Dua Puluh Lima : Kencan Pertama

35.7K 5.3K 1.2K
                                    

Aluna memandang pantulan dirinya di cermin. Matanya yang terlihat sembab menjadi bukti nyata kalau dia habis menangis.

Berulangkali dia mengajukan pertanyaan yang sama pada Allah.

Kenapa cinta semenyakitkan ini?

Haruskah dia menyerah? Meninggalkan dia yang dicintai seorang diri?

Inikah cobaan bagi seorang istri yang hendak menjadikan suaminya sebagai pelabuhan cinta pertama sekaligus terakhirnya?

Dengan langkah sedikit sempoyongan Aluna melangkahkan kakinya menuju tempat tidur. Kepalanya berdenyut sakit. Dia memejamkan matanya berharap dengan itu rasa sakit di kepalanya bisa sedikit berkurang.

Suara ketukan di pintu memaksa dirinya untuk kembali membuka matanya.

"Aluna apa kau sudah siap?"

Dahi Aluna berkerut saat mendengar suara yang memanggilnya barusan. Itu bukan suara Nino tapi suara Naura.

Kenapa ada Naura?

Aluna menarik napas dalam-dalam sebelum beranjak dari atas tempat tidur. Berjalan pelan ke arah pintu.

"Kak Naura," sebisa mungkin Aluna memasang senyum manis kepada Naura yang sudah berdiri di depan pintu kamarnya.

Mata Naura memicing saat melihat mata Aluna yang sembab, "Kau habis menangis?"

Aluna tersenyum getir, "Iya Kak, aku habis menangis. Tidak tahu kenapa tiba-tiba aku merindukan Kakak dan keponakanku," dalam hati berulangkali Aluna memohon ampun kepada Allah karena telah berdusta.

"Benarkah?"

Aluna mengangguk.

"Boleh aku masuk ke kamarmu?" Naura meminta ijin pada Aluna agar dibiarkan masuk ke kamarnya.

Lagi-lagi Aluna hanya mengangguk.

Tanpa dipersilakan terlebih dulu Naura sudah mendudukkan dirinya di atas tempat tidur.

"Kemari Aluna, duduk di dekatku. Aku tidak akan menggigitmu."

Aluna tersenyum. Perkataan Naura membuat perasaan gugupnya menguap.

"Apa kau tahu kenapa aku datang kemari?"

Aluna menggeleng.

"Aku kemari karena hendak mengajakmu dan Nino double date. Nino pasti sudah memberitahumu kan kalau dia akan mengajakmu makan di luar?"

"Iya Kak. Kak Nino sudah memberitahuku."

"Lantas kenapa kau belum siap-siap?"

"A..aku baru mau siap-siap kok Kak."

Naura tersenyum. Tanpa diduga tangan Naura membelai pucuk kepala Aluna, "Dari dulu aku sangat ingin mempunyai adik perempuan tapi Tuhan malah memberikanku adik laki-laki. Kau maukan jadi adik perempuanku?"

Aluna mengerjap tak percaya. Kemarin Naura masih memperlakukannya dengan sangat sinis tapi hari ini sikap Naura sangat baik padanya.

"Maaf yah kemarin-kemarin sikapku sangat buruk padamu. Jujur aku merasa cemburu padamu."

"Cemburu?"

Naura mengangguk, "Iya cemburu. Sejak bertemu denganmu Nino benar-benar berubah dan perubahan yang paling membuatku dan keluargaku kaget adalah saat dia menyatakan kalau dia hendak memperlajari agama Islam."

Naura diam sejenak. Matanya menatap ke arah foto yang menempel di dinding. Foto itu mengabadikan potret Aluna & Nino saat melangsungkan pernikahan.

Aluna | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang