15

24 2 0
                                    


VIN'S POV

Aku melihat Vio yang berjalan mendahului ku menuju mobil. Aku diam sedari tadi. Bingung, apa yang harus aku lakukan. Vio, dia mengandung anakku. Bagaimana bisa? Lalu bagaimana dengan kuliahnya? Aku berpikir tentangnya terus. Tidak mungkin ia berkuliah dengan keadaan seperti ini. Dokter bilang dia juga tidak boleh terlalu lelah.

Vin, kenapa kamu tidak bisa mengendalikan dirimu? Seharusnya kamu tunggu dia hingga paling tidak lulus S1. Kalian bertanya, apakah aku senang? Of course, i am. Tapi aku tidak senang karena menghancurkan mimpinya untuk kuliah.

"Vin", panggilnya setelah masuk ke dalam rumah. Aku yang berjalan mendahuluinya pun menoleh. "hmm?", tanyaku. Ia berjalan menghampiriku. Dia hanya diam di hadapanku. "ada apa?", tanyaku lembut. "hmm, kenapa kamu diam aja daritadi? apa kamu tidak senang dengan kehamilanku? Jangan salahkan aku, aku juga tidak tahu kenapa bisa begini", katanya akhirnya dengan menatapku lekat.

Aku tersenyum mendengar kata-katanya. Bagaimana bisa aku tidak senang? Ckck. Aku memeluknya dan kurasakan ia membalas pelukanku. "tentu saja aku senang. Aku hanya berpikir tentangmu. Kemungkinan besar kamu tidak bisa kuliah karena kehamilanmu. Maafkan aku, seharusnya aku bisa menunggumu lebih lama", kataku.

Ia melepaskan pelukanku dan tertawa. Aku hanya menaikkan salah satu alisku. "masalah kuliah, aku bisa lakukan tahun depan. Bukan masalah besar buatku. Yang jelas, aku senang akan punya anak. Yah, walaupun aku juga tidak tahu apa yang harus kulakukan untuk merawatnya", dia tertawa pelan.

"akan kita pikirkan nanti", sambungnya dengan senyum manis. Aku membalas senyumannya. "kamu laper nggak?", tanyaku. "laper deh kayaknya. Berhubung katanya bayi kita kecil. Hmm aku mau makan banyak setelah ini", katanya senang. "whatever you want, honey", kataku sambil membawanya ke dapur.

VIOLET'S POV

Setelah memakan semua makanan buatan Vin, aku memilih duduk manis di depan TV. Yah, kalian tahu, aku pengangguran. Nonton apa yaa, nah ini ada film kesukaanku. Sherlock Holmes. Hooray! 'ddrrttt', suara ponselku. Ah, ternyata Cintya.

'halo, nying. Gue ada berita bagus', teriaknya antusias.

"berita bagus apaan? Btw gue juga punya berita bagus", jawabku tak kalah antusias.

'sumpah? Oke, gue ke rumah lo ya? Ada suami lo nggak?', tanyanya.

"kenapa? Awas lo genit-genit sama suami gue. Gue jambak rambut lo entar", sahutku menahan tawa. Tiba-tiba ponselku direbut Vin.

"Cintya, kamu kesini aja nggak papa. Nemenin Vio, saya sedang ada kerjaan di kantor. Bisa kan?", tanyanya. Vin diam sebentar. "terimakasih", sambungnya dan memberikan ponselnya lagi padaku kemudian bersiap untuk ke kantor.

'omegaaatt! Suaranya adem. Bikin hati meleleeeehh', aku bisa bayangkan betapa konyol wajahnya sekarang.

"lebay deh lo! Buruan kesini", kataku jengah dengan tingkah lebay itu.

'oke deeeh, bye'.

"eh eh, ting", kataku buru-buru.

'ape lagi?', tanyanya bingung.

"bawain gue coklat sama sushi dong", jawabku.

'hah? Lo makan sushi pake coklat? Emang enak?', nah kan nglantur nih anak.

"udah deehh, lo nggak usah banyak nanya. Pokoknya bawain gue coklat sama sushi. T I T I K", jawabku lalu menutup sambungan teleponnya. Kemudian aku kembali fokus dengan film yang aku tonton.

Tak lama setelah Vin pergi, Cintya pun datang. Dia memang sahabat ku, soalnya dia bawa apa yang aku pesan tadi. "nih, pesenan lo", katanya sambil meletakkan 2 buah plastik diatas meja. "aneh banget lo pengen makan beginian. Di siang bolong pula", katanya sambil duduk di sebelahku. "banyak komen deh lo. Apa berita baiknya?", tanyaku langsung.

"eeiittsss, sabar kenapa sih lo nying. Makan dulu noh sushinya keburu busuk, soalnya gue beli yang bekas kemaren", katanya. "dasar gembel!", umpatku dan dia cuman ketawa. "enggak deng, canda doang gue. Oke, sekarang kita serius", katanya dan menarik bahuku untuk menghadapnya.

"berita baiknya adalah....", ia menggantungkan kata-katanya. "nungguin ya?", katanya dengan muka ngeselin abis. "bodo ah. Kesel gue sama lo", kataku pura-pura ngambek dan memakan sushi yang dibelikannya. "gue keterima di SNU. Gilak nggak? Gue keterima di S N U. Omegat! Seneng banget gueee!", teriaknya yang membuatku susah menelan sushi yang ada di mulutku.

"sumpah lo?! Lo nggak lagi ngerjain gue kan?", tanyaku setelah menelannya dengan susah payah. "beneran lah! Masak gue ngibulin lo", jawabnya cepat dengan senyum merekah di wajahnya.

Bagi kalian yang tidak tahu apa itu SNU, akan kujelaskan. SNU itu Seoul National University. FYI aja, aku sama Cintya itu seneng banget sama yang samanya korea. Mulai musik, drama, film dan apapun itu. Cintya pernah sih bilang ke aku kalau dia bakal kuliah di SNU dan betapa terkejutnya aku semua itu terwujud sekarang.

"kapan lo daftar? Kenapa lo nggak kasih tau gue?", selidikku. "kalo cerita sama lo nih ye, banyak cobaan nya. Kalo gue cerita dan gue nggak diterima, lo pasti nge-bully gue sampe negara kita ancur karena negera api menyerang", jelasnya. Kalo itu pasti. Haha.

"terus berita baik lo apa?", tanyanya. "bentar. Lo harus gue interogasi dulu", sahutku serius. "elah, pake interogasi interogasi segala. Kayak satpam aja lo", candanya. "terus lo kapan pergi?", tanyaku tak menghiraukan candaannya. "gue lagi ngurus visa sama segala hal yang bakal gue butuhin disana. Jadi mungkin sekitar 2 minggu lagi", jawabnya. "huaaaaaaaaaa", aku menangis sejadinya sambil memeluknya erat. Walaupun cintya edan nya nggak ketulungan, tapi dia temen yang bisa berkamuflase jadi apapun. Ayah, ibu, kakak, om, tante, dosen killer.

"eh, kok lo malah nangis sih? Harusnya lo seneng lah, kan ini berita gembira", katanya sambil menepuk-nepuk punggungku pelan. "berita gembira buat lo. Berita duka buat gue!", sahutku masih menangis sejadinya. "lo kayak makhluk luar angkasa deh. Kan kita masih bisa vid-call an. Lo juga masih bisa nye-talk instagram gue kaann", katanya yang membuatnya menatapnya.

"ngapain juga nye-talk lo. Kurang kerjaan!", kataku sambil mengusap air mata ku. "ingus lo noh. Jijik banget jadi orang! Terus berita baik lo apaan? Kepo banget gue", katanya. "gue hamil", jawabku masih mengusap wajahku yang basah. "apaan? Lo hamil?", tanyanya memastikan. "iya, gue hamil. Lo budek?", kataku setelah selesai mengusap wajahku dan menatapnya.

"lo hamil", katanya pelan sambil berpikir. "lo hamil?!", pekiknya setelah sadar. Aku menggangguk. "lo hamil?!", pekiknya lagi dan aku hanya menggangguk. "hamil yang bikin perut lo gede?!", tanyanya sambil memperagakan dengan tangannya di perutnya. Aku menggangguk lagi. "kok bisa?!", tanyanya dengan wajah konyol.

"dasar geblek! Ya bisalah. Kan gue cewek dan Vin itu cowok. Kalo gue sama lo ya sampe alis gue gundul juga nggak akan jadi", sahutku. "gue serius nying!", teriaknya kesal. "ya gue juga serius", balasku santai. "oke, sekarang gue paham kenapa lo pesen sushi sama coklat. Karena lo ngidam", katanya sambil melihat ke arah meja.

"terus kuliah lo gimana?", tanyanya lagi. "ya terpaksa gue pending dulu taun ini. Taun depan lah, gue coba lagi", jawabku lalu memasukkan sushi ke mulutku. "huaaaaaa, gue nggak jadi kuliah di SNU deh. Gue temenin lo disini. Gue juga mau liat keponakan gue lahiiiiirrr", gentian dia kan yang nangis.

"lebay banget lo! Lagian kayaknya gue nggak butuh lo deh. Kan uda ada Vin", kataku sambil tertawa. Ia menatapku kesal. "anjir lo!", umpatnya. "udalah, lo kuliah aja yang bener. Biar gue punya cerita yang membanggakan buat anak gue tentang lo. Masak ntar gue ceritanya yang buruh-buruk. Nggak baik buat psikis anak gue", candaku sambil menggelengkan kepala pelan. "mending makan aja deh lo. Pekak kuping gue lo hina-hina teros", katanya malas sambil menjejalkan sushi ke dalam mulutku dan akunya menurutinya saja.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

ah, kalian uda baca sejauh ini. kurang apa nih gaes? aku butuh saran kalian. mau kritik? boleh sangat {}

-salam Allo- 

Am I Right?Where stories live. Discover now