34. Pengikut Vs Penghianat (4)

189 19 4
                                    

BUUUMMMM....
serangan balasan tiba-tiba diluncurkan.

GEDEBRUUK..!!
Dan dia jatuh dengan keras.

"Sa.. Sah.. Sayhangh.. Apa kamuuh belum bisha mengontrolh tembhakhanmhu?", tanya Vallerie sambil meringis kesakitan.

Semua mata yang berada disana terbelalak dan terpana melihat kejadian itu.

“Aku tidak salah menembak. Tembakan ku pun tak meleset. Tembakan itu tepat sasaran seratus persen ke arahmu”, jawab Alvian sambil menyeringai tajam, “Ya. Aku memang menembakmu. Itulah yang ku tunggu sedari tadi”, lanjut Alvian dengan nada bass yang terdengar sangat kejam. Seperti nada penjahat di film-film thriller atau horror yang selama ini kalian baca.

“Apa maksud mu, sayang?”, tanya Vallerie dengan muka yang kebingunan, dengan posisi terduduk lemah akibat serangan Alvian tadi.

“jangan pernah memanggilku sayang lagi!!”, bentak Alvian sambil menyabetkan api kea rah Vallerie, dan Vallerie tak mengelak sedikit pun. “Aku muak dengan panggilan itu!!”, lanjutnya.

“Kamu ini kenapa, sayang?”, kata Vallerie sambil merengek manja, “Apa kau sudah melupakan saat-saat dimana kita berdua? Semua yang kita lalui selama ini?”, lanjut Vallerie sambil terisak.

“Yang kita lalui selama ini? Memangnya apa? Apa? Jawab aku! Kita Cuma melakukan hubungan intim! Tak lebih dari itu! Bahkan aku merasa jijik jika mengingat hal itu!”, jawab Alvian sambil bergidik ngeri. ”Dan sudah aku katakan. Jangan panggil aku Sayang lagi, brengsek!!!”, kata Alvian sambil meninju lalu mengayunkan tongkatnya ke tubuh Vallerie. Tubuh Vallerie langsung memar dan melepuh akibat serangan tongkat sakti dari Alvian.

“Oh.. Hei.. Kamu tidak berfikir kalau aku beneran jatuh cinta sama kamu, kan?”, tanya Alvian sinis sambil membuka mulutnya lebar-lebar dan menaikkan sebelah alisnya. “Lagi pula jatuh cinta dengan makhluk seperti mu itu adalah mimpi buruk yang tak akan pernah ingin ku jalani!”, katanya menegaskan hubungan mereka, “ S#ks? Hei, sadarlah bodoh!! Aku cuma bermain-main denganmu! Tak lebih dari itu! Bodoh! Lagi pula kamu memiliki ‘itu’ yang besar”, lanjut Alvian sambil nyengir.

“A.. Apaa?”, Vallerie terkejut, dia membuang nafasnya kasar, dan mencoba menenangkan hatinya yang terlukai oleh perkataan Alvian tadi. Vallerie mencoba menarik nafas kembali dengan lembut, “Hei.. Apa kamu tahu?”, tanya Vallerie sambil mengusap air matanya, “Aku hamil… Aku hamil anakmu..”, lanjutnya. Air mata Vallerie tumpah kembali mengaliri pipi mulusnya. “Ini anak kita..”, katanya sekali lagi sambil mengelus perutnya.

“Anak…??”, gumam Caroline, Keanna, Millagres, dan bahkan Elia yang tengah memantau pertarungan menghentikan konsentrasinya dan melihat kearah mereka.

Mendengar hal itu, Millagres shyok dan mendekati Vallerie, entah apa yang dia lakukan atau yang dia maksud dengan bahasa tubuhnya yang kikuk itu. Tapi satu hal yang pasti, dia tak melepaskan pandangannya sedetikpun dari perut Vallerie.

“Hah…!”, kata Alvian kesal sambil berkacak pinggang, menengadahkan kepalanya, memutar bola matanya, dan mulut menganga tak sanggup berkata-kata.
“Anak katamu?!”, tanya Alvian memastikan pendengarannya. “Anak apanya? Anak darimana, goblok!!”, lanjutnya, “Kita baru nges#ks empat hari! Anak darimana yang bisa ke buat secepet itu, bego!!”, kata Alvian kasar.

“Alvian!! Cukup!! Kamu sudah berada di luar batas kemanusiaan!!”, hardik Caroline.

“Santai lah Tuan Putri Caroline”, kata Alvian sambil menghormat dan membukukkan badannya ke depan Caroline dan Keanna.  “Aku tak akan sedetikpun menghianati mu. Bahkan tak pernah terbersit satu pikiranpun untuk melukai kalian, para anak Jocasta. Jasa Pak Matthaios dan Bu Macaria kepada keluarga ku saat aku masih seorang manusia tak akan pernah aku lupakan. Bahkan aku berusaha untuk masuk ke sekolah Favorit di Bandung untuk tetap bersama kalian walaupun aku akhirnya gagal masuk ke sekolah itu karena aku harus melanjutkan sekolah di Jakarta. Tapi takdir berkata lain, kalian justru pindah ke sekolahku. Dan dengan sekuat tenaga aku memberanikan diri mengubah penampilanku yang dulu nya culun menjadi orang yang pantas untuk kalian sebut sebagai teman. Itu juga bukan hal yang mudah karena mendekati kalian berarti harus menyingkirkan fans kalian. Tapi apapun itu akan ku lakukan untuk membalas kebaikan orang tua kalian. Dan aku juga merasa sangat sedih saat orang tua kalian meninggal, karena aku belum menunjukkan bakti ku untuk membalas budi kepada mereka”, jelas Alvian.

Aku dan Tiga CerminankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang