Episode 30

69 4 0
                                    

"Selamat pagi Pak Ongky, Bu Rinda. Apa kabar?" Sapa Henry hangat.

"Selamat pagi juga pak dokter. Kabar baik," ucap Ongky.

Aku hanya tersenyum. Henry menatapku penuh arti.

"Pagi Dok, Ibu Cintia ingin bicara," ujar seorang karyawati cantik yang berdandan sempurna dan memakai pakaian resmi serba hitam.

"Mohon tunggu sebentar ya, Pak Ongky dan Bu Rinda," ujar Henry sebelum berlalu.

Aku di dera bosan. Sementara ponsel Ongky hampir tak berhenti berbunyi. Seharusnya pagi ini hotel sepi karena sama sekali tak ada acara banquet. Tetapi siapa sangka tamu-tamu yang datang ingin mengadakan event mendadak banyak yang datang.

"Baik Pak John. Jadi confirmed tanggal dua puluh sembilan, ya. Nanti kalo sudah sampai hotel saya kirim penawarannya, pak," ujar Ongky kemudian menekan tombol merah.

Aku bengong beberapa saat.

"Bapak dan Ibu, mari saya antar ke kantor Dokter Henry," ujar wanita cantik lain yang tiba-tiba muncul dengan seragam yang sama.

Menuju ke lantai tiga menggunakan lift. Pasien sungguh dimanjakan. Belum air conditioner yang adem sangat membuat betah.

"Selamat datang di ruang kerja saya Pak Ongky dan Bu Rinda," sambut Henry. Dia terlihat tampan dan gembira. Herannya aku merasa ingin menangis.

"Kau harus melupakannya. Kau harus!" ujar suara berbisik membuat perasaanku mendadak merana.

Sekilas aku menatap sekeliling. Mencari asal suara itu.

"Bu Rinda, silahkan duduk!" ujar Henry lagi.

Aku baru menyadari ruangannya luas menghadap kaca yang nyaman dengan pemandangan jalan raya. Dia mengajak duduk di sofanya yang nyaman.

Aku merasa tidak konsentrasi. Syukurlah Ongky segera mengambil alih membicarakan rencana acara itu. Aku hanya diam. Sambutan yang tidak hangat dari seorang perempuan tak kasat mata membuat jiwaku bergolak.

"Ini oleh-oleh untuk Bapak dan Ibu. Anggap saja sebagai tanda mata sudah berkunjung ke klinik. Siapa tahu dimasa depan akan menjadi salah satu langganan saya setia," ujar Henry promosi.

"Terima kasih," kata Ongky sambil menendang tumitku.

"Oh, terima kasih Henry. Oh, maaf maksud saya Dokter Henry," ujarku tersenyum malu.

Henry menatapku dengan pandangan tak biasa. Intens dan membuatku tanpa sadar membalas tendangan kaki Ongky.

"Khusus untuk Ibu Rinda. Kulitnya sudah sangat bagus. Jadi saya memang memberikan bahan berkualitas premium," ujarnya lagi-lagi tersenyum super keren. Aku melongo!

Lagi-lagi Ongky paling pintar melihat suasana. Kemampuannya memang tak bisa dibantah lagi. Dia mampu segera membawaku pamit dan segera menyingkir dari pandangan Henry.

"Kamu tahu nggak dia kelihatan banget suka sama kamu," ujar Ongky ketika di dalam mobil.

"Kamu tahu nggak pegawainya yang paling cantik" tukasku.

Kami saling melirik sebelum tertawa berderai.

"Coba katakan padaku. Pria macam mana sih, yang bisa kamu sukai?" tanya Ongky mendadak serius.

"Yang nggak mata keranjang kayak kamu Ong," kataku sambil ngakak keras membuat Ongky ikut tertawa ngakak.

Masakkah aku harus bilang padanya. Yang bisa mengerti kemampuan supranaturalku. Yang bisa menjadi tamengku. Yang bisa percaya dan membahas bahwa dunia lain itu ada. Apakah ada pria yang akan menjadi takdirku seperti itu?

Apakah itu Henry yang seolah begitu sempurna?

Kukuh yang sangat gentleman?

Rino calon cendekiawan yang hebat dengan berbagai analisa makro dan mikro ekonomi?

Atau beberapa lelaki yang mulai di pilah-pilih oleh Ayahku berdasarkan bibit, bobot dan bebet untuk dijodohkan padaku.

Entahlah. Aku sedang tak tahu hatiku dan perasaanku sendiri.

Aku hanya tak ingin menambah air mata kehidupan.


TEMAN SEPIKUWhere stories live. Discover now