Part 23

748 65 14
                                    

Kepergian dirimu bagaikan kehilangan sebagian diriku.

—ArkanJoneaAlistair—

〰️〰️〰️

Nun jauh dari bandara, seorang lelaki masih dengan seragam pengawas. Arkan sudah hampir sejam duduk sendiri semenjak Zahra pergi.

"Kenapa dia ngomong gitu?"

"Kok perasaan gue aneh gini?"

"Maksudnya apa gitu?"

Beragam pertanyaan terus terlontar dari mulutnya. Ada rasa sesak yang dirasakannya. Perasaannya tidak enak sekali. Pikirkan dan hatinya berputar pada satu titik, Zahra.

Bulan dan bintang itu memang dekat tapi keduanya sulit untuk bersatu. Walau ada satu bintang selalu memancarkan cahaya terbaiknya dari ratusan bintang lainnya. Namun, sang bulan tidak akan pernah melirik cahayanya.

Kata-kata penuh teka-teki itu terus terngiang di kepalanya. Kata-kata ambigu. Dia yakin kata-kata itu bukan kata-kata candaan tapi hal itu mangandung makna. Tapi apa? Arkan bingung. Diacaknya rambutnya frustasi.

Kak, aku pergi. Jaga diri baik-baik. Good bye.

"Kenapa hal itu seperti salam perpisahan?"

"Gue harus perjelas. Gue yakin dia ngomong gitu tidak sekedar bercanda," ujar Arkan pada dirinya sendiri.

Arkan beranjak berdiri lalu berjalan menuju kelas Zahra. Belum sampai di tempat yang ditujunya, sekitar tiga orang gadis sedang mengobrol di koridor sekolah. Bukan itu yang menarik Arkan tapi pokok pembahasannya.

"Gimana ceritanya Zahra bisa pindah?"

"Gue juga gak tau karena tadi pagi Zahra pamit ama kita semua sama beberapa guru juga."

"Trus dia pindah kemana?"

"Gue juga gak tau, dia gak ngomong apa-apa soal itu."

Tubuh Arkan seolah-olah membeku di tempatnya. Informasi yang didapatkannya seakan menamparnya telak.

Jadi semua ucapannya tadi merupakan salam perpisahan darinya? Tidak mungkin, ini... ini gak mungkin.

Ujar Arkan mengelak semua yang didengarnya. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya menepis hal itu. Entah kenapa jantungnya seakan diremas, perasaannya hancur, serta pikirannya blank.

Dengan langkah seribu Arkan menuju ruang pengawasan CCTV. Secepat kilat mengganti baju seragamnya dengan t-shirt putih dan celana jeans hitam.

Setelah itu, Arkan mengambil kunci mobilnya lalu segera meleset pergi. Kecepatan mobilnya sudah sampai diatas rata-rata. Tiba di rumah Zahra, Arkan dengan tidak sabaran memencet bel.

Bi Yanti membuka pintu dan mengernyit bingung dengan cowok tampan berdiri di depannya.

"Zahra di mana, Bi?" tanya Arkan to the point.

"Non Zahra udah pergi," jawab Bi Yanti polos.

"Kemana?"

"Bibi juga gak tau den, maaf yah." Setelahnya ditutupnya pintu tersebut.
Arkan menjadi semakin khawatir. Dia yakin jika Bi Yanti tahu tapi entah kenapa tidak memberitahu dirinya. Dipencetnya lagi bel rumah sampai beberapa kali tapi tak kunjung dibuka.

"Akkhh..."

Arkan berteriak frustasi. Diacak-acaknya rambutnya sehingga nampak berantakan. Tapi masih terlihat keren. Dia lalu ingat satu nama lagi.

"Alea."

Arkan langsung meluncur ke rumah Alea. Jangan heran jika dia tahu alamat rumahnya. Dia pernah diberitahukan oleh Rafa saat sahabatnya itu pergi mengantar gadis itu.

Arkan kembali merasa kecewa. Bagaimana tidak, jika Alea sama sekali tidak mau mengatakannya. Bahkan dirinya disambut dengan garang oleh Alea.

Arkan tidak menyerah, dia terus mencari Zahra. Kepala sekolah, beberapa guru, dan teman-teman Zahra. Semuanya ditanyai Arkan. Namun lagi-lagi jawaban yang diterimanya sama. Mereka tidak ada yang tahu kemana Zahra pindah.

Nomor ponsel Zahra juga tidak aktif. Malam semakin larut, Arkan belum juga mendapatkan titik terang. Rafa sudah beberapa kali meneleponnya. Dilajukan mobilnya menuju pentahousenya. Pikiran, hati, dan tubuhnya sudah merasa lelah. Terlebih pada hatinya.

"Bagaimana kalau aku mencintainya?" tanyanya pada dirinya sendiri.


〰️〰️〰️

TBC

Nah kan kalut sendiri. Jangan lupa vote and comment, guys.

21 April 2019
Ig: @lilis_ata77

CCTV ✔️Where stories live. Discover now