10

27 2 0
                                    


TIM'S POV

"blowernya bisa kecilkan sedikit? Wajahnya terlihat tidak nyaman", kataku sambil mengibaskan tanganku, mengarahkan. Lalu aku kembali memotret model yang ada dihadapanku sampai ada seseorang yang memanggilku.

"Tim!", panggilnya yang membuatku menoleh. "Audy! Why are you here?", tanyaku. Mataku tertarik pada gadis yang menggunakan seragam SMA ini. Aku pernah melihatnya mengobrol dengan ayahku di pesta malam itu. Ya, Alexandre Can. Dia ayahku.

"kenalkan ini temanku. Vin dan Vio", kata Audy. Aku berjabat tangan dengan Vin. "hai, Violet Adiatma", katanya manis. Kupikir aku tidak akan bertemu dengannya lagi. "Tim Can. Nice to meet you", kataku ramah. "nice to meet you", balasnya sambil tersenyum kecil.

"lalu ada apa kalian semua kemari? Kupikir kalian semua orang-orang sibuk", kataku basa-basi. "Vio ingin belajar fotografi", jawab Audy. "seriously?", tanyaku mencoba menutupi keantusisanku. "i'm seriuos", jawab Vio cepat. "tuan Vin, bisa ku pinjam dia sebentar?", tanyaku pada Vin dan ia hanya mengangguk memperbolehkan.

Flashback.

Kenapa juga aku harus datang ke acara seperti ini? Jika saja bukan dad yang menyuruhku, aku tidak akan mau. Aku meminta vallet memarkirkan mobilku. Aku masuk ke dalam kerumunan dan mencari dimana dad. Ah, ternyata dia disana. Aku berjalan mengampirinya. "dad", panggilku. "hey, son. Kupikir kamu tidak akan datang mengingat kamu tidak menyukai tempat ramai seperti ini", katanya memelukku sekilas. "sudah kubilang aku akan datang. Lagipula kenapa dad menyuruhku datang?", tanyaku penasaran. "siapa tahu kamu dapat kolega yang bagus untuk fotografimu", jawabnya santai.

"baiklah. Terserah dad saja. Aku akan mengambil makanan dan minuman disana", kataku. "makanlah yang banyak. Kulihat tubuhmu semakin kurus", komentar dad. Kurus bagaimana? Ada-ada saja. Aku berjalan menuju meja yang tak jauh dari tempatku berdiri sekarang. Setelah memilih beberapa makanan, aku hendak kembali. Aku terdiam melihat seorang gadis sedang berbicara dengan dad. Sepertinya ia datang bersama seseorang tapi aku tak bisa melihatnya karena tertutup dad.

Aku melihatnya tertawa dengan manisnya. Tak lama mereka berbincang, akhirnya gadis itu pergi dengan tangan yang menggenggam erat laki-laki itu. Setelah mereka berjalan cukup jauh, aku berjalan menghampiri dad. "sebaiknya aku pulang dad. Sebelum aku diomeli Audy karena pekerjaanku belum selesai", candaku. "tidak menunggu sampai pestanya selesai?", tanya dad. "tidak perlu", jawabku sambil tersenyum kecil. "baiklah. Take care, son", katanya. Ketika hendak pergi, aku mendengar suara MC yang cukup menggelegar.

"cek cek. Hello, everybody!", sapa sang MC dengan gembira. "are you happy tonight?!!", tanyanya pada para tamu. "yeesss", jawab mereka serempak. "okay. I will call our CEO, Mr. Vin Zellaz! And his wife, Ms. Violet Zellaz! Give a applause to them!", teriak MC dibarengi tepuk tangan yang meriah. Kulihat gadis yang tadi naik ke podium bersama Vin Zellaz.

"she's my wife. I hope we will happy forever and i beg for your good reaction of our wedding", ternyata dia sudah menikah dan bersuami. Kupikir aku memiliki kesempatan. Tapi sepertinya kami tidak akan bertemu lagi. Kemudian aku pergi ditengah riuh tepuk tangan terus terdengar.

VIOLET'S POV

Hari ini aku belajar banyak dari Tim. Mulai dari berbagai macam teknik pengambilan gambar dan pengeditan gambar. Aku harus kesini lagi. Woaaahhh, rasanya menyenangkan sekali. "Vio!", panggil Vin. Kegiatanku terinterupsi dengan panggilan Vin. "ayo kita makan malam", katanya. Yaahh, padahal masih seru. Tim juga sangat ramah dan hangat. Semua yang dia ajarkan masuk begitu saja di otakku.

"ya, tunggu sebentar", kataku sedikit berteriak. "Tim, makasih buat hari ini. Ini bermanfaat banget buat aku. Hmm, boleh minta kontakmu? Mungkin aku akan membutuhkannya nanti. Hehe", kataku sambil nyengir kuda. "mana ponselmu", katanya. Aku memberikannya ponsleku dan ia mengetikkan nomornya. "ini. Akan ku simpan nomormu juga", katanya sambil tersneyum ramah. "baiklah. Terimakasih", kataku lalu pergi meninggalkannya.

"makasih Audy, uda ngebolehin aku belajar tentang fotografi", kataku tulus pada Audy. "sama-sama. sudah kubilang kamu boleh kesini kapan saja", katanya lembut. Damn! Why she so perfect?. "kami pergi dulu", kata Vin sambil menepuk bahu Audy pelan dan tersenyum, i guess. Kami turun menggunakan lift dan berjalan menuju basement.

"kita mau makan dimana?", tanyaku mulai kelaparan. "kamu maunya dimana?", elah malah dia nanya balik. "aku mau nasi goreng yang di deket rumah itu aja. Porsinya gedhe", jawabku jujur. Dia hanya tersenyum dan menginjak pedal gasnya. Setelah makan, kami bergegas pulang.

"aku mandi duluan ya", kataku sesampainya di rumah. "aku dulu", katanya tak mau mengalah. "aku dulu", kataku mulai kesal. "yauda, bareng", katanya dengan wajah menyebalkan. "dasar mesum!", teriakku lalu berlari ke atas. Bekas kamarku dulu juga ada kamar mandi kok. Gitu aja repot.

Setelah aku membuka pintu kamarku, aku terkejut. ah, aku lupa. Kalau orang tua Vin masih disini dan mereka sudah terlelap dengan tenangnya. Aku menutup pintu pelan dan berjalan menuju lantai satu lagi. Aku membuka pintu kamar dan tak ada Vin disana. Ku dengar suara air dari kamar mandi, ternyata Vinsedang mandi. Kemudian aku merebahkan tubuhku di atas tempat tidur. Aahhh, lelahnya. Dan terlelap.

VIN'S POV

Ah, segarnya. Aku sudah selesai membersihkan badanku. Aku mengeringkan rambutku dengan handuk sambil menutup pintu kamar mandi. Aku mendapati Vio sudah terlelap di atas tempat tidur. Bukannya dia mau mandi tadi? God, aku lupa kalau orang tuaku masih belum kembali ke Amerika. Ku berjalan menghampirinya dan menepuk pipinya pelan.

"V, bukannya seharusnya kamu mandi dulu tidur?", kataku pelan. "hmmm", dia hanya melenguh pelan. Ternyata dia tenang sekali saat tidur. "hey", panggilku sambil mengguncang tubuhnya pelan. Akhirnya usahaku membuahkan hasil. Matanya perlahan terbuka dan tangannya mengusapnya pelan. "kenapa?", tanyanya dengan suara serak. "mandi", jawabku singkat. "ah, ya. Aku lupa. Soalnya orang tuamu tidur di kamarku, jadi aku nggak mandi dan malah ketiduran", jelasnya hendak beranjak berdiri.

Aku terkejut melihat bercak apa yang ada di sprai tempat tidurku. "V", panggilku yang membuatnya menoleh. Ia mengikuti arah pandangku dan matanya membulat sempurna. Sontak ia melihat ke bagian belakang roknya. "what the hell!", teriaknya lalu berlari ke dalam kamar mandi. Sepertinya bulan ini Vio kedatangan tamu.

Setelah beberapa menit. "Vin", kudengar Vio memanggilku dari dalam kamar mandi. Aku berjalan menghampirinya dan berdiri di depan pintu kamar mandi. "bisa minta tolong carikan pembalut di lemariku?", tanyanya. Aku sedikit terkejut mendengar permintaannya. Ya memang dia terburu masuk kamar mandi tadi. Jadi, aku maklumin saja. "baiklah. Tunggu sebentar", kataku lalu berjalan menuju lemari Vio. Aku sudah mencarinya kemana-mana tapi tetap saja tak ada.

"nggak ada, V", kataku. Tak terdengar balasan. "V?", panggilku lagi. "bisa minta tolong belikan?", katanya pelan. Good, sekarang aku harus membeli pembalut. Entah apa yang akan di pikirkan kasirnya nanti. Aku harus benar-benar pasang muka tebal. "baiklah", kataku menurut saja. "tolong cepat", pintanya lagi. Kemudian aku bergegas membeli pembalut untuknya di minimarket yang berada tak jauh dari rumahku.

Aku membeli 2 buah pembalut dengan isi yang paling banyak. 50, i guess. Aku membawanya ke kasir. 'pasang muka tebal, Vin. You can do it!', batinku. Kasirnya pun memandangiku sebentar. Bodohnya aku hanya membeli pembalut saja, tapi memang aku sedang tidak membutuhkan apapun sekarang. Untungnya, kasirnya seorang perempuan. Jadi kuyakin ia mengerti kenapa aku harus membelinya. Setelah kubayar, aku segera pulang.

Ku lihat sprai tempat tidurku sudah diganti. Sejak kapan itu terganti?. "V, ini milikmu", kataku sambil mengetuk pintu kamar mandi. "thanks", katanya sambil membuka sedikit pintu kamar mandinya. Aku memberikannya dan ia mengambilnya kemudian menutup pintunya kembali.

Aku duduk dan bersandar di kepala tempat tidur, berkutat dengan laptopku. Aku mengecek beberapa berkas dan sebagian ada yang harus ku revisi. Ku lihat Vio keluar kamar mandi dengan rambut terbelit handuk kecil. Ku pikir, ia sudah mencuci rambutnya. Ia duduk di depan meja rias dan mengeringkan rambutnya menggunakan hair dryer. Lalu ia berjalan dan berbaring di sampingku. Bahkan ia tak melihat ke arahku sama sekali. Good!.

.2-

Am I Right?Where stories live. Discover now