Trap - 2

92 10 0
                                    

Bulu matanya bergetar membuka. Rasa sakit kembali menyerang kepalanya. Langit ruangan yang berwana putih menyambut penglihatannya yang masih buram.

"Juli?"

Julieta berkedip untuk menghilangkan buram dari penglihatannya. Akhirnya dia bisa melihat jelas perempuan yang baru saja menyebutkan namanya. "Kak Radin."

Paradina menghela napas lega. "Akhirnya lo sadar juga. Kalo lebih dari satu jam lo nggak sadar-sadar, kita bakal panggil ambulans terus bawa lo ke RS tau nggak."

"Gue kenapa?"

"Lo lupa?" Paradina malah balik bertanya. Dia bukan bermaksud tak menjawab, hanya saja dia tak ingin Julieta syok lagi. Jadi ada baiknya bila Julieta mengingatnya sendiri.

Julieta mengorek-ngorek ingatannya. Berusaha mengingat apa yang terjadi kepadanya. Tapi percuma, dia tak bisa mengingatnya. "Gue nggak inget."

Paradina bersyukur kalau adiknya tak ingat kejadian dua jam yang lalu. Segera dia meminta Julieta untuk minum untuk mengurangi dehidrasi yang membuatnya pingsan tadi.

Seingat Paradina, Julieta juga pernah seperti ini sebelumnya. Setelah pulang sekolah mereka melihat dua orang polisi mengejar pencuri dan untuk menangkapnya polisi itu menembak kaki si pencuri. Bayang-bayang kejadian itu masih melekat di kepala Julieta hingga membuatnya syok dan menangis sampai tak sadarkan diri. Sejak itu Julieta pasti ketakutan tiap melihat polisi.

"Jadi anak saya bebas?" tanya Cancero di luar sana disertai suara langkah kaki. Julieta sempat kebingungan mengapa ada suara papinya dari luar.

Ketika Cancero membuka pintu UKS dan masuk bersama dengan seorang polisi, kejadian yang dia lupakan tadi menyeruak masuk ke ingatannya.

"Iya, Pak. Jadi dia bebas dari segala bukti yang ada," kata polisi itu.

Detak jantung Julieta memburu. Cepat-cepat dia menarik mundur tubuhnya dan memeluk tubuh Paradina.

"Juli?" Cancero sempat kebingungan melihat reaksi anaknya. Dan dia baru teringat, "Ah, ya. Maaf, ya, Pak, anak saya takut sama polisi."

"Oh, kalau begitu masuk akal kenapa dia pingsan," gurau pak polisi disertai tawa ringan. "Kalau begitu saya permisi."

Cancero menjabat tangan polisi itu. "Terima kasih, Pak."

"Kok bisa sebentar itu Juli bebas?" tanya Paradina setelah polisi pergi.

Cancero duduk di tepi brankar dan mengelus kepala Julieta. "Juli dijebak oleh tersangka."

"Siapa tersangkanya?"

Rambut hitam yang tergerai bergerak ke kanan-kiri seirama dengan guncangan dirinya yang tengah berlari kencang. Wajahnya muram. Tatapan matanya tajam.

Dia memasuki ruangan yang bertuliskan ruang CCTV tanpa mengetuk, lalu menyemburkan amarah. Karena seharusnya orang yang telah dia jebak segera menderita, tapi malah terbebas dari segala bukti yang ada. Dia merasa kalau kegagalan itu pasti disebabkan dari kamera pengawas yang masih menyala di ruangan itu.

"Bodoh! Lo enggak matiin CCTV ruangan yang gue minta 'kan?!" Mulanya tatapan mata Jessica tajam, lambat laun berubah membelalak mengetahui si penjaga kamera pengawas telah terborgol dengan seorang polisi di belakangnya.

"Jangan bergerak!" Salah satu polisi menodongkan pistol kepadanya.

Jessica perlahan menaikan kedua tangannya ke udara. Bukannya diam di tempat justru dia bergerak cepat meninggalkan ruangan itu. Tiga orang polisi mengejarnya. Mereka tak mau melepaskan peluru untuk melumpuhkan Jessica karena dalam area sekolah.

Romeo-nya JulietWhere stories live. Discover now