24

35 3 0
                                    


VIOLET'S POV

Hari ini Rion aku titipkan ke kak Putri dan ketika aku ingin menjemputnya, kak Putri meneleponku, mengatakan bahwa Rion sudah bersama Tim. Sekarang aku sedang menyiapkan makan malam untuk kami. "gue masak nya kebanyakan nggak sih", tanyaku pada diriku sendiri setelah melihat meja makanku penuh dengan piring berisi makanan. "bodo ah. Ntar kalo sisa banyak, si sinting gue suruh kesini aja", kataku kemudian kembali ke dalam dapur.

'tok tok tok', terdengar suara ketukan pintu. "kok cepet banget sampenya sih", kataku sambil berjalan menuju pintu. "kamu pasti ngebut....", kalimatku terhenti setelah melihat siapa yang ada di depan pintu. Aku terkejut melihat Vin berdiri di depan rumahku dengan tatapan yang tidak bisa aku artikan. Pertanyaanku adalah kenapa bisa dia disini malam-malam (?)

Deg. Deg. Deg. 'jantung, plis kompromi sama gue, kali iniiii aja', batinku sambil menghirup napas dalam-dalam. "ehm, tuan Deino ada urusan apa anda ke rumah saya malam-malam?", tanyaku sopan, berhubung dia hanya mengingatku sebagai partner kerja sekarang. Dia hanya diam saja. "tuan? Apa anda sakit? Wajah anda pucat sekali", kataku sangat khawatir. Bagaimana bisa dia datang setelah 4 tahun dengan keadaan yang tidak sehat dan tidak mengingatku? Bukankah itu sangat kejam?

"i miss you", katanya lirih. Apakah ada yang salah dengan pendengaranku?. Aku hanya diam tak bergeming. "i miss you", katanya lagi kemudian memelukku. Ia semakin mempererat pelukannya. Aku bisa mendengar degup jantungnya yang sangat kencang, begitu pula aku. "do you remember me?", tanyaku memastikan penuh harap. Aku merasakan ia mengangguk pelan. Aku langsung membalas pelukannya dan air mataku jatuh tak terbendung.

"woah, sekarang sepertinya kamu pintar memasak", katanya setelah melihat makanan yang ada di atas meja. Setelah sesi peluk-pelukan tadi, aku memutuskan untuk mempersilakannya masuk. Lagipula ini rumahnya kan. "ya gitu", jawabku sekenanya. OMG! Aku nggak kepikiran kalo bakal secanggung ini. "apa kamu melahirkan anak kita?", tanyanya tiba-tiba setelah hening beberapa menit.

Aku mengambil air dingin dari dalam lemari es dan meminumnya untuk meredam kekesalanku. "apa sebaiknya tidak?", tanyaku tak bisa menutupi kekesalanku. Aku lihat ia berjalan ke arahku dan memelukku dari belakang. Ia meletakkan kepalanya di bahuku dan aku bisa merasakan hembusan napasnya di leherku. Seharusnya aku menolaknya atau menamparnya bila perlu kan? I'm going crazy right now.

"thanks for everything, honey. I'm sorry that i forget you for a little while. I'm not going again from now on", katanya sambil mempererat pelukannya. Perasaanku campur aduk sekarang. Entah harus senang atau sedih, aku tidak tahu. Aku meraih tangannya yang melingkar di perutku dan aku merasakan ada sesuatu di jari nya. Aku melepaskan pelukannya dan melihat cincin yang bersemat di jari manis.

Aku menatapnya dan jarinya bergantian. Seolah tau apa yang aku tanyakan, ia berkata, "aku bisa jelaskan". "kamu sudah menikah?", tanyaku sambil berkaca-kaca. "aku bisa jelaskan", katanya lagi. "jika iya, bukankah aku orang ketiga diantara kalian? Sebaiknya kamu pergi sekarang", kataku sambil menahan air mataku dan menarik tangannya. "dengarkan aku dulu", katanya sambil menahan tanganku.

'tok tok tok', terdengar suara ketukan pintu lagi. Ah, itu pasti Tim dan Rion. Mereka menyelamatkanku. Aku melepaskan tanganku dan berlari menuju pintu. "bundaaaaaaa", teriak Rion sambil memeluk kakiku. Aku menunduk dan menggendong Rion. "apa kita terlalu lama?", tanya Tim dengan senyum seperti biasa. "tentu saja kalian lama. Rion, kamu tadi kemana aja sama uncle?", tanyaku pada Rion. "tadi uncle beliin Rion ice cream dulu, bundaaa", jawabnya yang membuatku gemas.

Tim melihat ke arah belakangku dan memandangku. Sepertinya aku tahu siapa yang Tim lihat. "Bunda, uncle ini siapa? Kok bisa di rumah Rion?", tanya Rion polos sambil menunjuk Vin. "oh, itu clien bunda. Tadi ada beberapa pekerjaan yang harus di urus. Tim, boleh minta tolong bawa Rion ke dalam? Aku juga sudah siapkan makan malam", kataku pada Tim dan Tim mengerti apa yang aku maksud. "baiklah", katanya lalu meraih Rion dan membawanya masuk.

"apa kamu tidak mau mengenalkanku padanya?", tanyanya setelah Rion dan Tim masuk ke dalam. "apakah itu perlu?", jawabku sambil tersenyum kecil.

"aku berpikir aku mampu menunggumu selama 4 tahun ini. Aku menangis setiap malam dan aku berdoa setiap malam agar setidaknya kamu bisa muncul di mimpiku. Aku kehilanganmu ketika aku hamil dan kamu tahu siapa yang ada di sampingku ketika aku menahan sakitnya melahirkan? Tim! Tim yang selalu ada untukku. Aku bahkan tidak memberitahu kedua orang tuamu bahwa kamu uda kembali", aku menarik napas panjang.

Kenapa aku tidak memberitahu mereka? Karena aku takut mereka akan terluka sepertiku! Dan aku sudah sangat sangat cukup merasakan sakit. Mungkin memang takdir tidak mengizinkan kita. Aku akan berhenti sekarang. Silakan kamu kembali dengan identitasmu yang asli! Silakan! Aku akan keluar dari rumah ini dan aku akan keluar dari perusahaanmu! Hubungi aku kalau kamu menginginkan itu semua. Aku akan segera pergi saat itu juga. Dan sekarang aku mohon, beri aku waktu untuk makan malam bersama keluargaku", kataku panjang lebar lalu masuk ke dalam tanpa mengindahkan panggilannya.

Aku berdiri di depan pintu sambil menahan isak tangisku. Jangan sampai Rion mendengarku menangis. "V", panggil Tim pelan. Aku berlari kecil dan memeluknya, berharap bisa meredam suara tangisku. Tim tak bertanya apapun padaku. Ia membalas pelukanku dan menepuk punggungku pelan, memberiku kenyamanan. For 4 years, it's the end of my story.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

woaaahh! allo baru update sampe sini nih gaes. ditunggu like and comment nyaaa! -Salam Allo-

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 31, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Am I Right?Where stories live. Discover now