik Radit.

Acara makan-makan di kantin sudah selesai ditemani dengan gosip-gosip mengenai senior dan para konsulen yang sedikit menyulitkan itu serta canda tawa melepas penat seraya mempersiapkan presentasi hasil anamnesis.

Kau tahu saat tadi waktu kelompokku presentasi hampir saja terancam tidak dapat mengikut ujian stase karena  yang kami sajikan sedikit kurang rapi. Hmm. Oke beruntung kami satu kelompok yang berjumlah sembilan orang masih sabar dan tetap semangat sampai stase bedah ini berakhir bersama dokter konsulen yang terkenal ribet. Minggu depan akan digelar ujian semoga kami sukses.

Lanjut, kembali lagi ke senior yang ehem itu bikin tersedak kalau mengingatnya. Kalian pasti tahu kenapa kami berhasil selamat dari ancaman itu dan sudah bisa ditebak bahwa senior itulah sang penyelamat. Siapa dia? Hahaha namanya Alan, keren kan namanya ya, dia senior idola. Kami memanggilnya bang Alan. Dia sudah masuk tahap dua dari koas sebentar lagi yudisium untuk gelar dokternya, eh masih lama ding.

Bang Alan sudah menjadi idola sejak dulu, kenapa dia sangat diidolakan? Kalau dipandang dari segi prestasi biasa saja karena ada yang lebih hebat dari dia. Kalau dari segi UKM yang diikutinya? Kurasa bukan itu setahuku dia tidak aktif dengan UKM. Mungkin karena kebaikkannya membantu junior-junior yang kebingungan menghadapi konsulen yang menegangkan.

Baiklah karena bang Alan akhirnya presentasi hasil anamnesis sukses dan lancar. Sekitar pukul dua siang akhirnya seluruh tugas perkoasan selesai padahal kalau dilihat dari sebelumnya pukul empat sore baru selesai. Aku menyatakan bahwa hari yang melelahkan ini sudah berakhir, namun kau tahu ternyata hari ini aku ada bagian jaga di UDG sebenarnya aku ingin sekali kabur lalu kencan bersama Radit ke Semarang bawah untuk menghapus semua penat yang menggaggu. Namun sepertinya sia-sia dan hanya imajinasi saja. Beruntung waktu itu Radit berjanji akan menemaniku saat jaga malam.

Saat itu aku ingin sekali pulang namun aku harus masuk ruang oprasi sampai pukul empat sore dan tidak bisa pulang karena harus menyalin rekaman medis sampai pukul enam lalu kemudian aku harus sudah di tempat jaga di ruang perawat sambil menunggu jika ada sesuatu yang darurat. Beruntung ada bang Alam yang menemani. Jadi aku sedikit santai menikmati malam jaga yang cukup membosankan.

Boleh jadi bang Alan aku anggap kakak aku sendiri, sikapnya yang dewasa dan dia selalu mengerti stategi menghadapi konsulen. Kalau dibandingkan dengan Radit jauh lebih baik Radit tetapi bedanya bang Alan ini masih di lingkup sama denganku berjuang samapi perkoasan ini berakhir. Sekitar pukul sembilan malam bang Alan berpamitan untuk pulang karena dia tidak ada jaga malam, aku tidak mempersalahkan itu karena Radit akan datang.

Rumah sakit semakin malam semakin sepi, seperti janji Radit ia datang sekitar pukul sepuluh malam. Para perawat dan senior yang juga berjaga menatapku dengan tatapan nyinyir melihat kedatangan Radit.

Karena merasa nyaman Aku dan Radit akhirnya memutuskan untuk duduk di kursi besi yang dingin di lorong-lorong yang sepi sambil menikmati nasi goreng dan teh hangat. Karena malam semakin dingin dengan banyak pertibangan akhirnya aku mengajaknya masuk ke ruang perawat mengabaikan tatap nyinir senior dan membiarkan Radit tidur dia sudah berjanji akan menemaniku sampai subuh tetapi sekarang dia sudah lebih dulu tidur di depanku sedang aku hanya mampu melihatnya sambil menulis cerita selagi menyusun referat yang hampir saja selesai.

Melihat Radit yang sepertinya posisi tidurnya kurang nyaman aku sama sekali tidak tega. Bagaimana tidak dia tidur dengan posisi membungkuk tidak menutup kemungkinan besok pagi punggungnya akan sakit dan mungkin besok saat kerja di siang harinya tenaganya akan kurang maksimal.

Aku sudah memintanya pulang namun jawabannya masih tetap sama. "Apakah sudah subuh? Aku besok kerja siang jangan mempermasalahkan pekerjaanku."

Boleh jadi aku harus mengambilkan selimut untuknya. Ya, aku sudah menutup tubuhnya dengan selimut berwarna hijau yang baru aku ambil di lemari. Selamat tidur Radit. Kau tahu, jangan bilang siapa-siapa aku baru saja mencium kening Radit.

Kurasa sampai di sini aku bisa menulis semua yang terjadi malam ini. Ini sudah hampir lewat tengah malam semoga besok saat fajar menyapa hari tidak seberat tadi siang.

((BERSAMBUNG))

Saat aku tidur bukan berarti aku tidak mampu merasakan cintamu kurasa kamu mengerti bahwa cinta tidak memandang keadaan.

Oke riset besar2an di part ini. Untuk kalian yang merasa kurang cocok maka segera memberiku komentar untuk perbaikan. Baiklah si yu

Aila dan Radit (OPEN PO)Where stories live. Discover now