42. Sirosis Hepatomegali (1) [REPOST]

Mulai dari awal
                                    

"Gimana sekolah kamu Gal? Baik?"

Nggak baik.

"Baik Tante."

"Belajar yang rajin. Kamu udah kelas 12. Cepet lulus biar bisa kuliah terus kerja."

Seperti anak patuh, Galaksi menyanggupinya dengan ucapan, "Iya Tante."

"Kamu udah makan?"

"Udah Tante." Galaksi berbohong. Mana bisa dia makan kalau keadaannya begini. Untuk menggerakan rahang dagunya saja Galaksi susah.

"Tante?" Galaksi memanggilnya membuat Zahra bergumam. "Tante kenapa nggak mau berobat? Papa Galaksi udah mau ngajak Tante berobat supaya Tante bisa liat lagi. Supaya Tante bisa liat Galaksi lagi." Zahra malah menggenggam tangan Galaksi, tersenyum.

"Nggak usah Galaksi. Tante udah tua. Lagian Tante udah nggak punya siapa-siapa yang harus Tante jaga."

"Tapi Tante, Galaksi pengin liat Tante sembuh. Galaksi mau Tante bisa liat lagi kaya dulu." Galaksi menahan suaranya agar tidak terdengar memohon meski maksudnya begitu. Laki-laki itu menatap Tantenya lama, seakan merekam apa yang telah Zahra lakukan padanya; mengasuhnya, menasehatinya, selalu ada di saat Galaksi selalu membutuhkannya. Tantenya ini bukan hanya pelita hidupnya tetapi juga cahaya dalam gelapnya hidup Galaksi. Hanya Zahra orang terdepan yang akan dengan sabar mendengar segala keluh kesah Galaksi ketika ia sudah tidak kuat pada sikap kedua orangtuanya.

"Tante tau kamu ngerasa bersalah Galaksi. Itu kecelakaan. Bukan kamu yang buat Tante jadi buta. Jadi kamu jangan nyalahin diri kamu terus," kata Tante Zahra membuat Galaksi mendongak menatap langit-langit kamar. "Kamu nggak salah."

"Maafin Galaksi, Tante." Badan Galaksi dipeluk Tantenya. Usapan pelan di punggungnya yang lebar menimbulkan semangat yang telah lama pupus. Seketika beban berat dari pundaknya terlepas membuat Galaksi bisa bernapas lega meski perasaan bersalah itu terus menghantuinya. Sampai kapan pun Galaksi tidak akan pernah bisa memaafkan dirinya sendiri karena salah satu penyebab Tantenya ini buta bersumber dari Galaksi.

"Tante selalu sayang sama kamu. Kamu anak yang hebat. Tetep jadi Galaksinya, Tante."

*****

Pagi ini, di kelas Bahasa. Mona baru saja memasuki kelas Kejora yang membuat cowok-cowok di kelasnya bersiul menggoda melihat primadona yang menyandang nama sebagai perempuan piala bergilir sekolah itu ada di antara mereka. Ia tidak sendirian. Ada Wenda dan Zaskia yang tampak menemaninya. Iris mata Mona yang kali ini berwarna hijau menatap Kejora dengan sengit. Hari ini Galaksi tidak ada di sekolah sehingga Mona bisa bebas melakukan apapun pada perempuan yang sudah menjadi pacar Galaksi. Tidak akan ada yang menyelamatkan Kejora sekarang seperti kemarin-kemarin.

"Lo mau ngapain?" Jihan menghadang ketika Mona mendekati Kejora.

"Minggir gue nggak ada urusan sama lo." Mona menyuruh Jihan minggir dengan tatapan menindas namun Jihan tidak juga minggir. Mona menarik tangan Jihan ke sebelah membuat perempuan itu menyingkir sehingga Mona bisa berhadapan langsung dengan Kejora yang sudah berdiri dari tempat duduknya. Perempuan itu menatap Mona—sadar bahwa cewek yang di hadapannya ini membencinya.

"Secinta apa lo sama Galaksi?" tanya Mona pada Kejora. Keadaan hening. Teman-temannya bahkan tidak melanjutkan apa yang mereka kerjakan. Bahkan Febbi yang tadi sedang asyik piket di kelas memperhatikan sahabatnya sedang dilabrak lagi oleh Mona. Kalau sudah bermasalah dengan Mona pasti akan terus berkelanjutan.

"Gue nggak yakin lo suka sama Galaksi." Mona mendekati Kejora membuat Kejora mundur namun Mona semakin mendekatinya membuat Kejora tidak bisa berkutik karena ia terjepit oleh meja di belakangnya. "Lo nerima Galaksi karena dia ketua Ravispa kan?"

GALAKSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang