THREE

24.6K 1.9K 13
                                    

"Lo sebenernya ada hubungan apa sih Cha sama dokter Rama? Ngaku aja deh, sama gue ini."

Aku menghela napas lelah. Meletakkan sendok soto ayam yang tidak lagi menggugah selera makanku. Pasalnya,aku bosan mendengar pertanyaan yang sudah dilontarkan berkali-kali oleh beberapa temanku yang kepo karena melihat sikap dokter Rama padaku belakangan ini.

Sepertinya dokter baru itu berniat melancarkan aksi balas dendam padaku. Dia sering sekali menyuruhku ini itu dan membuatku pulang lebih lama dari teman-temanku. Aku tidak bisa berbuat apa-apa, pasalnya aku menghormati dia sebagai dokter yang kompeten dan bertanggung jawab di ruanganku.

"Kin, harus berapa kali sih gue bilang sama lo. Gue sama dokter Rama itu baru kenal."

Meyakinkan sahabatku yang satu ini memang butuh kesabaran ekstra. Aku menyeruput es jeruk di depanku. Menatap jengah ke arah Kinar yang masih menyipitkan matanya curiga padaku.

"Lo nggak bohong kan? Nggak ada yang lo tutup-tutupin dari gue kan?"

Harus kuakui Kinar ini pintar sekali membaca raut wajahku. Aku terdiam. Menimbang-nimbang apakah aku harus menceritakan kejadian yang sebenarnya pada Kinar. Kejadian memalukan yang terjadi padaku beberapa hari lalu. Mungkin saja dengan Kinar tahu faktanya dia jadi berada di pihakku dan berhenti membicarakan segala hal tentang dokter Rama di depanku.

"Lo inget gue pernah cerita cowok kurang ajar yang numpahin kopi di seragam gue?"

Kinar tampak berpikir sejenak lalu mengangguk. "Yang grepe-grepe in lo itu?"

Aku menghela napas panjang. Malas sekali mengingat-ingat kejadian memalukan itu.

"Hmm.."

"Bentar. Jangan bilang cowok itu Dokter Rama?"

Aku mengangguk. Kinar tampak terkejut luar biasa. Dia bahkan sampai menutup mulutnya saking kagetnya.

"Anjaaaaayy. Lo beruntung banget tau nggak."

Giliran aku yang meolongo. Bisa-bisanya dia bilang aku beruntung. Tindakan dokter Rama itu salah satu bentuk pelecehan lho. Bisa saja dia kulaporkan ke Komnas Perlindungan Wanita.

"Beruntung gigimu. Gue bukan untung tapi buntung tau nggak. Ibarat peribahasa lama, udah jatuh tertimpa tangga pula."

Aku mengerucutkan bibirku sebal. Kulempar sedotan bekas milikku ke arah Kinar yang tertawa terbahak-bahak. Beberapa pengunjung kantin sontak menoleh ke arah meja kami karena mendengar tawa Kinar yang mirip mak Kunti itu.

"Dokter Rama tuh paket lengkap tau, Cha. Udah tampan, mapan, ugh.. Kok ada sih manusia se-perfect dia."

Aku memutar bola mataku malas mendengar Kinar membicarakan segala hal tentang dokter Rama. Bagiku, semua lelaki itu sama saja. Brengsek.

Dua kali aku dikhianati oleh makhluk bernama lelaki. Yang pertama adalah Papaku sendiri. Papa tega meninggalkan Mama dan menelantarkan aku demi perempuan pelakor macam sekretarisnya. Saat itu aku masih duduk dibangku kelas satu SMA di kota asalku, Surabaya. Papa yang dulu sangat menyayangi keluarganya perlahan berubah. Dia menjadi sosok pemarah dan jarang sekali pulang kerumah. Aku sering kali mendengar pertengkaran Papa dan Mama di malam hari. Bahkan kadang aku mendengar Papa menampar Mama. Tidak ada yang bisa kulakukan saat itu kecuali hanya menangis dikamar seorang diri.

Sampai pada suatu hari, aku memergoki Papa ternyata ada main dengan sekretarisnya sendiri. Sekretaris yang selama ini selalu Mama percaya tega menusuknya dari belakang. Papa memilih perempuan pelakor itu ketimbang Mama dan menceraikan Mama. Sejak saat itu Mama depresi dan sering sakit-sakitan hingga akhirnya meninggalkanku pergi untuk selama-lamanya.

Hey, Bi! #Wattys2018Where stories live. Discover now