Teror Toilet Sekolah

ابدأ من البداية
                                    

"Sudah?" tanya Ave. "Jangan bilang kau hanya melukis ulang warna rambutku."

"Sedikit lagi," ucapku sambil sesekali menoleh ke Ave untuk mencontoh freckles-nya.

"Here you go," aku menaruh kuas dan buku sketsa Ave bersamaan. Mata Ave membelalak tatkala melihat finishing yang kubuat.

"Oh. My. God." Ia menutup mulutnya.

"Em, ini bukan termasuk vandalisme, kan?" Aku menggaruk rambutku ragu dengan maksud dari ekspresinya itu. Seperti terkejut saking jeleknya hasil lukisanku, tapi juga seperti kaget saking terpesonanya dengan bakat terpendamku.

Ia lantas memelukku senang. "Kau jenius, terima kasih!"

"Eh?"

Ia melepas pelukannya dan tersenyum lebar, "Kapan-kapan melukis sama-sama, yuk!"

"Eh, aku tak selihai yang kau kira," aku tergelak kecil, tak kusangka hasil lukisanku bagus walaupun cuma sekadar bintik-bintik. Apa ini artinya aku punya potensi dalam melukis? "Kalau pelukis ahli yang mengajakku, tentu, tapi kau harus ajari aku."

"Tentu!"

"Beritahu saja kapanpun kau bisa, aku luang setiap weekend," sahutku.

Ia mengacungkan jempol.

TENG..!! TENG..!!

"Bel masuk, aku ke toilet dulu ya," tukasku langsung lari kekuar kelas.

"Blu, tunggu, biar kutemani!" sahut Ave.

"Tidak usah, tak apa!" balasku.

Aku bergegas lari ke toilet. Beberapa saat kemudian, langkahku terhenti di depan jendela paling belakang kelas 8.3 karena ketukan yang keras.

Aku menoleh dengan refleks. Tak ada siapa-siapa dibalik jendela. Hanya debu dan kaca yang memantulkan cahaya mentari. Tiba-tiba aku tersadar, ada tulisan 'see you later' diantara debu-debu yang menempel. Sempat terpikir olehku hantu Jane yang menulisnya.

"Siapa kau?" gumamku pelan.

Huruf J tiba-tiba muncul di dalam kaca.

Diikuti dengan huruf A

Kemudian N

Lalu yang terakhir... E.

"BAAAA!!!" Shai menggedor kaca jendela sambil melompat di dalam kelas mengangetkanku.

Aku tak akan bohong kalau aku tak kaget. Sumpah. Jantungku hampir saja keluar!

"Darn you!!" pekikku marah.

Shai tergelak girang penuh kemenangan dengan ekspresiku. Ia kembali menggedor-gedor jendela, kali ini lebih pelan. Ia menunjukkan lilin bening di tangannya dan mulai menulis 'booo' di debu kaca. Kuakui lilin itu memang tidak kelihatan dari luar. "Tak pernah tahu temanku ini penakut juga, ahahaha!" Ia membuka jendela itu dan mencoba meraihku dari sana.

"Itu tidak lucu," aku memelototinya dan mundur.

"Ooh, jangan marah!" Ia memohon padaku dengan sangat.

"Jangan pernah kau ulangi," tegasku lalu pergi setelah Shai mengiyakannya.

Sial..

Aku berjalan dengan agak kesal ke toilet, jantungku masih berdegup kencang. Kau tahu, sebenarnya aku benci sekali dikagetkan.

Sampailah aku di dalam toilet perempuan. Keempat bilik kecil terdekat terisi penuh. Tersisa satu bilik kosong di paling ujung. Bilik yang paling aneh karena pintunya memiliki dua kunci. Satu untuk mengunci dari dalam dan satu dari luar. Pasti bilik itu jadi tempat favorit untuk melakukan penganiayaan. Mau tak mau aku masuk. Ini keadaan darurat-buang-air-kecil. Masa bodoh dengan bilik paling ujung. Aku sudah pernah pipis di situ dan tak ada hantu.

The Last Blueحيث تعيش القصص. اكتشف الآن