The Girl he first like - 2 (Romero PoV)

149 19 5
                                    

"Ihhh, lama banget disuruh ngambil dua minggu lagi," keluh mamaku ketika kami akan pulang ke rumah.

"Yaudahlah gapapa, daripada beli baru," balasku.

Mama menghela napas kesal. "Mama minjem hape kamu dong, Ro." Aku mengambil remote AC dan menyodorkannya ke mama. "Itu remote AC, Ro! Yang bener aja kamu!"

"Aku salah ngambil," tukasku. "Mama sih ngebet banget minta ke service center."

"Ya, maap. Mama 'kan gitu, orangnya panikan."

"Semoga tuh hape nggak sembuh," doaku bergurau.

"Ihhh, mama 'kan udah minta maap!"

"Iya, iya," aku mengalah. Tapi gara-gara mama, aku jadi khawatir maksimal akibat perilaku canduku yang tak pernah sedetik pun tak bisa lepas dari ponsel.

Kami sudah sampai di rumah. Langkahku terhenti di ruang tamu saat melihat jam sebelas kurang seperempat. Lalu aku kembali melangkah menuju kamar. Di ruang keluarga, aku melihat mama tengah duduk di sebelah telepon rumah. Wanita ini benar-benar tak bisa pisah dengan alat komunikasi, ya! Untungnya dia mamaku.

"Gils, banyak banget missed call-nya!!" pekik mama ketika aku tengah menaiki tangga.

"Dari siapa emang?" tanyaku. Kemudian telingaku menajam saat mendengar nada dering yang tak asing.

"Dari Isyana! Kena—"

"Ssstt, diem Ma," interupsiku menyuruh mama diam. Jantungku berdegup mengenali nada dering itu. "Hape Mero bunyi mulu!" aku terbirit-birit menuju kamar.

Ketika sampai kamar, ponselku senyap. Secepat kilat ponselku telah berpindah ke tangan. "What!!!"

Ada 43 missed call dan 16 pesan dari kontak yang berbeda-beda. Dan yang terakhir kali meneleponku ialah Julieta. Seketika jantungnya berdetak kencang, aku baru teringat kalau dia sedang kurang sehat. Berarti hal telah terjadi pada Julieta. Mungkin saja kondisi dia semakin buruk dan memintaku untuk menjemputnya.

Kembali ponselku berdering. Dan tertera nama Julieta di sana.

"Ro?" lirihnya lemah. Sungguh, hatiku langsung terenyuh perih mendengarnya.

"Jul, lo di mana?" tanyaku panik.

"Aku ... di ...," lirihnya lemah, lagi. Akankah ... dia ... sedang tidak baik-baik saja?

"Lo di mana, Julieta?!" aku bertambah panik.

"Aku ...." Suara Julieta kian menghilang dan berganti ke suara dentingan benda menyentuh lantai. Lalu disusul suara debuman yang tak begitu terdengar jelas namun makin meningkatkan kepanikanku.

"Arghh," geramku kesal. Kusingkap tirai. Jendela dibuka naik. Dan melangkah keluar.

Tadinya aku akan melompat dari balkon dan mengendarai mobil untuk ke sekolah. Tapi niat itu batal kala melihat pintu kaca kamar Julieta terbuka lebar. Sepertinya gadis itu ada di kamarnya!

Dalam sekejap aku menapakkan satu kakiku di susur balkon dan langsung kehentak hingga tubuhku melayang dan terdorong ke balkon kamar Julieta. Hap, aku mendarat sempurna di balkon dengan posisi berjongkok.

Mataku disambut dengan kamar bernuansa kuning yang tertata rapih. Aku masuk lebih dalam ke kamarnya sambil berteriak memanggil, "Juli!!"

Tak ada siapapun di sini. "Ke mana dia? Nggak mungkin banget dimasukin maling!"

Aku mencoba meneleponnya. Suara ponsel pun terdengar, tapi anehnya asal suara ada di atas. Kemudian mataku menangkap anak-anak tangga di dinding kamar yang mengarah langit kamar yang berlubang kotak. Tanpa berpikir dua kali, aku segera memasuki ruangan di atas kamar Julieta yang kuyakini sebuah loteng.

Romeo-nya JulietTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang