EIGHTEEN

16.9K 1.4K 7
                                    

Akhirnya hari yang kunantikan datang juga. Hari ini aku sidang. Sengaja aku mengambil ijin cuti. Aku bangun bahkan sebelum adzan subuh berkumandang. Jujur saja sebenarnya aku tidak bisa tidur semalaman. Meski sudah mempersiapkan sebaik mungkin, rasa gugup dan takut itu tetap ada.

Aku bersyukur memiliki sahabat dan juga teman-teman yang selalu mendukung, membantu dan menyemangatiku. Seringkali di tengah-tengah pekerjaan yang menumpuk kuajak mereka berdiskusi tentang kasus yang kuambil untuk skripsiku. Aku butuh mendengarkan pendapat mereka. Dokter Rama juga kadang ikut bergabung dalam kelompok diskusi kecil kami. Dan aku sangat berterima Kasih karena dia mau berbagi ilmunya kepada kami yang hanya remahan rengginang ini.

Pukul enam pagi aku sudah bersiap diri. Kemeja putih serta rok hitam panjang terasa sedikit longgar ditubuhku. Rasa-rasanya aku agak sedikit kurusan. Yah belakangan ini aku memang sering telat makan. Mungkin setelah semua perjuangan ini aku bisa memperbaiki gizi kembali.

Kuperhatikan sekali lagi penampilanku dicermin. Setelah memastikan semuanya 'sempurna', aku meraih tas ransel berwarna pink yang tergeletak di meja belajar. Kuperiksa kembali barangkali ada barang yang ketinggalan. Setelah semua siap, buru-buru aku memesan ojek online.

Aku sampai di kampus pukul tujuh lebih dua puluh menit. Masih pagi, tapi ternyata teman-teman seperjuanganku sudah banyak yang datang. Ujian dimulai pukul delapan pagi, dan kami maju sesuai nomer urut yang sudah dijadwalkan. Ah, tiba-tiba jantungku kembali berdegup kencang. Tenang. Tenang Acha. Rileks.

Fiuh.

Aku menghela napas panjang. Lalu bergabung bersama teman-temanku yang lain. Kami berbincang-bincang seputar pekerjaan dan kesibukan masing-masing. Kami memilih menghidari topik tentang materi skripsi. Cukup sudah persiapannya, yang penting nanti ketika didalam kami harus berusaha sebaik mungkin.

Ditengah obrolan kami, tiba-tiba ada suara seseorang yang amat sangat kukenali menginterupsi.

"Permisi, bisa pinjam Bila sebentar?"

Refleks semua mata teman-temanku menoleh ke arahnya. Aku membelalakan mataku lebar. Lelaki itu tersenyum lembut sembari menarik tanganku dan membawaku menjauh. Bisik-bisik dari teman-temanku terdengar samar.

"Dokter kok bisa disini?" Tanyaku masih agak heran dengan kehadirannya yang tiba-tiba. Seingatku kemarin dia bilang mau ke Surabaya, ada seminar penting yang wajib dihadirinya.

Kulihat dia melirik jam di pergelangan tangannya. Lalu menatapku gelisah. Alisku bertaut bingung. Tiba-tiba dokter Rama memegang kedua bahuku, sedikit menundukkan badannya agar sejajar dengan tinggiku. Matanya yang tajam menatapku dalam. Mendadak aku jadi gugup.

"Ke-kenapa?"

Dia menghela napas panjang.

"Saya..." Ucapannya terhenti, aku diam menunggu kata-kata yang keluar dari bibirnya. "Cuma mau Kasih semangat buat kamu."

Ya elah. Kasih semangat doang kenapa posisinya begini banget sih. Kan baper jadinya.

"Makasih dok. Saya pasti berusaha semaksimal mungkin." Ucapku sambil mengangkat tangan kananku membentuk kepalan.

Dia tersenyum. Melepaskan pegangan tangannya dibahuku lalu mengacak pelan rambutku

"Kamu cantik. Tumben digerai begini." Ucapnya sambil membelai lembut rambut panjangku yang hari ini memang sengaja kugerai.

Mendengar ucapannya, wajahku sontak memanas. "Apasih? Dokter nggak usah gombalin saya pagi-pagi ya. Ngerusak konsentrasi aja."

Dia tertawa mendengar ucapanku sembari kembali mengacak rambutku

Hey, Bi! #Wattys2018Where stories live. Discover now