22.

8.9K 526 2
                                    

Canggung.

Itulah yang dirasakan Oxy sekarang ini, entah kenapa sejak pernyataan Fire tentang dirinya yang tak boleh mati membuat dirinya salah tingkah.
Dan sekarang makan malam yang serasa panjang, bagi Oxy tentunya.

Nasi goreng kari dengan dendeng di atasnya tak terlalu menggugah selera makannya. Sejak 15 menit lalu Oxy hanya makan tiga sampai lima suapan dan dengan pandangan malas seolah makanan dihadapannya adalah kutukan yang harus segera dimusnahkan.

"Makan makananmu love."

Ya, setelah sekian lama. Fire makan malam bersama dengannya. Tidak. Jangan pikir Oxy ingin makan malam bersama Fire tiap hari. Tapi...ini aneh bukan. Sudah. Lupakan.

"Aku sudah selesai."

Oxy mendorong piring yang masih berisi setengah lebih nasi goreng. Kemudian bangkit hendak menuju kamar mandi menggosok giginya.

grep

Fire mencekal tangan Oxy, dengan sedikit memaksa atau memang memaksa sebenarnya laki-laki itu mendorong Oxy duduk kembali.

"Apa yang kau lakukan! aku ingin tidur!"

Yang diteriaki hanya memandangnya datar kemudian menghela nafas,

"Habiskan makanmu love, aku tak ingin kau sakit."

Mungkin jika saja Fire bukan penjahat disini, Oxy mungkin sudah jatuh dalam pesonanya sejak lama. Dan dengan kata-kata yang serasa menggoda untuk dituruti itu.

'kau sudah jatuh Oxy,' batin Oxy mengejeknya.

Tapi akal sehatnya menyangkal. Kadang pesona pria macho memang susah ditolak bukan?
Oh ayolah, hanya perempuan tak waras yang tak terpesona dengan Fire.

"Aku sudah kenyang." jawab Oxy ketika selesai menyudahi perang dengan batinnya sendiri.

"Habiskan!"

Satu kata dengan tanda seru. Fire menatapnya tajam seolah bisa membaginya menjadi dua bagian sama besar.

"Tidak terima kasih."

Oxy hendak bangkit tapi Fire mencekalnya lagi, kemudian Oxy merasa dirinya membentur sesuatu yang keras. Dan sepersekian detik selanjutnya Oxy hanya bisa membulatkan matanya.
Tak siap menerima serangan mendadak dari Fire.

Fire melumat bibir Oxy gemas, bibir yang selalu menentang dan membangkang segala ucapannya. Bibir yang selalu mengucapkan kata-kata dingin. Ingin rasanya Fire melahap habis bibir manis Oxy.

Hanya bunyi decapan yang terdengar di ruang makan, Oxy sedari tadi menahan erangan keluar dari mulutnya. Tapi sayang, suara erangan lolos dari bibir Oxy membuat Fire tersenyum penuh kemenangan di sela-sela ciuman mereka. Tangan Fire tak tinggal diam, dia menyelusupkan tangannya masuk ke dalam pajama katun putih polos milik Oxy membuat si pemilik terkesiap.

drrt drrt

getaran di saku celana Fire menginterupsi kegiatan mereka. Membuat Fire berdecak kesal karena kegiatan erotisnya terganggu.

Oxy berusaha menetralkan nafasnya yang memburu, menatap Fire yang sedikit menjauh saat mengangkat telepon yang entah dari siapa. Dia bisa merasakan bibir nya kebas dan bengkak.

Sialan.

Dia memukul pelan kepalanya sendiri, menyadari betapa bodohnya dia mendesah saat dicium oleh Fire. Mau di taruh mana mukanya?
Oxy langsung berbalik badan dan dengan tergesa menuju kamar.

Sementara Fire yang tengah berbicara dengan seseorang di telepon mengernyit tanda tak suka.

"Ada perlu apa memang?"

Fire berusaha sebaik mungkin menahan nada suara yang keluar agak tak kentara kesal.

"......"

"Baiklah. Akan aku kirim alamat lengkapnya."

"......"

"Ya sama-sama."

bip

Ponsel dimatikan, dan Fire mendengus memandang sengit benda kotak itu. Berharap tatapannya bisa sampai pada penelpon yang barusan menghubunginya.
Tapi kesadaran menghantamnya telak, kegiatannya tertunda tadi. Jadi Fire berbalik bermaksud melanjutkan kegiatannya tadi tapi tak menemukan siapapun di tempatnya semula. Tapi dia mendengar bunyi grasak grusuk yang berasal dari kamar.

Di sisi lain Oxy tengah mencari pengering rambut yang ternyata tersimpan di laci paling bawah meja rias. Dia bukan tipe orang yang membutuhkan waktu berjam-jam hanya untuk mandi. Menurutnya mandi lima menit saja cukup asal bersih. Dan lupakan soal dia adalah perempuan pesolek. Dia bukan perempuan yang seperti itu.

Saat Oxy hendak menyalakan hairdryer tiba-tiba sebuah tangan menghentikan gerakannya. Fire. Dilihatnya Fire dari cermin besar meja rias. Pria itu tengah memandang dengan senyum maut yang membuat efek dramatis pada jantungnya.
Fire merebut hairdryer dari tangan Oxy, memaksanya duduk di kursi rias. Dan hal yang tak terduga terjadi. Membuat Oxy terkaget sekaligus terharu. Fire menyalakan hairdryer dan mulai.mengeringkan rambutnya dengan telaten. Kadang menyisirnya lembut dengan salah satu tangannya yang menganggur.

Oxy memandang Fire melalui kaca, kemudian tersenyum kecil. Dan hal itu tak luput dari perhatian Fire. Sehingga Fire ikut tersenyum entah karena apa, melihat perempuannya tersenyum mendorong bibirnya untuk tersenyum juga.

"Tera akan kemari besok."

Suara Fire memecah diantara dengungan suara mesin hairdryer.

"Untuk apa?"

"Dia berkata ingin mengantar pesanan orang tua angkatmu."

klik

Fire meletakkan mesin pengering rambut itu tepat di atas meja rias. Tapi tangannya meraih sisir dan mulai membenahi rambut Oxy.

"Kapan."

"Besok pagi."

"Apa kau akan pergi?"

pertanyaan Oxy membuatnya terkekeh lantas menghentikan gerakan menyisirnya. Memandang lekat Oxy dari kaca besar dihadapannya.

"Tergantung apa permintaanmu."

Hening sejenak.

"Temani aku tidur."

Fire tersenyum lebar, sangat lebar hingga rasanya dia akan terlambung ke luar kamar dan terbang.

"As you wish love."

∆∆∆

"Jadi? Setelah ini apa?"

Di keremangan ruangan, suara bariton menyeruak. Menggema dan terhempas ke dinding-dinding ruangan.

"Ikuti saja rencanaku Wintera. Dan kau akan mendapatkan apa yang kau inginkan. Dan aku... akan mendapatkan apa yang aku inginkan juga."

Tera menatap tajam pria dihadapannya, Raphael. Seseorang yang mengaku akan membantunya mendapatkan apa yang dia inginkan sejak dulu. Tapi kata hatinya berteriak bahwa bekerjasama dengan pria itu bukanlah hal yang baik. Dan pikirannya berkata dia akan mendapatkan hidupnya kembali.
Seperti yang dia impikan.

∆∆∆

oxygenicaddict

don't forget to tap the star. okay.

Let Me In (OPEN PO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang