New Home

335 50 73
                                    

Sesekali dia mendengus kesal karena suara berisik dari gerombolan cewek yang baginya tidak jelas itu. Bukan terfokus pada bukunya tapi sedari tadi dia mendengar percakapan mereka. Bagaimana tidak? Suara mereka sangat kencang hingga bisik-bisikan saja masih bisa didengar.

"Kak Ro?" panggil sepupu perempuan yang di depannya, Anania Karina Farninda, saat Julieta mendapatkan tantangannya dari Juni. Jadi, Romero maupun Anania tak tahu hal tersebut.

"Hem," sahutnya sambil pura-pura berkutat dengan buku pelajarannya.

Mata Anania menyipit, "Kak Mero, gapapa 'kan?"

Romero melirik Anania, "Pertanyaan lo ambigu banget?"

Anania bersandar di sandaran bangku dan tersenyum, "Cuma kata itu yang bisa ngalihin perhatian Kak Mero dari mereka ke aku."

Anania tau? Kok bisa? Batin Romero.

"Nggak usah kaget gitu. Aku tau karena mimik muka Kak Mero saat baca buku beda dari biasanya, kali ini muka Kak Mero mengeras kayak baca buku kimia, padahal lagi baca buku Bahasa Inggris," Anania terkikik geli, "Udah gitu kebalik lagi."

Romero membelalak, dia melihat buku yang dipegangnya dengan horor, dan benar, buku yang dia pegang terbalik. Anania melepaskan tawa.

Cowok itu dibuat malu dan bete. Romero tak mau tersenyum, nanti Anania jadi tahu bahwa dia malu. Dia mempertahankan poker face-nya, "Nggak, gue sengaja, gue mau baca dengan cara berbeda aja. Siapa tau gue bisa terjemahin teks tujuh paragraf dalam tiga menit." Dia membetulkan posisi buku itu.

Anania tertawa renyah, "Hahaha, iya deh aku percaya."

Dari sudut mata Romero, datang seorang cewek dari kelompok gaje dari arah kanan. Sedangkan Anania memandangi cewek itu yang sedang berjalan mendekati Romero dan duduk di sebelah kiri Romero.

Mula-mula cewek itu tersenyum sambil menopang kedua pipinya. "Romero, lagi apa?"

"You think?" tanya Romero kembali, dengan nada tidak senang tentunya. "Punya mata 'kan?"

"Punya, tapi mata aku nggak bisa ngalihin pandangan aku dari Romero jadi nggak bisa tau apa yang Romero kerjain."

"Apa mau lo?" tanya Romero kesal, "Ganggu aja."

Juli tersenyum lebar. "Kalo Mero nanyain aku mau apa? Aku mau Romero dipanggil Romeo dan Romero panggil aku Juliet, gimana?"

Kini Romero mau menatap Julieta, bukan, lebih tepatnya melotot. "Eng-gak pen-ting," desisnya penuh penekanan. Dia ingin cewek penganggu itu enyah dari padangannya. Ingin rasanya berteriak mengusir namun tidak tega karena tidak mampu bersikap kepada perempuan, lagipula dia hanya akan berteriak ketika marah.

"Penting dong Ro, supaya aku selalu ingat sama Mero dan Mero selalu ingat sama aku," tampak dari suaranya Julieta tidak marah atau kesal.

Cewek itu sukses membuat Romero bingung. Romero tak tahu harus memakai cara apalagi agar Julieta pergi, dia tidak tahan jika diganggu. Akhirnya dia memutuskan untuk dia saja yang pergi.

"Gimana, Ro?" tanya Julieta antusias.

Romero menutup bukunya. Berdiri sambil membereskan buku yang berceceran di meja. "Ayo, Na, temenin gue liat rumah baru."

Anania menuruti Romero sambil tersenyum ala menahan tawa.

Julieta tetap tenang, dia tidak marah atau kesal sedikit pun. "Rumah baru? Aku boleh maen ke rumah baru Romero?"

Romero diam, dia menyampirkan tas ke bahu lalu pergi menjauhi Julieta.

"Oke, nggak apa, berarti Mero mau 'kan aku panggil Romeo?" teriak Juli jauh di belakang Romero.

Romeo-nya JulietWhere stories live. Discover now