Semarang, 28 April 2017

2.2K 112 61
                                    

Hari ini dingin karena gerimis pagi tadi. Tetapi tidak lama.

Terfokus pada buku tulis, aku masih mengingat sosok pangeran penyelamat ketika aku terjebak pada pesta orang lain. Bagaimana tidak, aku datang ke ruang pesta yang salah, masuk ke dalam ruangan penuh dengan bunga-bunga bertebaran padahal sebenarnya ruang pestaku berdominasi warna putih, hitam dan merah muda. Bodohnya diriku waktu itu masuk ke dalam lift lalu menekan tombol angka tujuh tanpa berpikir panjang sebelumnya, padahal ruang pestaku di lantai satu.

Tapi sepertinya takdir yang menuntunku. Aku masih ingat kejadian memalukan itu hingga seorang pria tiba-tiba datang dengan mengenakan kemeja biru bermotif bunga, celana hitam dan sepatu hitam legam. Pria itu berjalan mendekat lalu berdiri tepat di depanku dan menatapku serius.

"Apakah ada yang bisa dibantu?" kata Pria itu kepadaku. "Toilet ada di samping tangga darurat."

"Maaf aku salah masuk ruang pesta."

"Oh maaf, kamu anak kedokteran kan?" tanya Pria itu kembali.

Boleh jadi kepalaku menunduk dengan sendirinya tanpa ada perintah dari otakku.

"Tidak apa, kamu akan aku antarkan ke pestamu," kata pria itu berjalan menuju pintu keluar dan aku langsung mengikuti dibelakang. Semacam ada magnet yang menyeretku untuk selalu berjalan di belakangnya.

"Eh Dit, siapa dia?" sapa wanita dengan dress bermotif bunga berwarna merah keunguan, yang sepertinya mengenal pria itu.

Pria itu menatapku sejenak lalu kembali menatap wanita yang menyapanya. "Dia adikku."

"Kamu punya Adik?" Wanita itu menyempitkan mata ketika menatapku.

Aku bingung namun aku mencoba untuk tersenyum. Pria itu menatapku mengisyaratkan untuk segera mengikutinya karena ia mulai melanjutkan perjalanannya. Sesampainya di lift dia menekan tombol angka satu. Aku merasa canggung di depan pria itu, aku tidak mengenalnya tetapi kenapa dia begitu baik?

"Apakah kamu ada masalah?" kata pria itu lemah mentap pintu lift.

Aku lupa segala-galanya karena terlalu asik memikirkan sesuatu dan tidak tahu dia bertanya kepada siapa, namun waktu itu aku menyadari jika dia bertanya kepadaku karena dia langsung menatapku saat aku masih berusaha mencerna perkataanya.

"Maaf kalau aku terkesan seperti orang yang ingin tahu mengenai kepribadianmu, akan tetapi aku melihat mata kamu terlihat sembab. Apakah kamu habis menangis?" Pria itu mengulurkan tangannya kepadaku. "Namaku Radit, kamu?"

"Namaku Aila." Aku menyambut tangannya dengan tenang. Tangan kami menyatu beberapa saat lalu kemudian dia sedikit merenggangkan sampai tangan kami terlepas dan pintu lift terbuka.

Kami berjalan keluar lalu aku menceritakan kepadanya kenapa mataku sembab, tetapi sebelum cerita itu berakhir dia menghentikanku. "Tidak perlu diceritakan semuanya, mungkin saking panjangnya ceritamu itu bisa menjadi novel." Dia tersenyum kepadaku dan aku juga tersenyum kepadanya.

"Aku akan kembali ke pestaku, semoga pestamu lancar." Dia mengankat tangannya ke udara. "Hi five!"

Aku langsung menepuk tangannya. Dia tertawa kecil, mungkin dia mungkin menertawakan ekspresiku.

"Walaupun mata kamu sembab tetapi kamu tetap cantik. Jadi tolong sampaikan maafku ke kekasihmu."

"Kenapa kamu meminta maaf kepada dia?"

"Karena mengatakan kamu cantik." Pria itu lagi-lagi tersenyum kepadaku lalu dia berjalan menjauh kembali masuk ke dalam lift.

Aku merasa ingin sekali bertemu dengannya lagi tetapi kurasa itu tidak mungkin jadi aku langsung berteriak kepadanya. "Radit, boleh aku meminta nomor ponsel kamu?"

Aila dan Radit (OPEN PO)Место, где живут истории. Откройте их для себя