FOUR

23.4K 1.8K 23
                                    

"Nih, Cha. Lo yang anter pasien ini ke atas."

Aku menghentikan kegiatanku menulis laporan soap milik pasien-pasien yang menumpuk didepanku, lalu menatap April yang tengah menyodorkan status rekam medik dengan kening berkerut.

"Kok gue? Lo aja deh, Pril."

April memutar bola matanya malas sembari merebut balpoin yang sedang kupegang, mengambil alih kegiatanku.

"Gue sih mau-mau aja ya, Cha. Tapi ini perintah langsung dari Dokter Rama. Katanya lo aja yang nganter pasien itu ke atas."

"Pasien gemelli* yang tadi?"

April mengangguk. Tangannya di gerak-gerak kan memberikan gestur agar aku segera beranjak dari tempat dudukku.

Aku mendesah kesal, mau tidak mau berdiri dari posisi ter-uwenakku. Apa sih maunya dokter mesum itu? Seharian ini aku sudah bolak-balik ruang operasi sebanyak empat kali lho. Kenapa dia minta aku semua yang mengirim pasien-pasien itu? Padahal, biasanya aku dan teman-teman yang lain selalu bergantian mengantar pasien pre-op ke ruang OK* di lantai atas.

"Lo ada affair ya sama Dokter Rama?"

Pertanyaan April membuatku tersedak air mineral yang tengah kuminum. Mataku meolotot ke arahnya. Sedang dia menatapku curiga.

Aku tidak tahu darimana gosip-gosip itu mulai bermunculan. Gosip bahwa aku dan dokter mesum itu ada kedekatan khusus diluar pekerjaan kami.

"Sembarangan. Jangan bikin gosip deh." Aku menyambar rekam medik milik pasien yang akan di operasi, lalu melenggang pergi meninggalkan April yang masih tidak puas dengan jawabanku.

"Dek, ikut Saya satu ya. Ngirim pasien ke atas."

Aku berseru kearah kerumunan mahasisiwi kebidanan yang tampak asyik bergosip di pojokan. Mereka mengingatkanku pada jaman dulu saat masih praktik kuliah lapangan. Pasien cukup tenang hari ini. Hanya ada dua bed yang terisi. Bed satu ada Ibu hamil dengan hyperemesis gravidarum* yang sedang menjalani re-hidrasi. Dan bed dua ada Ibu hamil dengan plasenta previa* yang harus bed rest karena mengalami perdarahan antepartum*.

Salah satu mahasiswi yang kuketahui bernama Anggi berjalan kearahku. Kuajak dia untuk mendorong brankard pasien menuju ke lantai empat. Selama perjalanan aku banyak berbincang dan memberikan motivasi agar ibu hamil didepanku ini tidak takut melakukan operasi caesar. Wajar jika dia merasa takut, karena memang ini adalah kehamilannya yang pertama dan langsung di karuniai Tuhan sepasang anak yang kembar.

Ah, senangnya punya anak kembar. Aku jadi berangan-angan jika nanti aku menikah dan hamil, aku juga ingin diberikan anak kembar.

Aish, kenapa aku jadi melantur kemana-mana. Lagipula aku harus menikah dengan siapa? Susah cari lelaki Setia dan bertanggung jawab dijaman sekarang ini. Kalaupun nanti aku ketemu dengan lelaki spesies ini dan memintaku untuk menjadi istrinya, aku pasti mengiyakan tanpa syarat.

"Hai Cha.. mata gue seger bener ya seharian ini ketemu lo terus."

Suara Erik, salah satu perawat OK membuyarkan lamunanku. Aku memutar bola mataku malas, mengabaikan gombalannya sembari memberikan status rekam medik yang sejak tadi kubawa. Erik ini salah satu lelaki yang juga patut dihindari. Tidak cocok dijadikan pacar ataupun suami. Tingkahnya yang sok playboy kadang membuat perutku mendadak mulas. Gombalannya receh dan sama sekali tidak bermutu.

"Percuma lo gombalin dia, Rik. Sampai lebaran monyet juga dia nggak bakal kesengsem sama lo." Bagas tiba-tiba datang. Mengambil alih pasien yang tadi kubawa dan memindahkannya ke brankard khusus diruang OK.

Erik tampak tidak terpengaruh dengan ucapan Bagas. Lelaki sok playboy itu masih keukeuh melontarkan gombalannya padaku. "Malem minggu lo masuk apa, Cha? Jalan yuk."

Hey, Bi! #Wattys2018Όπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα